Kode Site
id22191
Kode Pernyataan Privasi
36332
Tema
Ulumul Quran
Ringkasan Pertanyaan
Mengapa al-Quran hanya dijaga dengan hafalan dan catatan di atas kulit?
Pertanyaan
Mengapa al-Quran hanya dijaga dengan hafalan dan catatan di atas kulit? Apa hikmah dan filosofinya?
Jawaban Global
Terkait dengan pertanyaan mengapa al-Quran pada masa Rasulullah Saw dijaga dengan media hafalan dan tulisan di atas kulit harus dikatakan bahwa:
- Desakan untuk menulis al-Quran dengan adanya keinginan orang-orang Arab untuk menghafalnya, menunjukkan bahwa semenjak hari-hari pertama, kaum Muslimin mengetahui bahwa pada ayat-ayat kitab samawi ini tidak boleh mengalami perubahan walau satu kata.[1] Salah satu media yang digunakan untuk menulis al-Quran adalah kulit yang lebih banyak bermanfaat dan lebih tahan dalam mencatat hal-hal penting. Namun dalam menyediakan media kulit ini bahkan bagi orang-orang kaya juga tidaklah mudah. Karena itu, orang-orang Arab menggunakan bahan-bahan lain yang lebih cocok untuk menulis, seperti kulit kayu atau bahkan batang kering.[2]
- Penulisan al-Quran pada masa Rasulullah Saw; pada hakikatnya sokongan atas apa yang dikumpulkan oleh kaum Muslimin dalam ingatan-ingatan mereka.[3]
- Salah satu faktor yang menjaga dan memelihara al-Quran dari penyimpangan di samping hafalan dan ingatan al-Quran, adalah penulisan al-Quran; karena itu, Rasulullah Saw memberikan perhatian dan penekanan ekstra atas penulisan wahyu dan pada saat yang sama dengan pengutusan dan kehidupan Rasulullah Saw, ada sebagian masyarakat yang mengetahui membaca dan menulis. Kemudian Rasulullah Saw memilh beberapa orang di antara mereka dan memotivasi mereka untuk menulis wahyu. Karena satu-satunya jalan untuk menjaga al-Quran pada masa itu – meski dengan minimnya fasilitas – adalah menghafalnya dan juga menulisnya di atas beragam jenis kulit. [iQuest]
[1]. Yahya Wahab Jabburi, al-Khath wa al-Kitâbah fi al-Hadharah al-‘Arabiyah, hal. 249, Beirut, 1994 M; Ali Akbar Wilayati, Farhang wa Tamaddun Islâmi, hal. 26, Qum, Daftar Nasyr Ma’arif.
[2]. Farhang wa Tamaddun Islâmi, hal. 26.
[3]. Subhi Saleh, Mabâhits fi ‘Ulum al-Qur’ân, hal. 69, Qum, Mansyurat al-Radhi, Cetakan Kelima, 1372 S.