Kebanyakan marja agung taklid berkata, “Seseorang yang bukan pekerjaannya melakukan perjalanan meski ia melakukan perjalanan-perjalanan berkesinambungan maka ia harus meng-qashar shalatnya.[1]
Namun demikian kami telah mengajukan pertanyaan ke beberapa Kantor Marja Agung Taklid dan jawabannya sebagaimana berikut ini:
Kantor Hadhrat Ayatullah Agung Khamenei Muddazhilluh al-‘Âli:
Berdasarkan asumsi pertanyaan yang diajukan apabila pekerjaannya bukan musafir maka ia harus meng-qashar shalatnya.
Kantor Hadhrat Ayatullah Agung Siistani Muddazhilluh al-‘Âli:
Apabila setiap pekan ia melakukan perjalanan dalam sehari maka ia harus meng-qashar shalatnya di luar negerinya (watan).
Kantor Hadhrat Ayatullah Agung Makarim Syirazi Muddazhilluh al-‘Âli:
Shalatnya adalah shalat qashar.
Pendapat Hadhrat Ayatullah Dr. Mahdi Hadawi Tehrani Dâmat Barâkatuh:
Apabila Teheran merupakan negerinya (watan), berdasarkan konsep yang masyhur di kalangan fukaha, maka ia harus meng-qashar shalatnya di Jamkaran kendati sesuai dengan pendapat yang lebih kuat (aqwâ) jarak yang disebutkan tidak membuat shalatnya harus di-qashar. [IQuest]
[1]. Taudhi al-Masâ’il (Al-Mahsyah lil Imam Khomeini), jil. 1, hal. 706.