Advanced Search
Hits
17716
Tanggal Dimuat: 2011/10/22
Ringkasan Pertanyaan
Apa makna adagium etika yang berasaskan agama?
Pertanyaan
Menurut Anda apa artinya adagium yang menyatakan bahwa etika berasakan agama sebagai bandingan dari etika tanpa agama (ethics without religion)? Tolong jelaskan pandangan orang-orang yang menganggap bahwa etika dan moralitas itu harus berasakan agama?
Jawaban Global

Pada pembahasan tentang hubungan antara etika dan agama terdapat dua pandangan universal sekaitan dengan paradigma-paradigma nilai-nilai etika sebagaimana berikut:

1.    Etika adalah sebuah urusan independen dari agama dan tidak ada sangkut pautnya dengan agama.

2.    Etika tidak akan pernah terealisir jika tidak berhubungan dengan agama, iman dan keyakinan kepada Tuhan.

 

Pembahasan ini mengemuka secara luas pada masyarakat Barat dan latar belakang sejarahnya dapat ditelusuri hingga pada masa gejolak yang terjadi pada masa Renaissance. Sebelum Renaissance, agama yang berkembang pada masa itu adalah agama Kristen yang mendominasi seluruh dimensi kehidupan masyarakat ketika itu seperti dimensi pengetahuan, kebudayaan, sosial, etika dan dimensi-dimensi lainnya.  Seiring dengan kekalahan gereja dalam pelbagai panggung kehidupan, masyarakat juga mulai merasa muak terhadap agama dan kecendrungan beragama.  Alih-alih condong kepada Tuhan, mereka malah lebih cenderung kepada manusia (baca: humanisme). Pelan tapi pasti, pemikiran ini semakin menguat dan merajalela dengan mentasbihkan sebuah tekad bahwa kita dapat memunculkan wacana etika tanpa agama.

Sebagai kebalikannya, sebagian lain menekankan bahwa etika tidak dapat dilepaskan dari agama dan meyakini bahwa etika tidak akan dapat terealisir tanpa agama.

Dalam mengelaborasi pembahasan etika yang berasaskan agama kiranya kita perlu mengingat poin ini bahwa ketika kita ingin menunjukkan satu sistem etika maka hal itu mengikut pada satu pandangan dunia tertentu yang menerima sistem etika tersebut. Dan kita tahu bahwa sesuai dengan pandangan dunia agama, kesempurnaan manusia terletak pada sampainya manusia kepada Tuhan dan taqarrub ilaLlâh (kedekatan di sisi Allah).

Dengan pendekatan praktis pandangan dunia ini adalah pandangan dunia moral yang membantu manusia meraih tujuan ini. Nah dengan menerima prinsip ini, kini kita harus melihat bahwa manusia yang berada pada jalur kesempurnaan dan boleh jadi pada tingkatan-tingkatan permulaan kesempurnaan ini, apakah ia menguasai secara sempurna terhadap lintasan yang harus dilalui? Apakah, terkait dengan pemberian petunjuk dan sistem etika yang akan menyampaikannya kepada tujuan ini, ia memiliki kemandirian dan tidak memerlukan panduan?

Jelas bahwa apabila tujuan manusia adalah sampai kepada Tuhan maka etikanya juga harus etika Ilahiah. Tentu saja ia akan membuntuhkan prinsip etika atau pun pada hal-hal partikular yang berasal dari sumber-sumber revelasional dan Ilahi (baca: agama).

Namun kita harus mengingat poin ini bahwa yang dimaksud dengan etika yang berasaskan agama bukanlah bertautan dengan baik dan buruknya segala sesuatu, etis atau non-etisnya perbuatan-perbuatan manusia yang bersumber dari perintah dan larangan Ilahi. Yang dimaksud dengan etika yang berasaskan agama bahwa baik dan buruk esensial, pada kebanyakan perkara harus dikenal melalui penjelasan Syari’ (Allah Swt) dan kita tidak dapat memandang seluruh hal partikularnya memiliki kemandirian.

Jawaban Detil

Etika atau akhlak merupakan sebuah terma yang digunakan pada bahasa seluruh masyarakat dunia. Namun faktanya adalah bahwa etika dan akhlak ketika ingin didefinisikan merupakan salah satu terma yang paling pelik dan paling kabur definisinya.

