Kode Site
fa7359
Kode Pernyataan Privasi
26074
Tema
Dirayah al-Hadits ,سرنوشت حدیث
Tags
Hadis|tsaqalain|Shahih Bukhari
Ringkasan Pertanyaan
Apakah kitab Shahih Bukhâri merupakan kitab standar? Mengapa hadis Tsaqalain tidak disebutkan pada kitab tersebut?
Pertanyaan
Kami melakukan pencarian terkait dengan hadis Tsaqalain dan kami tidak mampu menemukan hadis tersebut pada kitab Shahih Bukhâri. Apakah Shahih Bukhâri merupakan sebuah literatur yang dapat diandalkan dan dipercaya?
Jawaban Global
Dalam pandangan Ahlusunnah, Shahih Bukhari merupakan kitab hadis yang paling standar dan dari sudut pandang Syiah juga menyatakan kebanyakan riwayat-riwayatnya memiliki kemiripan secara lafzi atau maknawi dengan hadis-hadis Syiah sehingga dengan demikian dapat dijadikan sandaran.
Akan tetapi hal ini tidak bermakna bahwa apabila sebuah riwayat tidak terdapat dalam Shahih Bukhâri maka riwayat tersebut tidak dapat diandalkan; karena Ahlusunnah sendiri juga tidak memiliki keyakinan seperti ini. Kalau tidak demikian maka dalam ilmu Fikih, Teologi Sunni sendiri tidak dapat memanfaatkan riwayat selain dari kitab ini dan meletakkan kitab-kitab lainnya di museum padahal dengan menelaah metode ulama mereka yang tetap berlanjut hingga kini, kita menemukan hal yang sebaliknya dan kita menemukan penyandaran yang banyak pada kitab-kitab riwayat lainnya.
Dari sisi lain, Ahlusunnah tidak dapat menerima seluruh hadis yang terdapat dalam Shahih Bukhâri; karena dengan asumsi seperti ini maka mereka juga harus menerima riwayat-riwayat yang berbicara tentang penyimpangan (distorsi) al-Quran yang terdapat dalam kitab ini![1]
Dengan memperhatikan pendahuluan di atas harus dikatakan benar bahwa Bukhari tidak menyebutkan hadis mutawatir Tsaqalain dalam kitabnya, namun tiadanya hadis tersebut dalam kitab ini secuil pun tidak menciderai standar hadis tsaqalain, bahkan berdasarkan kriteria-kriteria Ahlusunnah sendiri; karena dari satu sisi, hadis ini terdapat pada kitab Shihah lainnya demikian juga pada literatur-literatur primer dan standar lainnya yang akan kami sebutkan beberapa di antaranya sebagai berikut:
Akan tetapi hal ini tidak bermakna bahwa apabila sebuah riwayat tidak terdapat dalam Shahih Bukhâri maka riwayat tersebut tidak dapat diandalkan; karena Ahlusunnah sendiri juga tidak memiliki keyakinan seperti ini. Kalau tidak demikian maka dalam ilmu Fikih, Teologi Sunni sendiri tidak dapat memanfaatkan riwayat selain dari kitab ini dan meletakkan kitab-kitab lainnya di museum padahal dengan menelaah metode ulama mereka yang tetap berlanjut hingga kini, kita menemukan hal yang sebaliknya dan kita menemukan penyandaran yang banyak pada kitab-kitab riwayat lainnya.
Dari sisi lain, Ahlusunnah tidak dapat menerima seluruh hadis yang terdapat dalam Shahih Bukhâri; karena dengan asumsi seperti ini maka mereka juga harus menerima riwayat-riwayat yang berbicara tentang penyimpangan (distorsi) al-Quran yang terdapat dalam kitab ini![1]
Dengan memperhatikan pendahuluan di atas harus dikatakan benar bahwa Bukhari tidak menyebutkan hadis mutawatir Tsaqalain dalam kitabnya, namun tiadanya hadis tersebut dalam kitab ini secuil pun tidak menciderai standar hadis tsaqalain, bahkan berdasarkan kriteria-kriteria Ahlusunnah sendiri; karena dari satu sisi, hadis ini terdapat pada kitab Shihah lainnya demikian juga pada literatur-literatur primer dan standar lainnya yang akan kami sebutkan beberapa di antaranya sebagai berikut:
- Shahih Tirmidzi, jilid 5, halaman 328, Hadis 3874.[2]
- Shahih Muslim, jilid 7, halaman 123.[3]
- Sunan Darâmi, jilid 2, hal. 432.[4]
- Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 3, hal. 14, 17, 26 dan 59; jilid 4, hal. 371.11 (Patut untuk diingat bahwa sejarah penyusunan kitab ini memiliki nilai tersendiri di kalangan Ahlusunnah, sebelum penyusunan Shahih Bukhâri).[5]
Dari sisi lain, Hakim Naisyaburi dalam kitab al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, yang dalam sebuah ungkapan merupakan kitab komplementer dari kitab Shahih Bukhâri dan Shahih Muslim, sehubungan dengan hadis ini berikut sanadnya menjelaskan, “Hadzâ hadits shahih al-asnad ‘ala syarth al-syaikhaîn walam yukhrijâhu.”[6] Artinya bahwa hadis ini merupakan hadis sahih berdasarkan kriteria ilmiah Bukhari dan Muslim, namun keduanya tidak membawakan hadis tersebut dalam kitabnya. Akan tetapi sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, Muslim menyebutkan hadis ini dengan sanad yang lain dalam Shahih-nya.
Berdasarkan hal ini, kita tidak dapat mengabaikan kemungkinan kuat ini bahwa Bukhari, bukan karena kelemahan sanad hadis Tsaqalain, melainkan disebabkan oleh fanatisme politis dan mazhab, ia menghindar untuk membawakan hadis tersebut dalam kitabnya. [iQuest]