Kode Site
fa1469
Kode Pernyataan Privasi
53680
Ringkasan Pertanyaan
Tolong jelaskan apa yang menjadi falsafah pembacaan khutbah akad itu?
Pertanyaan
Pernikahan artinya kesepakatan dua pihak. Lantas buat apa lagi harus membaca khutbah akad? Mengapa dengan membaca empat kalimat seseorang akan menjadi mahram? Namun tanpanya mereka tidak dapat melakukan apa pun?
Jawaban Global
Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan sebuah ikrar suci untuk membentuk rumah tangga demikian juga konsekuensinya yang akan membentuk masyarakat. Pernikahan memiliki pengaruh dan manfaat yang banyak di antaranya: Menyalurkan libido seksual, reproduksi dan kelestarian generasi, kesempurnaan manusia, ketenangan, kesucian, penguatan hubungan emosional dan afeksional, dan masih banyak manfaat lainnya.
Membina hubungan dan ikrar suci ini hanya dapat terlaksana apabila berdasarkan peraturan, hukum dan syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan Allah Swt. Salah satu syarat itu adalah penyampaian khutbah akad dengan lafaz-lafaz tertetu (yang telah disebutkan secara rinci dalam Risalah-risalah Amaliah). Allah Swt sebagai Pemilik dan Peletak dasar hukum memberikan nilai dan konsideran terhadap penyampaian insyâ (inskripsi) ini sebagai khutbah akad sebagai satu-satunya faktor dan penyebab terciptanya hubungan pernikahan antara pria dan wanita.
Pernikahan tidak semata bermakna adanya kerelaan dua pihak. Kerelaan ini merupakan salah satu syarat yang diperlukan dalam pernikahan yang harus disertai dengan syarat-syarat lainnya seperti penyampaian khutbah akad sehingga pernikahan yang sah dan syar’i dapat terlaksana.
Pernikahan merupakan salah satu pekerjaan besar yang memerlukan tanggung jawab dan komitmen. Jelas bahwa orang-orang berakal dalam perbuatan-perbuatan besarnya seperti melakukan transaksi besar akan menggunakan akad dan tidak mencukupi diri mereka dengan sekedar kesepakatan kedua pihak. Mereka tidak memandang bahwa semata-mata kesepakatan kedua pihak akan menghasilkan tanggung jawab, komitmen dan sikap konsekuen dalam urusan-urusan penting seperti ini. Mereka mengukuhkan perjanjian ini dalam bentuk akad supaya perjanjian yang disepakati akan semakin kuat.
Membina hubungan dan ikrar suci ini hanya dapat terlaksana apabila berdasarkan peraturan, hukum dan syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan Allah Swt. Salah satu syarat itu adalah penyampaian khutbah akad dengan lafaz-lafaz tertetu (yang telah disebutkan secara rinci dalam Risalah-risalah Amaliah). Allah Swt sebagai Pemilik dan Peletak dasar hukum memberikan nilai dan konsideran terhadap penyampaian insyâ (inskripsi) ini sebagai khutbah akad sebagai satu-satunya faktor dan penyebab terciptanya hubungan pernikahan antara pria dan wanita.
Pernikahan tidak semata bermakna adanya kerelaan dua pihak. Kerelaan ini merupakan salah satu syarat yang diperlukan dalam pernikahan yang harus disertai dengan syarat-syarat lainnya seperti penyampaian khutbah akad sehingga pernikahan yang sah dan syar’i dapat terlaksana.
Pernikahan merupakan salah satu pekerjaan besar yang memerlukan tanggung jawab dan komitmen. Jelas bahwa orang-orang berakal dalam perbuatan-perbuatan besarnya seperti melakukan transaksi besar akan menggunakan akad dan tidak mencukupi diri mereka dengan sekedar kesepakatan kedua pihak. Mereka tidak memandang bahwa semata-mata kesepakatan kedua pihak akan menghasilkan tanggung jawab, komitmen dan sikap konsekuen dalam urusan-urusan penting seperti ini. Mereka mengukuhkan perjanjian ini dalam bentuk akad supaya perjanjian yang disepakati akan semakin kuat.
Jawaban Detil
Pertama-tama kiranya kami merasa perlu mengingatkan tentang signifikansi, pengaruh dan manfaat pernikahan dari sudut pandang Islam.
Pernikahan memiliki pengaruh dan manfaat yang banyak di antaranya: Menyalurkan libido seksual, reproduksi dan kelestarian generasi, kesempurnaan manusia, ketenangan, kesucian, penguatan hubungan emosional dan afeksional, menjaga agama seseorang dan masih banyak manfaat lainnya.
