Advanced Search
Hits
30976
Tanggal Dimuat: 2012/04/14
Ringkasan Pertanyaan
Apakah ada riwayat yang menyatakan kehalalan menggauli para budak wanita?
Pertanyaan
Saya berharap Anda dapat memberikan jawaban yang tepat atas pertanyaan ini. Topik pertanyaan adalah tentang meminjamkan istri! Syaikh Thusi meriwayatkan dari Muhamad bin Abi Jafar yang ditanya, “Apakah kemaluan istri halal bagi saudara suami?” Imam As menjawab, “Iya (halal).” (Kitab al-Istibhsâr 3/136)
Jawaban Global

Tidak satu pun riwayat dalam literatur Islam, baik Syiah atau pun Sunni yang menyodorkan dalil kebolehan hubungan seksual seperti ini. Apa yang dijelaskan dalam pertanyaan di atas sama sekali tidak berkaitan dengan riwayat-riwayat yang disinggung.

Yang disinggung dalam riwayat adalah pembahasan tentang kehalalan menggauli para budak wanita. Apakah hal ini dibolehkan menurut al-Qur'an? Apakah dibolehkan seorang pria menggauli seorang wanita yang telah muhrim baginya tanpa melalui proses akad atau kepemilikan (milk)? Dalam fikih Syiah, supaya budak wanita itu dapat digauli berbeda dengan wanita merdeka yang hanya dapat disenggama melalui akad,  terdapat beberapa cara yang akan disinggung nantinya.

Seluruh riwayat sehubungan dengan menghalalkan budak wanita dan sangat jelas bahwa tiada seorang pun pria yang dapat menyerahkan istrinya atau budak wanitanya yang telah dijadikan sebagai istri kepada orang lain, atau pada masa seseorang selain pemilik sesuai dengan izin  pemilik dapat bersenggama dengan budak wanita tersebut, pemilik juga dapat menggauli budak wanita tersebut.

Jawaban Detil

Pertanyaan ini dapat dikaji dalam dua sisi:

Pertama: Apa yang disebutkan dalam riwayat adalah pembahasan tentang kehalalan menggauli budak bahwa apakah hal demikian dibolehkan sesuai dengan ayat-ayat al-Qur'an? Apakah sah atau dibolehkan seorang pria menggauli seorang wanita yang telah muhrim baginya tanpa melalui proses akad atau kepemilikan (milk)?

Lebih jelasnya dalam masalah budak wanita, apakah seorang pria dapat menggauli budak wanitanya tanpa proses akad nikah dan hanya karena semata-mata ia seorang budak dan halal digauli oleh orang lain, kemudian membolehkan ia dapat digauli oleh orang lain?

Dengan memperhatikan sebuah ayat,  al-Qur'an membatasi pernikahan pada dua cara saja. Dalam hal ini, al-Qur'an menyatakan, "Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela." (Qs. Al-Mukminun [23]:6)

Sesuai dengan ayat ini, terdapat dua cara untuk kehalalan menggauli wanita; pertama dengan proses akad nikah. Kedua "milk yamin" yaitu kebolehan menggauli budak wanita bagi pemiliknya.

Adapun dalam fikih Syiah, supaya budak wanita itu dapat digauli, berbeda dengan wanita merdeka yang hanya dapat disenggama melalui akad,  terdapat beberapa cara yang disebutkan[1]  sebagai berikut:

Pertama: Budak wanita tersebut dibeli oleh seorang pria, yang bersamaan dengan itu, budak tersebut menjadi kepunyaan pemilik dan menjadi bagian dari hartanya. Pemilik dapat menggauli dan bersenggama dengannya. Secara lahir ayat yang disebutkan menyokong dengan baik hal ini.

Kedua: Pria lain selain pemilik dapat mengikat tali pernikahan dengan budak wanita tersebut dengan izin dan restu dari pemilik.

Ketiga: Pemilik menghalalkan budak wanitanya kepada orang lain; artinya ia membolehkan seseorang untuk menggauli budak wanitanya, dan dalam hal ini orang yang telah dihalalkan baginya, dapat berhubungan badan dengan budak wanita tersebut.[2]

Cara kedua dan ketiga merupakan keniscayaan cara pertama; artinya bilamana budak wanita dimiliki oleh seorang pemilik, ia memiliki hak untuk dapat berhubungan badan dengannya dan menyerahkan hak ini kepada orang lain (apakah itu izin dalam pernikahan atau penghalalan) berada dalam skop kepemilikan yang ditegaskan dalam al-Qur'an.

