Advanced Search
Hits
16224
Tanggal Dimuat: 2010/09/12
Ringkasan Pertanyaan
Apa makna hari syak (yaum al-syak) itu? Apakah dibenarkan melihat (rukyat) hilâl (awal bulan) dengan teleskop? Mengapa orang-orang hanya peduli dan sangat concern terkait dengan rukyat hilâl bulan Ramadhan saja?
Pertanyaan
Saya memiliki beberapa pertanyaan terkait dengan penentuan awal bulan Ramadhan dan bulan Syawal.
Mengapa harus ada hari syak (keraguan) sehingga bulan Sya'ban digenapkan sampai 30? Apakah hari syak itu menandakan bahwa tidak ada kepastian berapa hari bulan mengelilingi bumi? Mengapa? Karena harus melihat hilâl? Ataukah disebabkan teknologi yang belum ditemukan saat kenabian hingga harus bersandarkan cara-cara tradisional, yaitu melihat hilâl (bulan)? Apakah hal itu bertitik-tolak dari pemahaman dari ayat "Faman Syahida minkumusy syahra fal yashumhu (Mengapa bukan Faman Syahida minkumul Hilâl fal Yashumhu)? Jika di sini menggunakan "syahra" (artinya bulan dalam pengertian jumlah hari [29 atau 30 hari] bukan wujud bulan) apakah hal itu bisa berarti bahwa perputaran bulan, artinya jika telah masuk awal bulan (dalam pergertian bisa diketahui dengan cara melihat hilâl atau dengan cara yang lain (penemuan saintis)?" Dalam berpuasa kita bersandarkan melihat hilâl, tetapi dalam bulan-bulan lainnya sudah menggunakan penanggalan resmi (yang telah dibuat) tanpa harus memperhitungkan hilâl? Sementara dalam bulan-bulan yang lain ada yang berkaitan dengan waktu-waktu untuk menjalankan ritual tertentu? Mengenai bulan haji, umat Islam yang menunaikan ibadah haji hanya mengikuti penanggalan Saudi dalam penentuan wukuf di Arafah? Bagaimana dengan pertengahan Rajab, pertengahan Sya'ban, hari-hari wilâdah (milad) dan hari-hari syahâdah? Alasan yang mudah dijawab itu hanya sunnah bukan wajib? Apakah Allah sebagai Tuhan yang Mahakasih membeda-bedakan sunnah dan wajib? Maksudnya untuk amalan wajib harus lebih tepat hujjahnya (lebih teliti menentukan), sementara untuk amalan sunnah (mustahab) nggak tepat juga tidak masalah? Alasannya bagi amalan sunnah adalah "yang penting substansi acaranya bisa didapat" masalah tepat hujjah atau tidaknya tidak terlalu penting. Mengapa kita tidak mengatakan kepada bulan Ramadhan, "yang penting substansi bulannya bisa didapat bukan masalah tepat hujjah atau tidaknya"? Terima kasih.
Jawaban Global

Hari syak (yaum al-syak) bermakna suatu hari dimana manusia ragu (syak) apakah hari itu masih merupakan akhir Sya’ban atau sudah memasuki bulan Ramadhan yang tidak wajibkan puasa pada hari itu. Ayat “Faman Syahida minkumusy syahra fal yashumhu”  tidak berada pada tataran menjelaskan boleh atau tidak bolehnya menggunakan mata telanjang atau teleskop. (Awal) Bulan-bulan Qamariah ditetapkan dengan berlalunya tiga puluh hari dari bulan sebelumnya atau dengan melihat hilâl bulan baru dan berdasarkan hal ini tidak terdapat perbedaan di antara bulan-bulan Qamariah. Adapun terkait dengan bulan Ramadhan dan bulan Dzulhijjah, dikarenakan terdapat dua amalan wajib dan penting yang harus ditunaikan di dalamnya (puasa dan haji) maka dari itu signifikansi dan sensitifiasnya sangat tinggi.

