Dengan memperhatikan sya’n al-nuzul (sebab-sebab atau kondisi-kondisi pewahyuan) ayat yang dimaksud dalam pertanyaan peristiwa ini terjadi pada perang Uhud yang tersiar berita di kalangan kaum Muslimin bahwa Rasulullah Saw telah terbunuh. Sekelompok kaum Muslimin keluar dari medan perang, sedemikian sehingga sebagian berpikir bahwa dengan terbunuhhnya Rasulullah Saw mereka akan meninggalkan ajaran Islam dan meminta perlindungan dari para pemimpin penyembah berhala.
Pada saat-saat mencekam ini, ayat 144 surah Ali Imran turun dan mengecam dengan keras sekelompok kaum Musimin yang kabur dari medan perang dan mengingatkan bahwa kaum Muslimin harus tetap tegar dan kokoh dalam agamanya; apabila Rasulullah Saw hidup atau mati atau terbunuh maka kalian tidak boleh meninggalkan agama kalian.
Oleh itu, kata kerja (qutila) hanyalah menjelaskan sebuah asumsi bahwa anggaplah Rasulullah Saw terbunuh maka kaum Muslimin harus tetap setia pada agamanya dan tidak mengentengkan apa yang menjadi tugas mereka; dengan demikian ayat ini tidak menunjukkan akan kesyahidan Rasulullah Saw.
Masalah wafat atau syahidnya Rasulullah Saw merupakan salah masalah yang menjadi obyek telaah dan kajian. Dalil-dalil dari literatur-literatur hadis dan sejarah telah dijelaskan untuk menetapkan kesyahidan Rasulullah Saw.[1]
Adapun sehubungan dengan petunjuk ayat, “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul; sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika ia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”[2] Apakah menunjukkan kesyahidan Rasulullah Saw atau tidak? Kiranya pertama-tama kita harus membahas sya’n al-nuzul (sebab-sebab atau kondis-kondisi) pewahyuan sebagaimana berikut ini:
“Tatkala berkecamuk perang hebat antara kaum Muslimin dan para penyembah berhala (kaum musyrikin), terdengar suara dan seseorang berkata, “Aku telah membunuh Muhammad... hal itu terjadi tatkala seseorang bernama Amru bin Qamiat Haritsi melempar sebuah batu ke arah Rasulullah Saw yang membuat kening beliau terluka, gigi tanggal serta bibir bawahnya sobek. Dalam kondisi seperti inilah musuh bermaksud membunuh Rasulullah Saw namun Mush’ab bin ‘Umair, salah seorang pembawa panji pasukan Islam, menahan gempuran mereka namun setelah berjuang gigih dan gagah berani, akhirnya ia sendiri gugur sebagai syahid dan terbunuh dalam pertempuran ini. Karena ia sangat mirip dengan Rasulullah Saw, pihak musuh mengira bahwa Rasulullah Saw telah tewas bersimbah dengan darah dan tanah, oleh itu mereka segera menyiarkan berita ini dengan suara lantang kepada seluruh pasukannya.[3]
Kabar terbunuhnya Rasulullah Saw tersiar dengan cepat sedemikian sehingga telah mengobarkan semangat para pasukan musyrikin dan sebaliknya telah mengacaukan barisan pasukan Muslimin. Sekelompok besar kaum Muslimin terguncang hebat dan lari dari medan perang, bahkan sebagian mereka berpikir bahwa dengan terbunuhnya Rasulullah Saw mereka ingin meninggalkan Islam dan meminta perlindungan kepada para pemimpin kaum Musyrikin (Abu Sufyan).
Namun sebagai kebalikannya, terrdapat sekelompok kecil kaum Muslimin yang setia dan rela berkorban seperti Ali bin Thalib As, Abu Dujanah, Thalha, dan sebagian sahabat lainnya yang menyeru kaum Muslimin untuk bertahan hingga menjadi jelas bahwa Rasulullah Saw masih hidup dan berita ini adalah berita palsu dan dusta yang telah menyebar di tengah kaum Muslimin.
Pada saat inilah, ayat 144 surah Ali Imran turun dan mengecam dengan keras sekelompok kaum Muslimin yang lari dari medan perang.[4] Karena itu, ayat ini ingin menyatakan bahwa Islam bukan merupakan ajaran yang bergantung pada sosok personal pemimpinnya dan anggaplah Rasulullah Saw telah gugur sebagai syahid pada peperangan ini, tugas kaum Muslimin, tentu saja tanpa ragu, adalah melanjutkan pertempuran dan harus tetap kokoh dan tegar dalam memegang agamanya. Karena kematian atau kesyahidan Rasulullah Saw, tidak akan membuat ajaran Islam berakhir, bahkan Islam merupakan ajaran kebenaran yang akan tetap abadi sepanjang masa.[5]
Oleh itu, kata kerja (qu-ti-la, terbunuh) hanyalah menjelaskan sebuah asumsi bahwa anggaplah Rasulullah Saw terbunuh maka kaum Muslimin harus tetap setia pada agamanya dan tidak mengentengkan apa yang menjadi tugas mereka; dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ayat ini tidak menunjukkan akan kesyahidan Rasulullah Saw. [iQuest]
[1]. Silahkan lihat, Indeks: Apakah Nabi Saw Syahid atau Wafat? Pertanyaan 4874 (Site: 5175).
[2]. (Qs. Ali Imran [3]:144)
«وَ مَا محُمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَ فَإِیْن مَّاتَ أَوْ قُتِلَ انقَلَبْتُمْ عَلىَ أَعْقَابِکُمْ».
[3]. Nasir Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, hal. 115, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran 1374 S.
[4]. Ibid.
[5]. Ibid, hal. 116, dan silahkan lihat, Abu Abdillah Muhammad bin Umar, Fakhrurazi, Mafâtih al-Ghaib, jil. 9, hal. 377, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, Beirut, 1420 H.