Advanced Search
Hits
8426
Tanggal Dimuat: 2009/06/21
Ringkasan Pertanyaan
Apakah menurut ilmu logika kemungkinan keselamatan saya kecil karena bermazhab Maliki? Karena saya di samping Ali As saya juga mencintai sahabat lainya. Apabila salah satu dari mereka merupakan orang yang selamat (ahli najah) maka bukankah saya juga tergolong dalam orang yang selamat?
Pertanyaan
Apakah menurut ilmu logika kemungkinan keselamatan saya kecil karena bermazhab Maliki? Karena saya di samping Ali As saya juga mencintai sahabat lainya. Apabila salah satu dari mereka merupakan orang yang selamat (ahli najah) maka bukankah saya juga tergolong dalam orang yang selamat?
Jawaban Global

Apa yang pasti dari sudut pandang ilmu logika adalah bahwa mengamalkan pada pelbagai kemungkinan keselamatan dan kebahagiaan akan mengurangi dan menimalisir adanya kemungkinan kesalahan dan kesesatan. Kaidah ini tidak hanya digunakan dalam ilmu logika, namun juga diterapkan pada pelbagai pembahasan fikih dimana dalam ilmu fikih kaidah ini disebut sebagai "ashâlat al-ihtiyâth"; artinya tatkala kita berada dalam posisi keraguan untuk memilih dua perkara, kita memilih untuk berhati-hati dan sekiranya mungkin kita memilih keduanya atau selain dari keduanya yang lebih dekat kepada realitas. Seperti orang yang berada pada posisi ragu untuk memilih bahwa apakah shalat Jum'at itu wajib atau shalat Dhuhur (pada waktu Jum'at), namun untuk memperoleh kemantapan hati (itmi’nân) di antara kedua hal ini yang manakah yang diinginkan Tuhan, maka kita memilih mengerjakan keduanya.

Hal ini terjadi pada perkara-perkara yang dimungkinkan (muhtamalât) dan meragukan (mardud) tatkala tidak berada pada posisi berhadap-hadapan secara intermenis dan kontradiktif. Karena apabila keduanya kontradiktif maka untuk mengumpulkan keduanya atau mengerjakan keduanya (dalam contoh kasus shalat di atas) secara rasional mustahil dan merupakan suatu hal yang absurd. Seperti orang yang berkata bahwa sekarang ini malam dan pada saat yang sama ia berkata siang, atau berkata gelap pada saat yang sama ia berkata terang; karena realitas malam dan gelap adalah sesuatu yang berseberangan dengan realitas siang dan terang. Dan sejatinya malam dan gelap bermakna tiadanya siang dan terang. Dan jelas bahwa antara ada dan tiada merupakan sebuah perkara yang tidak dapat dihimpunkan pada satu tempat atau keadaan.

Dalam asumsi soal yang ditanyakan juga harus dikatakan bahwa kecintaan kepada Ali As bersamaan dengan kecintaan kepada para sahabat adalah suatu hal yang tidak bertentangan namun ekspresi rasa suka dan kecintaan kepada Ali As dan penentangnya meski dari golongan sahabat; secara sederetan dan sejajar pada saat yang sama bagaimana dapat diwujudkan? Apakah kecintaan kepada dua ide dan gagasan yang masing-masing bertolak belakang dapat diwujudkan?

Jawaban Detil

Sesuai dengan kaidah-kaidah pasti ilmu logika, mengerjakan secara berketerusan segala sesuatu yang memiliki kemungkinan menyelamatkan dan menguntungkan; akan mengakibatkan terkesampingkannya atau terkuburnya kemungkinan kecelakaan dan kerugian. Misalnya seseorang yang tidak tahu bahwa pada waktu Dhuhur hari Jum'at, apakah yang wajib baginya mengerjakan shalat Jum'at atau shalat Dhuhur? Karena itu, untuk memahami hukum hakiki Allah Swt dan mengerjakan apa yang menjadi penyebab keselamatan; maka ia mengerjakan keduanya. Artinya di samping ia mengerjakan shalat Jum'at ia juga menunaikan shalat Dhuhur.

Perbuatan logis ini adalah apa yang disebut dalam kaidah fikih sebagai "ashalat al-Ihtiyath"[1] dan terkuburkannya adanya kemungkinan kerugian atau kecelakaan. Sebuah kerugian yang mungkin timbul karena tidak mengamalkan apa yang menjadi tuntutan hukum hakiki Tuhan.

Hal ini diterapkan tatkala dua perkara yang menjadi obyek perhatian tidak bertentangan secara esensial, keduanya tidak berseberangan baik secara umum (dhed 'âm) atau pun secara khusus (dhed khâs).

Namun apabila demikian adanya; dan terdapat pertentangan dan kontradiksi secara hakiki di antara dua perkara; maka menghimpun keduanya merupakan suatu perkara mustahil dan absurd. Karena asas keberadaan salah satu dari dua hal ini adalah menafikan wujud yang lainnya. Misalnya seseorang berkata, ia mengetahui bahwa jihad itu adalah sesuatu yang diwajibkan. Namun ia berada pada satu kondisi, karena pengaruh propaganda palsu politik, ia tidak mengetahui pihak yang benar. Orang seperti ini tidak dapat sampai pada level yakin untuk mengamalkan hukum pasti jihad, setengah hari ia berperang untuk pihak "A" dan bertempur menghabisi pihak "B" dan setengah hari lainnya ia bertempur membela pihak "B" dan menyerang pihak "A".