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ilmuan dan ulama terkait dengan definisi etika. Mengingat setiap pandangan, baik dari sudut pandang filsafat, agama, sosial dan lain sebagainya   mengemukakan definisi tertentu sehubungan dengan etika dan perbuatan etis   berdasarkan pandangan dunia yang dianutnya.

Namun dalam makalah ini ada baiknya kita menyinggung dua pandangan universal terkait dengan etika dan paradigm a nilai-nilai moral yang menyoroti masalah hubun   gan antara agama dan etika. Dua pandangan ini adalah sebagai berikut:

1.     Pandangan yang menyatakan bahwa e tika adalah sebuah urusan independen dari agama dan tidak ada sangkut pautnya dengan agama.

2.     Pandangan yang menyatakan bahwa e tika tidak akan pernah terealisir jika tidak berhubungan dengan agama, iman dan keyakinan kepada Tuhan .

 

Latar Belakang Persoalan

Masalah h ubungan agama dan etika pada masyarakat Islam kurang begitu mendapat perhatian. Boleh jadi alasannya adalah karena tersebarnya maarif Islam secara luas pada komunitas Islam . M embahas masalah-masalah seperti ini dan apa hubungan antara agama dan akhlak, yang mana yang memiliki prinsipalitas, tidak diragukan lagi dan tidak menjadi pertanyaan . Demikian juga, tidak begitu mengandung subyek persoalan sehingga harus dibahas dan dikaji.

Berkebalikan dengan masyarakat Barat, pembahasan ini mengemuka secara luas dan memiliki latar belakang sejarah yang panjang yang dapat ditelusuri hingga pasca Renaissance. Karena masa sebelum Renaissance agama yang menyebar adalah agama Kristen dan mendominasi seluruh dimensi hidup masyarakat Eropa seperti dimensi pengetahuan, kebudayaan, sosial, akhlak dan dimensi-dimensi lainnya. Seiring dengan tumbangnya peran dominan gereja pada pelbagai panggung kehidupan, bersamaan dengan itu, masyarakat mulai merasa muak terhadap agama dan pelbagai kecendrungan beragama.

A ih-alih condong kepada Tuhan, mereka malah lebih mengandrungi humanisme yang menjadikan manusia sebagai sentral dan poros perhatiannya. Pelan tapi pasti, pemikiran ini semakin menguat dan merajalela hingga pada abad-abad belakangan . Akhirnya mereka secara resmi mengemukakakan persoalan etika tanpa Tuhan. Namun tetap dapat dijumpai kecendrungan sebaliknya. Terdapat sebagian orang menyatakan sikap, baik dari kalangan Kristen dan non-Kristen , dan berkukuh bahwa etika mustahil dapat terealisir tanpa agama. [1]

 

Etika berasas pada Agama

Dalam mengelaborasi pembahasan etika yang berasaskan agama kiranya kita perlu mengingat poin ini bahwa satu sistem etika senantiasa mengikut pada satu pandangan dunia tertentu . Dan kita tahu bahwa sesuai dengan pandangan dunia agama, puncak kesempurnaan manusia telah didefinisikan secara khusus . Dalam pandangan dunia agama, perbuatan etis adalah sebuah perbuatan yang menghantarkan manusia kepada Tuhan. Sesuai dengan pandangan dunia agama, kesempurnaan manusia terletak pada sampainya ia pada Tuhan. Dengan demikian, sebuah perbuatan akan menjadi etis dan ber moral tatkala dapat membantu manusia untuk sampai pada tujuan ini.

Dengan menerima prinsip ini, kini kita harus melihat bahwa manusia yang berada pada jalur kesempurnaan dan boleh jadi pada tingkatan-tingkatan permulaan kesempurnaan ini, apakah ia menguasai secara sempurna terhadap lintasan yang harus dilalui? Apakah , terkait dengan pemberian petunjuk dan sistem etika yang akan menyampaikannya kepada tujuan ini , ia memiliki kemandirian dan tidak memerlukan panduan?

