Advanced Search
Hits
20996
Tanggal Dimuat: 2010/11/08
Ringkasan Pertanyaan
Siapakah yang pertama kali menjadi mujtahid? Dan sebelum mencapai derajat ijtihad kepada siapakah ia bertaklid?
Pertanyaan
Siapakah yang pertama kali menjadi mujtahid? Dan sebelum mencapai derajat ijtihad kepada siapakah ia bertaklid?
Jawaban Global

Dalam agama Islam ijtihad merupakan salah satu tema penting dan memiliki latar belakang historis. Dalam perspektif Syiah, ijtihad mulai berkembang pada masa para Imam Maksum As di kalangan para sahabat mereka. Semangat dan praktik ijtihad tersebut telah memunculkan banyak perubahan dan kemajuan dalam Syiah. Rasulullah Saw mengutus sebagian sahabat seperti Mush’ab bin Umair dan Muadz bin Jabal ke negeri-negeri sekitar untuk berdakwah dan mengajarkan hukum-hukum agama. Rasulullah Saw bersabda, “Jauhilah mengeluarkan fatwa tanpa ilmu yang dapat mengundang laknat para malaikat.”

Perkara ini mengindikasikan bahwa memberikan fatwa dari mufti dan juris (fakih) dan konsekuensinya taklid dan mengikuti fatwa tersebut dari sisi masyarakat juga telah mengemuka pada masa Rasulullah Saw. Merujuk kepada fakih pasca wafatnya Rasulullah Saw terus berlanjut sebagaimana sebelumnya hingga mencapai zaman keemasannya dan bersemi pada masa Imam Baqir As dan Imam Shadiq As.

Tidak terbilang juris yang digembleng dan dididik pada madrasah dua imam besar ini. Di antara juris tersebut adalah Abu Bashir, Yunus bin Abdurrahman dan Aban bin Taghlib.

Pada masa para Imam Maksum As karena mudahnya akses kepada para Imam Maksum dan terbatasnya masalah-masalah yang dihadapi, masyarakat dapat bertanya langsung kepada mereka. Dan sejatinya sebelum seseorang mencapai derajat ijtihad, ia bertaklid kepada para Imam Maksum As. Namun pada masa-masa itu sendiri para Imam Maksum As juga yang memberikan izin kepada beberapa orang alim untuk melakukan praktik ijtihad dan mengeluarkan fatwa.

Jawaban Detil

Syiah menerima ijtihad yang bermakna inferensi (istinbâth) hukum-hukum syariat dari nash-nash, lahiriyah al-Qur’an dan Sunnah. Jenis ijtihad semacam ini telah menyebar semenjak masa Imam Maksum As di kalangan para sahabat para imam. Bahkan pada masa Rasulullah Saw sendiri ijtiihad telah dipraktikan oleh sebagian sahabat Rasulullah Saw. Misalnya Rasulullah Saw mengutus sebagian sahabat seperti Mush’ab bin Umair dan Muadz bin Jabal untuk pergi ke daerah-daerah sekitar melakukan dakwah dan mengajarkan hukum-hukum agama. Rasulullah Saw bersabda, “Hindarilah mengeluarkan fatwa tanpa ilmu yang dapat mengundang laknat para malaikat (ke atas kalian).”[1]

Perkara ini mengindikasikan bahwa memberikan fatwa dari mufti dan juris (fakih) dan konsekuensinya taklid dan mengikuti fatwa tersebut dari sisi masyarakat juga telah mengemuka pada masa Rasulullah Saw. Merujuk kepada fakih pasca wafatnya Rasulullah Saw terus berlanjut sebagaimana sebelumnya hingga mencapai zaman keemasannya dan bersemi pada masa Imam Baqir As dan Imam Shadiq As.

