Kode Site 
				id22932		
				
				Kode Pernyataan Privasi 
				46613		
			
			
				
				Tema
				Garis Besar		
			
				   
	
			Ringkasan Pertanyaan
			Apakah hubungan shalat dengan ibadah lainnya?
        
				Pertanyaan
		Apakah hubungan shalat dengan ibadah lainnya?
		 Jawaban Global
			
	Salat merupakan salah satu ibadah terbesar dan asasi dalam agama Islam serta termasuk dari bagian terpenting agama.  Sedemikian asasi dan pentingnya salat sehingga disebutkan dalam beberapa riwayat misalnya, “Hal yang pertama yang akan ditanyakan dan diperhitungkan bagi para hamba Allah Swt pada hari kiamat adalah salat. Apabila salatnya diterima Allah Swt maka seluruh ibadahnya juga akan diterima.”[1]
Karena itu, hubungan salat dan ibadah lainnya laksana hubungan tiang kemah dan kemah. Artinya sebagaimana berdirinya dan tegaknya kemah disebabkan oleh tiang dan pilarnya sehingga dengan merobohkan tiangnya maka kemah juga akan roboh. Berdirinya ibadah-ibadah lainnya adalah berkat salat. Kapan saja salatnya tidak diterima maka ibadah lainnya juga akan tertolak dan keberadaannya juga akan sirna dan tidak akan diterima (seiring dengan ditolaknya salatnya).
Karena itu, dalam nasihatnya kepada putranya, Imam Ali As bersabda, “(Bertakwalah) kepada Allah berkenaan dengan urusan salat, karena (salat itu) adalah tiang agamamu.”[2] [iQuest]
Karena itu, hubungan salat dan ibadah lainnya laksana hubungan tiang kemah dan kemah. Artinya sebagaimana berdirinya dan tegaknya kemah disebabkan oleh tiang dan pilarnya sehingga dengan merobohkan tiangnya maka kemah juga akan roboh. Berdirinya ibadah-ibadah lainnya adalah berkat salat. Kapan saja salatnya tidak diterima maka ibadah lainnya juga akan tertolak dan keberadaannya juga akan sirna dan tidak akan diterima (seiring dengan ditolaknya salatnya).
Karena itu, dalam nasihatnya kepada putranya, Imam Ali As bersabda, “(Bertakwalah) kepada Allah berkenaan dengan urusan salat, karena (salat itu) adalah tiang agamamu.”[2] [iQuest]
		[1]. Muhammad Yakub Kulaini, al-Kâfi, Riset dan edit oleh Ali Akbar Ghaffari dan Muhammad Akhundi, jil. 1, hal. 544, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Tehran, Cetakan Keempat, 1407 H.
	
		. عَنْ أَبِی بَصِیرٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا جَعْفَرٍ ع یَقُول: «إِنَّ أَوَّلَ مَا یُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ الصَّلَاةُ فَإِنْ قُبِلَتْ قُبِلَ مَا سِوَاهَا».
	
		[2]. Muhammad bin Husain Syarif al-Radhi, Nahj al-Balâghah, Riset dan edit oleh Saleh Subhi, hal. 422, Hijrat, Qum, Cetakan Pertma, 1414 H.
	
		«وَ اللَّهَ اللَّهَ فِی الصَّلَاةِ فَإِنَّهَا عَمُودُ دِینِکُم»