Al-Quran terkait dengan pernikahan menyatakan:
«وَ مِنْ آياتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْواجاً لِتَسْكُنُوا إِلَيْها وَ جَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَ رَحْمَةً
إِنَّ في ذلِكَ لَآياتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ»
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Rum [30]:21)
Rasulullah Saw juga sehubungan dengan pernikahan bersabda, “Tiada fondasi yang dibangun dalam Islam yang lebih dicintai oleh Allah Swt melebihi pernikahan.”[1] Pernikahan dalam dua bentuknya (mut’ah atau daim) masing-masing memerlukan akad.
Akad secara leksikal bermakna ikatan dan mengikat. Secara teknis akad bermakna hubungan yang terjalin di antara dua orang atau dua kelompok dan berdasarkan hal itu akan lahir komitmen yang mengikat bagi masing-masing pihak antara satu sama lain.[2]
Al-Quran dengan kalimat, “Wahai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu”[3] mewajibkan orang-orang beriman untuk beramal dan mengerjakan perjanjian-perjanjian sah yang telah dibuat bersama. Jalan untuk menciptakan setiap akad adalah menyampaikan shigah (formula ijab dan qabul) yang terdiri dari lafaz-lafaz tertentu.
Akad nikah adalah terciptanya hubungan bersama antara pria dan wanita, istri dan suami yang dengan perantara akad itu lahir hak dan kewajiban, komitmen dan tanggung jawab dari kedua belah pihak.
Adapun mengapa tetap perlu membaca akad? Harus dikatakan bahwa:
Jelas bahwa orang-orang berakal dalam perbuatan-perbuatan besarnya seperti melakukan transaksi besar akan menggunakan akad dan tidak mencukupi diri mereka dengan sekedar kesepakatan kedua pihak. Mereka memandang bahwa semata-mata kesepakatan kedua pihak tidak akan menghasilkan tanggung jawab dan komitmen dalam urusan-urusan penting seperti ini. Untuk mengukuhkan mengukuhkan perjanjian ini mereka menyatakannya dalam bentuk akad dan perjanjian.
Karena itu, mengingat pernikahan merupakan urusan penting yang melahirkan komitmen dan sikap konsekuen maka ia harus dijalankan berdasarkan peraturan dan syarat-syarat tertentu. Salah satu syarat tersebut adalah penyampaian khutbah akad dengan lafaz-lafaz tertentu yang telah ditetapkan dari sisi Allah Swt sebagai Pemilik dan Penetap Syariat (sebagaimana yang telah disebutkan dalam Risalah-risalah Amaliah).[4] Kerelaan kedua belah pihak juga meski merupakan syarat yang perlu (lâzim) namun tetap tidak mencukupi sehingga harus disertai dengan syarat-syarat lainnya.
Sehubungan dengan pentingnya lafaz khutbah akad harus dikatakan bahwa setelah menetapkan penyampaian khutbah akad dengan lafaz-lafaz tertentu (ijab dan qabul) sebagai salah satu syarat pernikahan pada hakikatnya Allah Swt memberikan nilai dan konsideran terhadap kata-kata ini dan mengeluarkannya dari kondisi lafaz-lafaz kering dan tanpa nilai. Kemudian Allah Swt merubah lafaz-lafaz tanpa nilai ini menjadi faktor-faktor suci yang menciptakan hubungan pernikahan antara dua manusia (pria dan wanita) yang asing dan non mahram. Setelah membaca khutbah akad dengan syarat-syarat tertentu (serius, memiliki iradah, niat dan lain sebagainya) dan pengaruhnya bukanlah kalimat-kalimat biasa sehingga harus dipertanyakan apakah kegunaan empat kalimat ini? Penyampaian khutbah secara inskriptif (insyâi) adalah faktor yang menciptakan sebab-sebab akad nikah. Kerelaan hati kedua belah pihak, tanpa shigah atau pernikahan praktis tanpa shighah atau shighah tertulis atau sekedar isyarat, tidak mencukupi untuk menciptakan hubungan pernikahan ini. Lain halnya dengan tuna wicara (bisu) dan tuna rungu (tuli) yang tidak memungkinkan bagi mereka mengambil wakil untuk penyampaian khutbah akad dimana dalam hal ini dapat dinyatakan dengan isyarat atau menulis shighah sebagai ganti pernyataan lisan.[5] [iQuest]
Pernikahan memiliki pengaruh dan manfaat yang banyak di antaranya: Menyalurkan libido seksual, reproduksi dan kelestarian generasi, kesempurnaan manusia, ketenangan, kesucian, penguatan hubungan emosional dan afeksional, menjaga agama seseorang dan masih banyak manfaat lainnya.
Al-Quran terkait dengan pernikahan menyatakan:
«وَ مِنْ آياتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْواجاً لِتَسْكُنُوا إِلَيْها وَ جَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَ رَحْمَةً
إِنَّ في ذلِكَ لَآياتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ»
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Rum [30]:21)
Rasulullah Saw juga sehubungan dengan pernikahan bersabda, “Tiada fondasi yang dibangun dalam Islam yang lebih dicintai oleh Allah Swt melebihi pernikahan.”[1] Pernikahan dalam dua bentuknya (mut’ah atau daim) masing-masing memerlukan akad.