Jawaban Detil

Beberapa pertanyaan Anda akan dijawab secara runut sebagai beriktu:

1.     Hari syak (yaum al-syak) bermakna suatu hari dimana manusia ragu (syak) apakah hari itu masih merupakan akhir Sya’ban atau sudah memasuki bulan Ramadhan yang tidak wajibkan puasa pada hari itu.[1] Bukan merupakan sebuah keniscayaan bahwa setiap hari syak dapat ditetapkan bahwa bulan Sya’ban terdiri dari tiga puluh hari. Dan boleh jadi akan ditetapkan nantinya bahwa hari syak (yaum al-syak) itu ternyata adalah hari pertama bulan suci Ramadhan.

2.     Dalam masalah rukyat hilâl apakah dilakukan dengan teleskop, kebolehan dan sandaran riwayat-riwayatnya, Anda dapat melihat jawaban atas pertanyaan No. 3195 (Site: 3455, Indeks: Penetapan Awal Bulan dengan Rukyat Hilâl dengan Menggunakan Teleskop).

3.     Kendati sebagian orang memaknai ayat 185 surah al-Baqarah, “Faman Syahida minkumusy syahra fal yashumhu” (Barang siapa yang melihat bulan maka hendaklah ia berpuasa) dengan bermukimnya dan tidak adanya perjalanan (safar) di bulan suci Ramadhan. Mereka berkata, “Maksud [ayat tersebut] adalah bahwa barang siapa yang tidak melakukan perjalanan di bulan suci Ramadhan maka ia harus berpuasa.”[2] Sebagian lainnya dengan bantuan riwayat memaknai ayat

Faman Syahida minkumusy syahra fal yashumhu” ini sebagai melihat (rukyat) hilâl (awal bulan).[3] Terdapat kemungkinan untuk menggabungkan dua makna dari ayat ini. Tentu saja masuknya bulan suci Ramadhan ditetapkan dengan rukyat hilâl bulan ini namun ayat terkait tidak berada pada tataran menjelaskan boleh tidaknya menggunakan teleskop atau mata telanjang untuk melihat awal bulan (hilâl).

4.     Bulan-bulan Qamariah ditetapkan dengan melihat awal bulan baru (hilâl) atau dengan berlalunya tiga puluh hari bulan-bulan sebelumnya. Berdasarkan hal ini, tidak terdapat perbedaan di antara bulan-bulan Qamariah. Namun terkait dengan bulan Ramadhan dan bulan Dzulhijjah lantaran terdapat dua amalan wajib dan penting yang harus ditunaikan di dalamnya (puasa dan haji) oleh itu signifikansi dan sensitifiasnya sangat tinggi dalam menetapkan awal bulan (hilâl). Bulan Syawal juga demikian adanya dimana pada hari pertama bulan tersebut (Idul Fitri) kaum Muslimin diharamkan berpuasa. Karena itu, diperlukan ketelitian ekstra untuk menetapkan awal bulan pada bulan tersebut.  Amalan-amalan mustahab yang dianjurkan untuk dilakukan pada waktu-waktu tertentu harus ditunaikan pada waktunya. Namun dengan memperhatikan esensi amalan-amalan mustahab, apabila dikerjakan berdasarkan kekeliruan dalam menentukan awal bulan Qamariah maka amalan-amalan mustahab pada waktu-waktu khususnya tidak akan menyebabkan gugurnya amalan-amalan wajib. [IQuest]

Indeks Terkait:

Pertanyaan 5971 (Site: 6158, Indeks: Keharusan Rukyat Hilâl pada Bulan Ramadhan).

Pertanyaan 3195 (Site: 3455, Indeks: Rukyat Hilâl di Iran).



[1]. Taudhi al-Masâil (al-Muhassyâ li al-Imâm Khomeini), jil. 1, hal. 889.

[2]. Mulla Muhsin Faidh Kasyani,  Tafsir al-Shâfi, jil. 1, hal. 221, Intisyarat al-Shadr, Teheran, 1415 H.

[3]. Yusuf bin Ahmad Bahrani, al-Hadâiq al-Nâdhirah fi Ahkâm al-‘Itrah al-Thâhirah, jil. 13, hal. 240, Intisyarat-e Jame’e Mudarrisin, Qum, 1405 H.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    259741 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    245549 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    229460 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214227 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    175553 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    170933 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    167330 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    157403 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140253 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133494 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...