Jelas bahwa apabila tujuan manusia adalah untuk sampai kepada Tuhan maka etikanya haruslah etika Ilahi. Dalam meralisir tujuan ini, tentu saja manusia akan membuntuhkan prinsip etika atau pun pada hal-hal parti k ular yang berasal dari sumber-sumber revelasional dan Ilahi (baca: agama) . Tatkala prinsip etika yang dianutnya adalah etika tanpa Tuhan dan etika yang dianut adalah etika humanis, maka tidak ada kejelasan dan jaminan apakah asas tersebut akan menghantarkannya sampai kepada Tuhan atau hanya dapat memenuhi seluruh keinginan manusia itu sendiri.

Karena itu, klaim kemandirian akal ,   itu pun akal ego sentris dan pragmatis dalam membangun fondasi akhlak yang benar dan hakiki – dari sudut pandang bahwa tujuan manusia adalah sampai kepada Tuhan – tidak akan dapat diterima.

Adapun untuk membangun fondasi etika humanisme yang mencari kesempurnaan manusia dan terlepas dari masalah-masalah Ilahi, sama sekali tidak memerlukan agama, bahkan dari sudut pandang ini, maka boleh jadi kebanyakan proposisi etika-religius akan bernilai nihil dan tanpa makna.

Dengan demikian , orang-orang yang mengklaim etika tanpa agama dan Tuhan, mau-tak-mau, sadar-tidak-sadar, telah menempatkan sumber etika pada jiwa manusia yang terbatas . B ukan aku sebagai manusia unggul, pencari Tuhan, dan bukan akal yang mencari kesempurnaan; karena akal terunggul senantiasa disertai dengan wahyu dan mengambil sinar dari cahaya nya . Berbeda dengan akal pragmatis dan serba duniawi yang telah sampai pada tingkat kenihilan . Bagi mereka yang masih berada dalam polemi k   membangun fondasi etika tanpa Tuhan juga akan bernasib yang sama yaitu terbenam dalam kenihilan.

Ucapan terkenal Fyodor Dostoyevsky yang menyatakan bahwa, “Sekiranya tiada Tuhan maka segala sesuatunya boleh dilakukan” [2] sejatinya tengah menyinggung realitas yang disebutkan bahwa sekiranya manusia tanpa identitas Ilahiah dalam melakukan perbuatan moral dan etis maka hal itu tidak akan memunculkan motivasi untuk melakukan perbuatan moral.   S esuai dengan standar moral yang memiliki kehakikian sendirinya menunjukkan bahwa intensitas identitas Ilahiah dan agamis sangat kental dan penuh warna dalam diri manusia. I dentitas Ilahiah ini tidak akan terealisir tanpa ber hubungan dengan Tuhan.

Karena itu, etika yang bersandar pada agama berseberangan dengan pandangan etika tanpa Tuhan  dan humanism e. Sejatinya, etika tanpa agama tidak hanya tidak dapat digambarkan ia juga tidak dapat terealisir dalam dunia nyata. Terlepas apakah prinsip etika atau pun pada hal-hal partikularnya itu terinspirasi dari wahyu.

Namun kita harus mengingat poin ini bahwa yang dimaksud dengan etika yang berasaskan agama bukanlah bertautan dengan baik dan buruknya segala sesuatu, etis atau non -etisnya perbuatan-perbuatan manusia yang bersumber dari perintah dan larangan Ilahi . Y ang dimaksud dengan etika yang berasaskan agama bahwa baik dan buruk esensial, pada kebanyakan perkara harus dikenal melalui penjelasan Syari’ (Allah Swt) dan kita tidak dapat memandang seluruh hal partikularnya memiliki kemandirian. Karena itu, peran wahyu di sini berada pada tataran itsbat (pembuktian) bukan pada tingkatan tsubut   (realitas, ketetapan) . [3] [IQuest]

 

Beberapa Indeks Terkait:

Agama dan Manusia, 226 (Site: 2128)

Agama dan Kebudayaan, 6341 (Site: 6525)

Peran Sumber-sumber Agama dalam Masalah Etika, 562 (Site: 615)



[1] . Muhammad Taqi Misbah Yazdi, Durûs Falsafah Akhlâq, hal. 195, Intisyarat-e Itthila’at, Teheran, 1376 S.  

[2] . Murtadha Muthahari, Falsafah Akhlaq, hal. 195, Intisyarat-e Shadra, Teheran, 1381 S.  

[3] . Durûs Falsafah Akhlâq,   hal. 170.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    259834 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    245601 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    229507 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214293 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    175603 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    170983 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    167401 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    157465 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140313 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133542 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...