Kode Site
fa5312
Kode Pernyataan Privasi
53646
Ringkasan Pertanyaan
Apa yang dimaksud dengan mudhârabah?
Pertanyaan
Apa yang dimaksud dengan mudhârabah?
Jawaban Global
Mudhârabah dalam istilah fikih adalah perjanjian dimana seseorang sebagai pemilik modal memberikan modalnya kepada orang lain untuk dipakai berdagang (membuka usaha), dan keuntungan yang mereka peroleh akan dibagi dua.
Dengan ungkapan yang lebih jelas, mudhârabah diartikan sebagai akad (persetujuan) dan perjanjian di antara dua orang yang melakukan perjanjian (mun’aqid) dan perjanjian tersebut akan berlangsung dimana orang yang memiliki modal memberikannya kepada pihak kedua untuk dipakai (sebagai modal) dalam melakukan usaha dan transaksi. Adapun keuntungan yang diperoleh dari usaha dan transaksi itu akan dibagi di antara dua orang tersebut dengan jumlah yang telah disepakati, dan orang yang memiliki modal tersebut disebut sebagai mâlik (pemilik modal) dan yang melakukan transaksi dan usaha disebut sebagai ‘âmil (wakil atau agen).
Perlu untuk diingat bahwa sebagaimana agama suci Islam memperhatikan ibadah dan persoalan-persoalan yang menyangkut peribadatan, juga memperhatikan ekonomi dan nafkah penghidupan umatnya.
Jelas bahwa inti dari kebahagiaan individu dan masyarakat terletak pada ibadah dan penghambaan kepada-Nya yang menyeluruh dengan melalui pekerjaan dan kegiatan perekonomian. Inti dasar kehormatan dan kemuliaan (izzah) orang-orang Muslim terletak pada hubungan mereka dengan sang Khalik dan juga hubungan dengan sesama manusia, bahkan dalam kebersamaan tersebut hubungan perdagangan, perekonomian secara adil. Sudah sewajarnya ada ayat yang menyatakan:
«رِجالٌ لا تُلْهِيهِمْ تِجارَةٌ وَ لا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَ إِقامِ الصَّلاةِ ِ وَ إيتاءِ الزَّكاة يَخافُونَ يَوْماً تَتَقَلَّبُ فيهِ الْقُلُوبُ وَ الْأَبْصار»
“Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan sholat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari kiamat).” (Qs. al-Nur [24]:37)
Atau pada ayat lainnya, Allah Swt berfirman:
«فَإِذا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَ ابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَ اذْكُرُوا اللَّهَ كَثيراً لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون»
“Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (Qs. al-Jumuah’ [62]:10)
Dalam riwayat disebutkan bahwa barang siapa bangun untuk mencari karunia Allah dan memperoleh rizki halal, maka dia pasti akan memperoleh sedekah dari Allah Swt.[1]
Jelas bahwa tujuan dari mudhârabah adalah mengembangkan perekonomian dan perputaran modal serta menghambat penurunan mata pencaharian, minimnya pekerjaan dan nilai pasar orang-orang Muslim. Tujuan dari mudhârabah adalah memanfaatkan tenaga kerja aktif dan potensial dan menghambat pengangguran serta memberdayakan orang-orang Muslim yang cakap dan trampil.
Tujuan dari mudhârabah adalah menghasilkan keuntungan dan penghasilan yang sesuai hukum Islam dan halal, jauh dari riba dan memakan harta yang haram (akl al-mal bil bathil).