Karena kendati ia, sesuai dengan asumsi di atas, yakin bahwa ia menghunus pedang di pihak yang benar; akan tetapi penentanganya terhadap pihak yang benar dan keikutsertaannya pada pihak yang batil juga merupakan keyakinannya. Jelas keduanya bertentangan satu dengan yang lain.

Dalam menjawab pertanyaan yang diajukan di atas harus dikatakan bahwa apa gambaran Anda terhadap fikih Maliki dan fikih Alawi (Ja'fari)? Apabila gambaran Anda terhadap fikih Alawi (Ja'fari) sebagaimana yang diyakini Imam Malik bin Anas maka jawabannya akan berbeda dan apabila tidak demikian maka tentu jawabannya juga akan berbeda lagi.

Imam Malik sebagaimana orang-orang Syiah menerima Imam Ali As sebagai Amirul Mukminin dan Imam kaum Muslimin. Dalam sebuah syair yang disandarkan kepadanya disebutkan"

"Âli 'Ali Syi'atu al-Rahman"[2] (Keluarga Ali adalah Syiah Allah)

Ia juga dalam tafsir ayat "wa man Yuthi'I Allah…" berkata:

"Syuhada yaitu Ali (bin Abi Thalib) Ja'far (Thayyar) Hamzah (paman Nabi Saw) Hasan dan Husain Alahimussalam, karena mereka adalah para pemimpin syuhada."[3]

Ekspresi kecintaan Malik bin Anas terhadap Ali As tidak terbatas pada Imam Ali semata namun juga kepada keluarga Ali As dan memandang mereka sebagai orang-orang pilihan Tuhan. Karena itu terkait dengan Imam Shadiq As, Malik bin Anas berkata: "Mataku tidak pernah melihat orang yang lebih utama dari Ja'far bin Muhammad As dalam zuhud, ibadah dan ketakawaan."[4]

Imam Malik bin Anas menambahkan bahwa dia memuji Imam Ali As; membenci orang-orang yang membencinya dan mencintai orang-orang yang mencintainya. Ia mencela orang-orang yang melakukan ijtihad tidak sejalan dan berkebalikan dengan metode fikihnya. Karena itu, terkait dengan Abu Hanifah berkata:

"Tiada orang yang dilahirkan dalam Islam yang banyak merugikan kaum Muslimin melebihi (apa yang dilakukan) Abu Hanifah."[5]

Dengan demikian, dengan memperhatikan ucapan-ucapan Imam Malik, maka harus dikatakan bahwa fikih Maliki menentang metode dan asas yang menentang orang-orang yang memusuhi Ali As. Dari sisi lain, pada awal pembahasan kami sebutkan bahwa dengan menyatukan segala sesuatu yang sejalan dan sepadan akan mengurangi resiko kesalahan dan memperbesar kemungkinan untuk sampai kepada hakikat.

Akan tetapi berkenaan dengan perkara kontradiktif secara logis, sejatinya menyatukan dua hal (kontardiktif ini) adalah suatu hal yang mustahil, apatah lagi menjadi penyebab petunjuk dan pemandu manusia.

Untuk menjelaskan lebih jeluk permasalahan kontradiksi ini, kiranya di sini perlu kami menyebutkan sebuah contoh. Kita akui dan telah menerima bahwa dua hal ini merupakan dua hal yang kontradiktif. Misalnya seseorang berkata bahwa sekarang adalah malam juga pada saat yang sama ia berkata bahwa sekarang adalah siang. Maka hasil dari dua ucapan yang kontradiktif ini adalah bukan siang juga bukan malam. Karena realitas siang adalah sebuah realitas yang menafikan realitas malam. Atau dengan kata lain, malam adalah tiadanya siang.

Yang menjadi obyek pertanyaan termasuk dari jenis yang sama. Artinya kendati kecintaan kepada Ali As dan kepada para sahabat tidak berseberangan satu dengan yang lain[6] namun ekspresi rasa suka dan kecintaan hati kepada Ali As dan para penentangnya meski para sahabat, pada saat yang sama; sederetan dan sejajar bagaimana dapat dihasilkan? Apakah kecintaan kepada dua dan gagasan yang saling bertolak belakang dapat disatukan? Hal ini merupakan sebuah kenyataan yang diulang-ulang dan ditegaskan oleh Imam Ali As; sesuatu yang dicari-cari oleh para penentangnya.[]

 

Sumber telaah dan rujukan:

1.       Raudah al-Wâ'izhin, Muhammad bin Fatal al-Naisaburi (wafat 508 H), Mansyurat al-Radhi, Qum

2.       Manâqib Âli Abi Thalib, Ibnu Syahr Asyub, Capkhane Haidariyah, Najaf, 1956 M.

3.       Târikh Baghda aw Madinat al-Islâm, Abi Bakar Ahmad bin al-Khatib al-Baghdadi, Tahqiq Mustafa 'Abdulqadir, Nasyr Muhammad Baidhun, cetakan pertama, 1417 H.

4.       Al-Mujiz fii Ushul al-Fiqh, Syaikh Ja'far Subhani, Nasyr-e Muassasah Imam Shadiq As, cetakan kedua, 1420 H.



[1]. Al-Mujiz fi Ushul al-Fiqh, hal. 343.

[2].Raudah al-Wâ’izhin, hal. 187.

[3].Manâqib ‘Ali Abi Thalib, jil. 2, hal. 283.

[4].Raudah al-Wâ’izhin, hal. 401.

[5].Târikh Baghdâdi, jil. 13, hal. 396.  

[6]. Silahkan lihat, Indeks: Sahabat dalam pandangan Syiah. Soal No. 1015 (Site: 1167)

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    259830 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    245598 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    229503 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214290 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    175599 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    170980 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    167398 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    157458 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140310 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133538 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...