Please Wait
6299
Kefakihan (faqâha) bermakna kapabilitas dalam melakukan inferensi hukum primer syariat dari sumber-sumbernya dan teks-teks agama. Kefakihan merupakan urusan bersama (common) yang dibutuhkan oleh institusi marjaiyyah, peradilan dan wali fakih. Kefakihan pada tiga pos yang berbeda ini memiliki makna yang satu.
Salah satu urusan terpenting seorang marja taklid adalah memperoleh hukum-hukum cabang syariat melalui jalan penalaran dan argumentasi dari sumber-sumbernya dan menempatkannya sebagai fatwa untuk dijalankan oleh para mukallidnya.
Taklid kepada seorang marja taklid bermakna merujuknya seorang non-ahli kepada seorang ahli. Atau merujuknya seorang pandir kepada seorang pandai yang berkenaan dalam urusan hukum-hukum jurisprudensial. Adapun sehubungan dengan subyek-subyek yang tidak memerlukan inferensi dan penalaran di dalamnya mukallaf tidak diwajibkan untuk bertaklid.
Salah satu contoh dalam masalah ini adalah melihat awal bulan (rukyat hilal). Rukyat hilal karena termasuk dari subyek-subyek partikular maka hal itu tidak berada dalam ruang lingkup tugas marja taklid.
Salah satu tugas terpenting wali fakih, di samping tugas sebagai seorang marja taklid, seperti kefakihan, juga mengatur masyarakat berdasarkan standar-standar dan nilai-nilai Islam. Seorang wali fakih dapat menghukum berdasarkan timbangan-timbangan dalam masyarakat dan semua wajib mematuhi hukum pemerintahan (hukm hukûmati) yang dikeluarkan oleh wali fakih.
Karena itu, meski melihat awal bulan semata-mata bukan urusan pemerintahan dan dengan kesaksian beberapa orang adil atau kemantapan hati seorang manusia dan hal-hal lainnya yang telah disebutkan dalam Taudhih al-Masâil, awal bulan juga dapat ditetapkan dan dapat dijadikan sebagai sandaran pengamalan, namun menghukumi awal bulan secara resmi berada dalam cakupan tugas seorang wali fakih.
Para pemimpin agama terkadang melontarkan pandangan, pendapat, fatwa mengingat mereka adalah para ahli, pakar dan spesialis dalam urusan-urusan agama. Terkadang sebagai pemimpin dan imam umat mengeluarkan beberapa instruksi.
Rasulullah Saw memiliki kedua sisi tugas, di samping menjelaskan hukum-hukum syariat Ilahi dan juga mengeluarkan instruksi-instruksi sosial-politik, seperti perintah jihad dan mengumumkan perdamaian. [i] Hal ini juga berlaku pada para Imam Maksum As.
Namun hal ini pada masa okultasi mayor (ghaibat al-kubra) dipikul oleh para juris yang mengemban tugas memberikan petunjuk dan menjelaskan hukum-hukum Ilahi. Tentu saja sebagian urusan ini disertai dengan beberapa kesulitan. Pada masa kini, masyarakat dalam pelbagai masalah fikih seperti shalat, puasa, haji, zakat, khumus dan lain sebagainya, ibadah dan muamalah secara umum diselesaikan dengan merujuk kepada para juris dan fakih untuk menunaikan taklif dan mengamalkan hukum-hukum syariat. Para juris tidak terlalu berat memikul tugas ini.
Problem masyarakat dalam sebagian urusan sosial-politik seperti menegakkan hukum-hukum Ilahi (hudud), menunaikan shalat Jum’at, Idul Fitri dan Idul Qurban, mengumumkan jihad dan perdamaian, menerima setoran-setoran syar’i, membentuk pemerintahan dan selaksa masalah-masalah sosial-politik lainnya.
Sebagian orang berpikir bahwa urusan ini seperti hukum-hukum syariat fikih akan dapat terselesaikan dengan bertaklid kepada salah seorang marja taklid. Namun apakah masalah-masalah seperti mengumumkan hari pertama bulan Ramadhan, hari raya Idul Fitri dan Idul Qurban, dan lain sebagianya, adalah seperti kewajiban shalat dan penjelasan hukum-hukum jurisprudensial?