Tidak terbilang juris yang digembleng dan dididik pada madrasah dua imam besar ini.[2] Mereka menyebar di kota-kota dengan maksud menghidupkan dan mengjarkan hukum-hukum agama. Banyak masyarakat yang dahaga akan pengetahuan-pengetahuan dan hukum-hukum Ilahi yang bermukim di tempat yang jauh dari para Imam Maksum mendatangi murid-murid dua imam besar itu dan bertanya tentang masalah-masalah yang dihadapi kepada mereka. Dengan perantara murid-murid ini masyarakat melepaskan dahaganya dari samudera ilmu para Imam Maksum As yang tidak terbatas. Inilah yang disebut seabgai taklid dan dilakukan oleh masyarakat ketika itu. Berikut ini beberapa contoh dari praktik taklid dan ijtihad yang dilakukan masyarakat pada masa para Imam Maksum As:

1.     Imam Baqir As bersabda kepada Aban bin Taghlib: “Duduklah di masjid Madinah dan berikanlah fatwa untuk masyarakat. Karena aku suka orang-orang sepertimu di kalangan Syiahku.”[3]

2.     Muadz bin Muslim, salah seorang sahabat Imam Shadiq As, tanpa mendapatkan izin dari imam memberikan fatwa di masjid Jami’. Tatkala berita ini sampai kepada Imam Shadiq As, beliau memotivasi dan menyokongnya."[4]

3.     Syu’aib ‘Aqrqauqi berkata, “Saya berkata kepada Imam Shadiq As: “Terkadang kami ingin bertanya dan memecahkan masalah agama yang kami hadapi (dan kami tidak memiliki akses kepada Anda karena kejauhan atau [Anda] berada dalam kondisi taqiyyah..) Katakanlah kepada siapa kami harus merujuk dan menerima ucapannya? Imam Shadiq As menjawab, “’Alaikum bil Asadi ya’ni Aba Bashir” (Engkau dapat merujuk kepada Abu Bashir).[5]

4.     Hasan bin Ali Yaqtin berkata, “Aku berkata kepada Imam Ridha As, “Saya tidak dapat bertanya kepada Anda (secara langsung) ketika berhadapan dengan setiap persoalan agama yang saya hadapi. Apakah Yunus bin Abdurrahman itu orang tsiqah (dapat dipercaya) dan jujur dan saya dapat menerima jawaban terhadap masalah-masalah agama yang saya hadapi? Imam Ridha As bersabda, “Iya.”[6]

5.     Imam Mahdi Ajf dalam tauqi’-nya (surat yang ditandatangi) yang terkenal itu menulis kepada Ishaq bin Ya’qub, sebagai sebuah kaidah umum, seperti ini:

“Dalam pelbagai peristiwa yang terjadi maka merujuklah kepada para perawi hadis kami (para juris) mereka adalah hujjahku bagi kalian dan aku adalah hujjah Tuhan bagi mereka.”[7]

 

Berdasarkan tauqi’ ini dan beberapa riwayat lainnya menguatkan masalah merujuk kepada juris (fakih) pada masa ghaibat kubra dan memunculkan dua terma “ijtihad” dan “taklid.” Para juris dan mujtahid jâmi’ al-syarâit (memiliki pelbagai persyaratan) memikul tanggung jawab untuk menjawab dan mengeluarkan fatwa bagi setiap persoalan kekinian yang dihadapi masyarakat dan mengisi kekosongan serta memberikan solusi atas persoalan tiadanya akses langsung masyarakat kepada para Imam Maksum As. Persoalan ini hingga kini terus berlanjut dan demikian seterusnya. Sebagaimana Syaikh Thusi berkata, “Aku mendapatkan Syiah Imamiyah semenjak masa Imam Ali As hingga kini (abad kelima Hijriah) senantiasa mendatangi para juris mereka dan bertanya tentang hukum-hukum dan ibadah kepada mereka. Para fukaha tersebut memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut dan dengan fatwa para fukaha menunjukkan jalan kepada mereka.”[8]