Allamah Hilli dalam menjawab pertanyaan bahwa apakah hubungan badan dengan budak wanita dibolehkan bersamaan dengan penghalalan pemilik atau tidak?" Allamah Hilli berkata, "Dalam hal ini terdapat dua pendapat. Pertama, dibolehkan berhubungan badan dengan budak wanita dengan lafaz "boleh" dan "halal" yang dilakukan oleh pemilik untuk orang lain. Pendapat ini diterima oleh mayoritas ulama Syiah.[3]

Pendapat kedua: Disandarkan pada sebagian kecil ulama Syiah dan pada ulama Sunni bahwa adanya penghalalan dari pemilik tidak serta merta melahirkan kebolehan berhubungan badan dengan budak wanita.

Allamah Hilli menyodorkan beberapa dalil untuk menetapkan klaim ini. Ia berkata, "Dengan memperhatikan pada isyarat ayat, "milk yamin" dapat dikatakan bahwa sebagaimana "milk yamin" dapat direalisasikan pada a'yân (budak laki-laki [abd] dan budak perempuan [kaniz]) maka hal itu juga berlaku pada pemanfaat-pemanfaatan lainnya; artinya apabila menjadi pemilik, maka benda menjadi kepunyaan pemilik, manfaat-manfaat harta tersebut juga dipunyai oleh pemilik dan ia dapat menggunakan harta tersebut semaunya. Dalil ini bukan bersandar pada riwayat-riwayat Ahlulbait As yang memandang boleh menghalalkan budak wanita (kepada orang lain).

Karena itu, masalah ini bahwa apakah mungkin, dengan penghalalan dari pemilik, seorang budak wanita dapat berhubungan badan dengan seorang pria selain pemilik telah menjadi obyek perdebatan.

 

Kedua: Sisi kedua masalah ini kebanyakan bertautan dengan kesamaran (syubha) yang mengemuka dalam pertanyaan ini. Syubha tersebut adalah apakah pria Muslim dapat meminjamkan istrinya untuk digauli oleh saudaranya sesama Muslim? Tentu untuk menjawab pertanyaan ini kita harus menyebutkan sisi pertama masalah dan riwayat-riwayat yang bertalian dengannya.

Beberapa riwayat yang disebutkan dalam al-Istibshâr, karya Syaikh Thusi telah jelas.[4] Pertama adalah berhubungan dengan cara pernikahan para budak dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan istri merdeka. Kedua: Di antara hal yang pasti dalam Islam bahkan dalam bidang kemanusiaan wanita yang telah bersuami (terlepas apakah wanita merdeka atau budak wanita) tidak dapat berhubungan badan dengan orangl lain selama ia masih berstatus istri dan bersuamikan orang lain.

Karena itu, tidak satu pun riwayat dalam Islam, baik Syiah atau Sunni, yang dapat dijumpai yang dapat dijadikan sebagai dalil atas hubungan badan ini. Apa yang telah disinggung dalam beberapa riwayat tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan pertanyaan yang diajukan.

Kita tahu bahwa pada masa-masa awal kedatangan Islam terdapat budak-budak wanita yang dari sisi sosial dan finansial, tidak memiliki kemampuan untuk mengatur hidupnya dan boleh jadi sebagian di antara mereka bukanlah orang-orang Muslim, orang-orang ini berada dalam tanggungan orang-orang memikul tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus mereka. Orang-orang yang memikul tanggung jawab ini boleh jadi pria atau wanita. Apabila pengurusan mereka berada di bawah seorang pria, sesuai dengan hukum-hukum yang ada, ia dapat memilih seorang budak wanita untuk dijadikan sebagai istrinya atau hubungan badan dengan budak wanita ini diserahkan kepada orang lain yang dalam hal ini ia tidak memiliki hak untuk bersenggama dengan budak wanita tersebut.