Jawaban dari pertanyaan ini akan menjadi jelas dengan mencermati beberapa hal berikut ini:
A. Tugas dan Kedudukan Marja Taklid:
Tugas terpenting marja taklid adalah: memikul tugas kemarjaiyahan yang dalam kebudayaan Syiah berjalin berkelindan dengan tugas memberikan fatwa dan wilayah. Dan para marja agung taklid mengemban tugas untuk membimbing umat untuk menjalankan hukum-hukum Ilahi. [ii]
B. Tugas dan Kedudukan Wali Fakih:
Tugas terpenting wali fakih di samping kedudukannya sebagai marja taklid, seperti kefakihan, mengatur masyarakat berdasarkan pakem-pakem dan nilai-nilai Islam. [iii] Ia juga dapat mengeluarkan hukum berdasarkan kemaslahatan di tengah masyarakat. Hukum-hukum pemerintahan yang dikeluarkan wali fakih bersifat wajib bagi semua. [iv]
Harap dicamkan bahwa pengeluaran hukum pemerintahan (yaitu menciptakan sebuah instruksi dari sisi penguasa tentang satu hukum syariat atau wadh’i atau subyek hukum syariat dan wadh’i dalam masalah khusus [v] dan hukum seperti ini sangat berguna dan berpengaruh untuk menjaga negeri Islam dan sistem sosial-politik kaum Muslimin. Wali fakih dalam hal ini dapat mengeluarkan dan menetapkan hukum, sesuai dengan identifikasinya, hukum primer atau sekunder, dalam frame hukum-hukum pemerintahan) [vi] tidak dapat berjumlah banyak dan mengandung banyak perbedaan. Karena itu, tugas semacam ini berada di pundak penguasa Islam (wali fakih). Berbeda dengan hukum-hukum syariat jurisprudensial yang dapat berjumlah banyak dan tersedia ruang untuk mengungkapkan ragam pandangan dan fatwa.
Hukum Melihat Bulan (Rukyat Hilal)
Pemilik kitab Jawahir al-Kalam, yang termasuk salah seorang penyokong konsep wilayah umum fakih, dengan memperhatikan beberapa riwayat, batasan pengeluaran hukum dan instruksi fakih adil tidak terbatas pada tugas peradilan dan menyelesaikan pertikaian. Abu al-Hasan Isfahani menegaskan bahwa melihat awal bulan (rukyat hilal) juga merupakan salah satu tugas seorang wali fakih. [vii]
Dalam disiplin ilmu Fikih, pendapat fakih dan marja taklid, tidak disebutkan hal-hal dan kriteria-kriteria penetapan awal bulan. Ucapan seorang fakih dan marja taklid (qua fakih dan mufti) tidak memiliki pengaruh. Dalam ilmu Fikih disebutkan bahwa salah satu hal yang digunakan untuk menetapkan awal bulan adalah hukum penguasa Islam (wali fakih). [viii]
Karena itu, meski melihat awal bulan semata-mata bukan urusan pemerintahan, kesaksian beberapa orang adil atau kemantapan hati seorang manusia dan hal-hal lainnya yang telah disebutkan dalam Taudhih al-Masail, awal bulan juga dapat ditetapkan dan dijadikan sandaran pengamalan namun menghukumi dan mengumumkan masuknya awal bulan secara resmi berada dalam cakupan tugas seorang wali fakih.
Jawaban Ayatullah Mahdi Hadawi Tehrani (Semoga Allah Swt Melanggengkan Keberkahannya) adalah sebagai berikut:
Yang mengeluarkan hukum awal bulan merupakan salah satu tugas wilâi (berurusan dengan wewenang wilayah fakih) dan berhubungan dengan wali fakih. [IQuest]
Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat beberapa indeks terkait berikut ini:
1. Indeks: Keharusan Rukyat Hilal pada Bulan Ramadhan, Pertanyaan 5971 (Site: 6158).
2. Indeks: Rukyat Hilal dengan Mata Telanjang dalam Pandangan Pemimpin Agung Revolusi, Pertanyaan 8966 (Site: 9028).
3. Indeks: Penetapan Awal Bulan dengan Melihat Hilal dengan Menggunakan Teleskop, Pertanyaan 6153 (Site: 6285).
4. Indeks: Wilayah Fakih dan Marjaiyyah, Pertanyaan 14133, (Site: 13906).
[i] . Silahkan lihat, Mahdi Hadawi Tehrani, Wilâyat wa Diyânat, hal. 138, Muassasah Farhanggi Khane-ye Kherad, Cetakan Kelima, 1389 S.
[ii] . Ibid , hal. 141.
[iii] . Wilâyat wa Diyânat , hal. 141.
[iv] . Wilâyat wa Diyânat , hal. 121-122; Taudhih al-Masâil, al-Muhassyâ li al-Imâm al-Khomeini, jil. 1, hal. 35, Pertanyaan 55 dan hal. 36, Pertanyaan 62.
[v] . Jawâhir al-Kalâm, jil. 40, hal. 100.
[vi] . Diadaptasi dari Pertanyaan 7179 (Site: 7391)
[vii] . Jawâhir al-Kalâm , jil. 40, hal. 100.
[viii] . Shirat al-Najâh (al-Muhassyâ), hal. 193; Soal wa Jawab, hal. 120; Taudhih al-Masâil, al-Muhassyâ li al-Imâm al-Khomeini, jil. 1, hal. 959-961, terkait Masalah 1730 dan 1731.