Karena itu, ijtihad memiliki bentangan sejarah yang panjang semenjak dulu pada masa Imam Maksum As hingga kini di pelbagai Hauzah Ilmiah Syiah. Sebelum itu, masyarakat bertanya langsung kepada para Imam Maksum As terkait dengan pelbagai persoalan yang mereka hadapi. Para Imam Maksum As dalam menjelaskan hukum-hukum syariat kepada masyarakat menjelankan fungsinya sebagai imam. Demikian juga menjelaskan kaidah-kaidah umum dan menjawab pertanyaan-pertanyaan para sahabat dan mengajarkan ihwal bagaimana melakukan istinbâth hukum-hukum khusus dari kaidah umum kepada mereka.[9]

Karena itu, pertama-tama para mujtahid sebelum menggondol derajat ijtihad mereka bertaklid kepada para Imam Maksum As. Pada masa-masa setelah itu, orang-orang yang telah belajar dan memiliki potensi memberikan jawaban kepada masyarakat atas masalah-masalah syariat dengan memanfaatkan ucapan-ucapan dan riwayat-riwayat para Imam Maksum As.

Demikianlah model permulaan ijtihad yang kemudian mengalami perkembangan dan kemajuan. Dan pada sebuah tingkatan pada masa ghaibat, ulama dengan memanfaatkan riwayat yang melimpah dan menerapkan kaidah-kaidah yang mereka pelajari dari para Imam Maksum dalam berhadapan dengan hukum-hukum syariat. Karena seluruh masalah yang dibutuhkan telah terrefleksi dalam riwayat-riwayat para maksum. Pada tingkatan selanjutnya, seiring dengan kemajuan ilmu dan luasnya kebutuhan-kebutuhan yang belum dijelaskan dalam riwayat dan para mujtahid memberdayakan masalah-masalh tersebut dari hal-hal umum dan bersifat mutlak dari ayat-ayat dan riwayat-riwayat. Secara perlahan perkembangan ijtihad hari-demi-hari semakin pelik. Dewasa ini ruang lingkup ijtihad sangat luas dan menjuntai. [IQuest]

 

Untuk telaah lebih jauh Anda dapat merujuk pada sistematika pelbagai pelajaran Kharij Usul Ustad Hadawi Tehrani.[10]



[1]. Wasâil al-Syiah, jil. 27, bab 4 dan 7.  

[2]. Sejarawan menulis Imam Shadiq memiliki empat ribu murid yang datang dari pelbagai penjuru negeri untuk menimba ilmu dari Imam Shadiq As. Silahkan lihat, Haidar Asad, al-Imâm al-Shâdiq wa Madzâhib al-Arba’ah, jil. 1, hal. 69.  

[3]. Wasâil al-Syiah, jil. 17, bab 11.

«اجلس فی مسجد المدینة و افت الناس فانی احب ان اری فی شیعتی مثلک»

[4]. Wasâil al-Syiah, jil. 27, hal. 148.  

[5]. Wasâil al-Syiah, jil. 27, hal. 142.

«ربما احتجنا ان نسأل عن الشی فمن نسأل»

[6].  Ibid. 

«لا اکاد اصل الیک اسألک عن کل ما احتاج الیه من معالم دینی. افیونس بن عبد الرحمان ثقة آخذ منه ما احتاج الیه من معالم دینی فقال نعم»

[7].  Ibid. 

«... و اما الحوادث الواقعة فارجعوا فیها الی رواة حدیثنا فانهم حجتی علیکم و انا حجة الله علیهم»

[8]. Syaikh Thusi, al-Iddat fi Ushûl al-Fiqh, hal. 731. Pursesy-ha wa Pasukha-ye Danesyjuyan, hal-hal. 42,43, 44.  

[9]. Misalnya lihat, Syaikh Thusi, al-Istibshâr, jil. 1, hal. 77-78.

[10].  Kitâb-e Awwal, Falsafe-ye ‘Ilm Ushûl Fiqh, Daftar-e Awwal: ‘Ilm Ushûl az Âghâz tâ Imrûz, hal-hal. 22-38.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    259837 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    245602 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    229508 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214295 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    175603 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    170983 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    167402 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    157469 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140314 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133542 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...