Kode Site
fa6217
Kode Pernyataan Privasi
57116
Ringkasan Pertanyaan
Apakah onani itu membatalkan puasa?
Pertanyaan
Tatakala saya menunaikan ibadah puasa, apakah apabila saya melakukan onani maka puasa saya batal? Bahkan sekiranya saya sendiri tidak tahu apakah perbuatan ini membatalkan puasa atau tidak?
Jawaban Global
Terdapat sembilan hal yang membatalkan puasa, antara lain:
- Makan dan minum
- Senggama (koitus)
- Istimna (onani atau masturbasi)
- Berdusta atas nama Allah Swt, Rasulullah Saw dan para Imam Maksum As.
- Menyampaikan debu tebal ke tenggorokan
- Membenamkan seluruh kepala ke dalam air
- Tetap dalam keadaan junub, haid dan nifas hingga waktu subuh
- Memasukkan cairan (imalah) ke dalam tubuh
- Muntah dengan sengaja[1]
Karena itu, salah satu dari perkara yang membatalkan puasa itu adalah istimna (onani atau masturbasi). Apabila seorang yang berpuasa melakukan perbuatan istimna dengan sengaja dan mengetahui perbuatan ini, maka di samping puasanya batal, karena telah melakukan perbuatan haram dengan membatalkan puasa, ia juga harus mengerjakan qadha puasa di samping membayar kaffarah jamak.[2] Namun apabila ia tidak tahu bahwa istimna itu membatalkan puasa, hukumnya Anda dapat lihat pada jawaban No. 2668 (Site: 3319) Indeks, Tidak Mengetehui Hal-hal Yang Membatalkan Puasa, yang terdapat pada site Islam Quest ini.
Ayatullah Mahdi Hadawi Tehrani (Semoga Allah Swt Melanggengkan Keberkahannya):
“Puasanya batal, qadha dan kaffarah puasa wajib baginya.”
Link untuk Mengajukan Pertanyaan-pertanyaan Fikih
Untuk telaah lebih jauh silahkan rujuk pada beberapa indeks terkait berikut ini:
- Indeks: Hal-hal Yang Membatalkan Puasa, Pertanyaan 5859 (Site: 6083)
- Indeks: Istimna dan Tips untuk Mengatasinya
- Hukum Istimna dan Jenis-jenisnya.
- Tips untuk Meninggalkan Istimna
- Tips untuk Mengatasi Istimna.
- Istimna pada Kaum Wanita.
- Dalil-dalil Keharaman Istimna
- Perbedaan antara Istimna dan Izidwaj (Menikah)
- Pernikahan, Istimna dan Kerugian Material dan Spiritual.
- Istimna Muncul Akibat Memikirkan Hal-hal Sensual.
[1]. Taudhih al-Masâil (al-Muhassyâ lil Imâm al-Khomeini), jil. 1, hal. 891, Masalah 1572.
[2]. Ibid, hal. 930-931, Masalah 1665. “Apabila seseorang membatalkan puasa dengan sesuatu yang haram, entah sesuatu itu memang haram seperti minum minuman keras dan berzina atau karena alasan tertentu menjadi haram misalnya menggauli istrinya dalam kondisi haidh, (maka) sesuai dengan prinsip ihtiyâth (wajib) kaffarah jamak menjadi wajib baginya; artinya ia harus membebaskan seorang budak dan puasa dua bulan serta mengenyangkan enam puluh orang fakir atau memberikan kepada masing-masing dari mereka sebanyak satu mud (0.75 kg) gandum atau bakal gandum atau roti dan semisalnya. Apabila ketiganya tidak memungkinkan baginya maka salah satu dari ketiga ini yang memungkinkan baginya harus dikerjakan.