Tuhan adalah Dzat yang Maha Sempurna Mutlak. Sama sekali suci dari semua kekurangan dan kecacatan. Ia Maha Kaya dan Sumber dari semua Wujud di alam semesta ini. Ia tak Membutuhkan apapun selainnya, makhluk-makhluk-Nyalah yang butuh dan berhajat kepada-Nya. Di sisi lain, dalam kesempurnaan-Nya Allah adalah Dzat yang Maha Bijaksana dan penuh Hikmah yang mana memustahilkan bagi-Nya untuk melakukan sesuatu yang sia-sia dan tanpa makna.
Atas KemahaPenciptaan dan Rahmah-Nya pula Ia menciptakan manusia. Makhluk yang paling istimewa di antara makhluk-makhluk lainnya. Manusia berbeda dengan benda mati, tumbuhan, juga binatang. Manusia tak dilahirkan hanya sekedar untuk hidup, berkembang-biak dan memuaskan semua insting hewaniahnya semata. Ya, manusia mempunyai keistimewaan yang membedakannya dari sekalian makhluk lainnya, yaitu akal. Inilah yang membedakannya dengan hewan dan lainnya. Manusia mempunyai tujuan penciptaan yang lebih tinggi dari sekedar tumbuhan dan hewan yang hanya hidup untuk memenuhi naluri dan instingnya itu. Akan tetapi tujuan seperti apakah itu? Untuk apa Allah menciptakan manusia yang berbeda dengan makhluk lainnya dan mengapa?
Dewasa ini kita melihat bahwa manusia mulai kehilangan jati-dirinya. Mereka sama sekali tidak memahami tujuan dan asal-muasal dirinya. Tenggelam dalam kehidupan mereka sendiri. Mereka mengira bahwa kehidupan ini tak lebih dari sebuah lelucon yang diapit dua kekosongan. Mereka mengira akhir perjalanannya adalah kehancuran dan kegelapan total yang tanpa makna. Inikah tujuan Tuhan menciptakan mereka? Untuk menenggelamkan mereka dalam penjara kebimbangan dan kecemasan yang menyiksa ini? Sungguh, Maha Suci Allah dari semua yang mereka persangkakan.
Masalah tujuan penciptaan ini adalah tema yang telah ditetapkan pada bidangnya sendiri. Yaitu bahwa pada masing-masing dari nama dan sifat Ilahi, baik yang terkait dengan Dzat dan sesuai dengan tuntutan simplisitas Wujud Wajib, nama-nama dan sifat-sifat tersebut adalah Dzat-Nya itu sendiri, seperti sifat ilmu, qudrah, qayyumiyah, malikiyah, hakimiyah Tuhan, baik yang terkait dengan perbuatan (fi'il) maupun yang lebih dikenal sifat perbuatan misalnya rububiyah, raziqiyah, khaliqiyah, iradah, rahmat Tuhan, keindahan merupakan sifat-sifat tsubutiyah (tetap). Melalui perantara sifat-sifat inilah, Tuhan melontarkan emanasi-Nya. Dan di antara sifat-sifat ini terdapat kepenciptaan-Nya meniscayakan adanya proses mencipta dan mengkreasi, "Kullu yaumin huwa fii sya'n." (Qs. Al-Rahman [55]:29). Atau secara sederhana dikatakan bahwa KeMahapenciptaan Tuhan menuntut-Nya untuk selalu mencipta. Kemenciptaan-Nya ini adalah karena Dzat-Nya sendiri. Bukan karena sebab yang lain.
Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa Tuhan adalah Dzat yang Maha Bijaksana dan bahwa mutahil sosok bijak dan berilmu melakukan perbuatan sia-sia dan tanpa guna. Oleh karena itulah sistem penciptan Tuhan adalah sistem yang mustahil tanpa tujuan. Dan bahwa dalam sistem penciptaan ini tidak terdapat ketakberaturan dan kesemrawutan. Atom-atom semesta pun bertutur kata:
Tiada dalam sebuah lingkaran satu titik yang bertolak belakang lebih kurangnya
Aku melihat perkara ini dengan penuh penerimaan
Ya, sesuai dengan ayat-ayat al-Qur'an, Sang Pencipta tidak menciptakan seluruh entitas dan eksisten, segala sesuatu dan fenomena untuk kesia-siaaan juga bukan untuk bermain-main. Melainkan poros dan asas penciptaan-Nya adalah berpijak pada tujuan penting, bahkan benda sekecil apa pun. Oleh karena itu disebutkan bahwa, sebab tujuan dan tujuan pamungkas penciptaan semesta dan munculnya seluruh entitas dan eksisten ini adalah untuk manusia itu sendiri. Dengan kata lain, Allah Swt menciptakan alam semesta untuk menciptakan manusia, bukan untuk diri-Nya sendiri karena mustahil ia membutuhkan makhluk-Nya. Ini karena manusia adalah sebaik-baik makhluk sebagaimana Allah Swt adalah sebaik-baik Pencipta (ahsan al-khaliqin) Dalam hadis Qudsi disebutkan bahwa: "Wahai Bani Adam! Aku menciptakan segala sesuatu untukmu dan engkau untuk-Ku."[1]
Karena itulah dikatakan bahwa: Tujuan penciptaan manusia apapun itu, hasilnya adalah untuk manusia itu sendiri dan bukan untuk Tuhan yang Mahakaya secara mutlak. Yang mana seluruh wujud kontingen termasuk manusia berhajat dan butuh kepada-Nya. "Wahai manusia! Kamu sekalian yang memerlukan kepada Allah; dan hanya Allah-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Qs. Al-Fatir [35]:15); atau pada ayat lainnya, "Dan Musa berkata (Bani Isra’il), “Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya menjadi kafir, (maka tindakanmu ini tidak dapat mendatangkan mudarat bagi Allah, karena) sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Qs. Ibrahim [23]:8)
Amiril Mukminin Ali As dalam khutbahnya yang bersabda: "Kemudian daripada itu, Allah Yang Mahasuci dan Mahamulia menciptakan (semua) ciptaan. la menciptakan mereka tanpa suatu keperluan akan ketaatan mereka atau supaya selamat dari perbuatan dosa mereka, karena dosa dari seseorang yang berbuat dosa tidak merugikan Dia dan tidak pula ketaatan seseorang yang menaati-Nya menguntungkan-Nya.[2] (melainkan tujuan perintah untuk mentaati dan melarang untuk tidak bermaksiat adalah keuntungan bagi para hamba).
Al-Qur’an menjelaskan masalah tujuan penciptaan manusia dengan bahasa yang beragam. Sejatinya masing-masing dari ayat tersebut menyinggung satu dimensi dari tujuan ini, di antaranya: "Yang menciptakan mati dan hidup supaya Dia mengujimu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Qs. Al-Mulk [57]:2). Artinya, ujian berpadu dengan pembinaan dan sebagai hasilnya adalah kesempurnaan. Dalam masalah lain, disebutkan "Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk (menerima rahmat) itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat (keputusan) Tuhanmu telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahanam dengan semua jin dan manusia (yang durhaka)." (Qs. Huud [11]:118-119).
Kesemua ayat ini menegaskan satu hal, yaitu pembinaan, penggembelengan dan hidayah serta kesempurnaan umat manusia. Tujuan utama dan sejati di balik penciptaan manusia adalah pencapaian kesempurnaan dan kebahagiaan hakiki. Tingkat tertinggi kemanusiaan dan alam malakut hanya dapat tercapai bila manusia berpijak pada pengenalan, makrifat, penghambaan secara sadar di hadapan Tuhan.
Berangkat dari sini menjadi jelas bahwa tujuan asasi dan maksud utama penciptaan manusia adalah sampainya manusia kepada kesempurnaan dan kebahagiaan serta mencapai pelbagai kemuliaan yang paling tinggi dan nilai-nilai kemanusiaan yang hanya dapt diraih ketika berpijak di atas pengenalan, makrifat, penghambaan dan pengabdian secara sadar di hadapan Allah Swt. Yang mana kesemuanya ini tersembunyi dalam rahasia perintah untuk beribadah kepada-Nya yang akan mampu mendekatkan diri pada-Nya, Puncak semua Kesempurnaan. "Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali menyembahku." (Qs. Al-Dzariyat [51]:56).
Dalam sebuah riwayat yang dinukil dari Imam Shadiq As yang bersabda: "Imam Husain As datang ke hadapan para sahabatnya dan bersabda: "Allah Swt tidak menciptakan para hamba kecuali untuk mengenalnya. Tatkala ia mengenalnya ia beribadah kepadanya. Dan tatkala beribadah kepadanya, ia akan terlepas dari penghambaan selain-Nya.[3][]
[1]. Yabna Âdam! Khalaqtu al-asyâ liajlikum wa khalaqtuka liajli," Al-manhaj al-Qawî, jil. 5, hal. 516; 'Ilm Yaqin, jil. 1, hal. 381.
[2]. Khutbah Hamâm.
[3]. InnâLlâh Azza wa Jalla ma khalaq al-'ibâd illa liya'rafuhu faidza 'arafuhu 'abaduhu, faidza 'abaduhu istaghnahu biibadatihi 'an ibadati man siwahu," Ilal al-Syarâi', Shaduq, sesuai nukilan dari al-Mizân, jil. 18, hal. 423.