Anggaplah, pemilik budak wanita ingin menyerahkan budaknya kepada orang lain supaya orang tersebtu dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan seksualnya melalui budak wanita tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa bentuk. Apakah pemilik budak menyerahkannya kepada pria tersebut yang dalam hal ini pria tersebut telah menjadi pemilik budak wanita itu dan dapat berhubungan badan dengannya. Ataukah ia tetap menjadikan budak wanita tersebut sebagai kepunyaannya namun menikahkannya dengna pria tersebut. Apabila proses akad telah berlangsung; ia memiliki hukum-hukum tersendiri dan akan menimbulkan keterbatasan-keterbatasan bagi budak wanita tersebut dalam melayani kebutuhan-kebutuhan tuannya.  Bentuk lainnya, pemilik, tetap memiliki budak tersebut, antara pria dan budak tersebut tidak terjalin akad pernikahan, namun pemilik hanya membolehkan dan menghalalkan pria itu berhubungan badan dengan budaknya dan sangat jelas bahwa pemilik tidak (lagi) memiliki hak untuk berhubungan badan dengan budak wanita tersebut.

Riwayat-riwayat yang menyatakan, "Pemilik (tuan) dapat mengahalalkan budak wanitanya kepada saudaranya" seluruhnya dalam konteks ini bahwa pemilik, hubungan-hubungan badan dengan budak wanitanya, disebabkan oleh kemasalahatan tertentu misalnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan seksual dua belah pihak, menghalalkannya untuk saudara Muslimnya. Apakah dengan penghalalan pemilik, seseorang dapat bersenggama dengan budak tersebut atau hanya dapat dilakukan melalui proses akad nikah dengan budak tersebut?  Riwayat-riwayat yang menyatakan, dalam masalah budak wanita, sebatas yang dihalalkan oleh pemilik, telah mencukupi.

Karena itu; seluruh riwayat dalam masalah ini terkait dengan penghalalan (tahlil) budak wanita  dan sangat jelas bahwa tiada seorang pun pria yang dapat menyerahkan istrinya atau budaknya yang telah dijadikan sebagai istri kepada orang lain, atau pada masa seseorang selain pemilik sesuai dengan izin  pemilik dapat bersenggama dengan budak wanita tersebut, pemilik juga dapat menggauli budak wanita tersebut.

Akhir kata kami ingatkan bahwa apa yang disebutkan sehubungan dengan penghalalan budak wanita oleh pemilik bagi saudaranya seiman dalam kitab-kitab hadis Syiah, tidak terbatas pada kitab-kitab ini saja dan kitab-kitab hadis Sunni juga meriwayatkan hal yang serupa. Sebagai contoh, Ibnu Abi Syaibah yang merupakan ustadz bagi Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ibnu Majah, kesemuanya menukil hadis darinya dan  ulama besar Sunni lainnya menyebutkan riwayat-riwayat seperti ini dalam kitab al-Mushannaf Ibnu Abi Syaibah." Namun sebagiamana riwayat-riwayat yang berseberangan dengan makna ini disebutkan dalam kitab al-Istibshâr, Ibnu Abi Syaibah menyebutan riwayat-riwayat  yang berseberangan dengan penghalalan namun ia juga menyinggung riwayat tentang kebolehan penghalalan. Di antaranya dijelaskan melalui jalur Atha dan dalam nukilan lain dari Syu'ba bahwa dengan adanya penghalalan budak wanita, maka ia boleh digauli.[5] [iQuest]

 

[1]. Hasan bin Yusuf Hilli, Tadzkirat al-Fuqâhah, Cetakan Klasik, hal. 643, Muassasah Alu al-Bait As, Qum, Tanpa Tahun.  

[2]. Silahkan lihat, Muhammad bin Hasan Thusi, al-Mabsûth fi Fiqh al-Imâmiyah, jil. 4, hal. 246, al-Maktabat al-Murtadhawiyah, Teheran, 1387 H. Syaikh Thusi berkata, "

و أما تحلیل الإنسان جاریته لغیره من غیر عقد مدة فهو جائز عند أکثر أصحابنا. و من أجازه اختلفوا:فمنهم من قال هو عقد، و التحلیل عبارة عنه، و منهم من قال هو تملیک منفعة مع بقاء الأصل.

[3]. Hasan Yusuf Hilli, Ajwiba al-Masâil al-Mihnâiyyah, hal. 31, Cap Khayyam, Qum, 1401 H.

[4]. Muhammad bin Hasan Thusi, al-Istibshâr fimakhtalaf min al-Akhbâr, jil. 3, hal. 136, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1390 H.  

[5]. Abu Bakar Abdillah bin Muhammad, Abi Syaibah Kufi, al-Mushannaf fi al-Ahâdits wa al-Atsar, Hadis 17298 dan 17299, Software Maktabat al-Syamilah.

 

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    259837 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    245604 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    229508 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214295 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    175605 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    170983 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    167402 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    157469 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140314 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133542 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...