Akad secara leksikal bermakna ikatan dan mengikat. Secara teknis akad bermakna hubungan yang terjalin di antara dua orang atau dua kelompok dan berdasarkan hal itu akan lahir komitmen yang mengikat bagi masing-masing pihak antara satu sama lain.[2]
Al-Quran dengan kalimat, “Wahai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu”[3] mewajibkan orang-orang beriman untuk beramal dan mengerjakan perjanjian-perjanjian sah yang telah dibuat bersama. Jalan untuk menciptakan setiap akad adalah menyampaikan shigah (formula ijab dan qabul) yang terdiri dari lafaz-lafaz tertentu.
Akad nikah adalah terciptanya hubungan bersama antara pria dan wanita, istri dan suami yang dengan perantara akad itu lahir hak dan kewajiban, komitmen dan tanggung jawab dari kedua belah pihak.
Adapun mengapa tetap perlu membaca akad? Harus dikatakan bahwa:
Jelas bahwa orang-orang berakal dalam perbuatan-perbuatan besarnya seperti melakukan transaksi besar akan menggunakan akad dan tidak mencukupi diri mereka dengan sekedar kesepakatan kedua pihak. Mereka memandang bahwa semata-mata kesepakatan kedua pihak tidak akan menghasilkan tanggung jawab dan komitmen dalam urusan-urusan penting seperti ini. Untuk mengukuhkan mengukuhkan perjanjian ini mereka menyatakannya dalam bentuk akad dan perjanjian.
Karena itu, mengingat pernikahan merupakan urusan penting yang melahirkan komitmen dan sikap konsekuen maka ia harus dijalankan berdasarkan peraturan dan syarat-syarat tertentu. Salah satu syarat tersebut adalah penyampaian khutbah akad dengan lafaz-lafaz tertentu yang telah ditetapkan dari sisi Allah Swt sebagai Pemilik dan Penetap Syariat (sebagaimana yang telah disebutkan dalam Risalah-risalah Amaliah).[4] Kerelaan kedua belah pihak juga meski merupakan syarat yang perlu (lâzim) namun tetap tidak mencukupi sehingga harus disertai dengan syarat-syarat lainnya.
Sehubungan dengan pentingnya lafaz khutbah akad harus dikatakan bahwa setelah menetapkan penyampaian khutbah akad dengan lafaz-lafaz tertentu (ijab dan qabul) sebagai salah satu syarat pernikahan pada hakikatnya Allah Swt memberikan nilai dan konsideran terhadap kata-kata ini dan mengeluarkannya dari kondisi lafaz-lafaz kering dan tanpa nilai. Kemudian Allah Swt merubah lafaz-lafaz tanpa nilai ini menjadi faktor-faktor suci yang menciptakan hubungan pernikahan antara dua manusia (pria dan wanita) yang asing dan non mahram. Setelah membaca khutbah akad dengan syarat-syarat tertentu (serius, memiliki iradah, niat dan lain sebagainya) dan pengaruhnya bukanlah kalimat-kalimat biasa sehingga harus dipertanyakan apakah kegunaan empat kalimat ini? Penyampaian khutbah secara inskriptif (insyâi) adalah faktor yang menciptakan sebab-sebab akad nikah. Kerelaan hati kedua belah pihak, tanpa shigah atau pernikahan praktis tanpa shighah atau shighah tertulis atau sekedar isyarat, tidak mencukupi untuk menciptakan hubungan pernikahan ini. Lain halnya dengan tuna wicara (bisu) dan tuna rungu (tuli) yang tidak memungkinkan bagi mereka mengambil wakil untuk penyampaian khutbah akad dimana dalam hal ini dapat dinyatakan dengan isyarat atau menulis shighah sebagai ganti pernyataan lisan.[5] [iQuest]
[1]. Wasail al-Syiah, jil. 20, hal. 14.
«ما بُنِىَ بِناءٌ فِى الإسْلامِ اَحَبَّ اِلَى اللّهِ عَزَّوَجَلَّ مِنَ التَّزْويجِ»
«ما بُنِىَ بِناءٌ فِى الإسْلامِ اَحَبَّ اِلَى اللّهِ عَزَّوَجَلَّ مِنَ التَّزْويجِ»
[2]. Silahkan lihat, Farhangg Ma’ârif Islâmi; Mufradât Alfâz Qur’ân, klausul ‘a-q-d.
[3]. (Qs. al-Maidah [5]:1)
[4]. Silahkan lihat, Pertanyaan 1238 (Site: 1225), Syarat-syarat Nikah Mut’ah
[5]. Tahrir al-Wasilah, hal. 246, Orang-orang bisu melangsungkan shighah dengan isyarat.