Dalam perjanjian mudhârabah, kerugian ditanggung sang pemilik modal (malik), akan tetapi jika perjanjian tersebut menghasilkan keuntungan, maka akan menjadi pengganti kerugian dengan keuntungan tersebut, dan sebagaimana sang amil akan bertanggung jawab atas seluruh atau sebagian dari kerugian tersebut, sebagaimana mengikut dalil yang lebih jelas menegaskan akan keabsahan syarat mudhārabah.[2]
Mudhârabah adalah sebuah perjanjian yang termasuk dalam uqud jâizah[3] yang memiliki beberapa persyaratan:
Dengan ungkapan yang lebih jelas, mudhârabah diartikan sebagai akad (persetujuan) dan perjanjian di antara dua orang yang melakukan perjanjian (mun’aqid) dan perjanjian tersebut akan berlangsung dimana orang yang memiliki modal memberikannya kepada pihak kedua untuk dipakai (sebagai modal) dalam melakukan usaha dan transaksi. Adapun keuntungan yang diperoleh dari usaha dan transaksi itu akan dibagi di antara dua orang tersebut dengan jumlah yang telah disepakati, dan orang yang memiliki modal tersebut disebut sebagai mâlik (pemilik modal) dan yang melakukan transaksi dan usaha disebut sebagai ‘âmil (wakil atau agen).
Perlu untuk diingat bahwa sebagaimana agama suci Islam memperhatikan ibadah dan persoalan-persoalan yang menyangkut peribadatan, juga memperhatikan ekonomi dan nafkah penghidupan umatnya.
Jelas bahwa inti dari kebahagiaan individu dan masyarakat terletak pada ibadah dan penghambaan kepada-Nya yang menyeluruh dengan melalui pekerjaan dan kegiatan perekonomian. Inti dasar kehormatan dan kemuliaan (izzah) orang-orang Muslim terletak pada hubungan mereka dengan sang Khalik dan juga hubungan dengan sesama manusia, bahkan dalam kebersamaan tersebut hubungan perdagangan, perekonomian secara adil. Sudah sewajarnya ada ayat yang menyatakan:
«رِجالٌ لا تُلْهِيهِمْ تِجارَةٌ وَ لا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَ إِقامِ الصَّلاةِ ِ وَ إيتاءِ الزَّكاة يَخافُونَ يَوْماً تَتَقَلَّبُ فيهِ الْقُلُوبُ وَ الْأَبْصار»
“Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan sholat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari kiamat).” (Qs. al-Nur [24]:37)
Atau pada ayat lainnya, Allah Swt berfirman:
«فَإِذا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَ ابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَ اذْكُرُوا اللَّهَ كَثيراً لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون»
“Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (Qs. al-Jumuah’ [62]:10)
Dalam riwayat disebutkan bahwa barang siapa bangun untuk mencari karunia Allah dan memperoleh rizki halal, maka dia pasti akan memperoleh sedekah dari Allah Swt.[1]
Jelas bahwa tujuan dari mudhârabah adalah mengembangkan perekonomian dan perputaran modal serta menghambat penurunan mata pencaharian, minimnya pekerjaan dan nilai pasar orang-orang Muslim. Tujuan dari mudhârabah adalah memanfaatkan tenaga kerja aktif dan potensial dan menghambat pengangguran serta memberdayakan orang-orang Muslim yang cakap dan trampil.
Tujuan dari mudhârabah adalah menghasilkan keuntungan dan penghasilan yang sesuai hukum Islam dan halal, jauh dari riba dan memakan harta yang haram (akl al-mal bil bathil).
Dalam perjanjian mudhârabah, kerugian ditanggung sang pemilik modal (malik), akan tetapi jika perjanjian tersebut menghasilkan keuntungan, maka akan menjadi pengganti kerugian dengan keuntungan tersebut, dan sebagaimana sang amil akan bertanggung jawab atas seluruh atau sebagian dari kerugian tersebut, sebagaimana mengikut dalil yang lebih jelas menegaskan akan keabsahan syarat mudhārabah.[2]
Mudhârabah adalah sebuah perjanjian yang termasuk dalam uqud jâizah[3] yang memiliki beberapa persyaratan:
- Adanya formula mudhârabah (ijab-qabul)
- Adanya syarat-syarat taklif, seperti berakal, baligh, memiliki hak pilih dalam antara satu dari pemilik modal dan amil nya.
- Menentukan keuntungan sang pemilik modal dan agen yang sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
- Modal dipakai sesuai dengan hukum syar'i.
- Modal yang akan dipakai mudhârabah jelas nilainya.
- Sang "amil" mempunyai kemampuan dalam menjalankan pekerjaannya.
Mudhârabah adalah perniagaan bersih dan diberkati yang telah disepakati dalam Islam. [iQuest]