Kode Site
fa2159
Kode Pernyataan Privasi
73842
Ringkasan Pertanyaan
Apakah ziarah Asyura Ma’rufah lebih mujarab untuk memperoleh hajat-hajat atau ziarah Asyurah Ghairu Ma’rufah?
Pertanyaan
Apabila tidak memiliki banyak waktu dan berharap hajat-hajatnya dapat terpenuhi apakah membaca ziarah Asyurah Ma’rufah dengan satu laknat dan satu salam lebih baik dan lebih mujarab atau baiknya membaca ziarah Ghairu Ma’rufah?
Jawaban Global
Dari sudut pandang Islam, setiap orang harus mengamalkan amalan-amalan mustahab sesuai dengan kapasitas, gairah, dan kehadiran hati sehingga ia dapat menjalin hubungan secara lebih baik dengan Allah Swt dan para wali Allah.
Karena itu, apabila seseorang menemukan mood dan adanya kehadiran hati (baca: khusyu) maka sebaiknya ia membaca doa ziarah yang lebih terkenal (ma’rufah) dan lebih panjang. Selain itu hendaknya ia membaca ziarah ghair ma’rufah atau bahkan ziarah-ziarah dan doa-doa yang lebih pendek. Di akhir setiap amalan ini, hendaknya ia senantiasa berharap kepada rahmat Allah Swt.
Akan tetapi, pada kebanyakan urusan, apabila doa-doa kita belum terkabulkan dan keinginan-keinginan kita belum terpenuhi maka hal itu adalah demi kemaslahatan kita sehingga Allah Swt belum mengabulkannya.
Karena itu, apabila seseorang menemukan mood dan adanya kehadiran hati (baca: khusyu) maka sebaiknya ia membaca doa ziarah yang lebih terkenal (ma’rufah) dan lebih panjang. Selain itu hendaknya ia membaca ziarah ghair ma’rufah atau bahkan ziarah-ziarah dan doa-doa yang lebih pendek. Di akhir setiap amalan ini, hendaknya ia senantiasa berharap kepada rahmat Allah Swt.
Akan tetapi, pada kebanyakan urusan, apabila doa-doa kita belum terkabulkan dan keinginan-keinginan kita belum terpenuhi maka hal itu adalah demi kemaslahatan kita sehingga Allah Swt belum mengabulkannya.
Jawaban Detil
Mula-mula kiranya perlu diperhatikan bahwa kewajiban-kewajiban adalah amalan-amalan dan ibadah-ibadah yang diwajibkan Allah Swt bagi para hamba-Nya. Seluruh Muslim memiliki tugas untuk melaksanakannya. Apabila kewajiban-kewajiban ini dikerjakan dengan kehadiran hati (khusyu) maka tentu nilainya akan lebih besar. Namun apabila kita tidak mampu menunaikannya dengan khusyu maka kita tetap harus melaksanakannya bahkan dalam kondisi yang paling sulit sekalipun karena amalan-amalan wajib ini adalah amalan-amalan yang sama sekali tidak boleh ditinggalkan.
Sebagai contoh, salat wajib. Salat wajib adalah salah satu kewajiban yang tidak akan pernah dapat ditinggalkan bahkan dalam kondisi hampir tenggelam atau tatkala di medang perang sekali pun. Salat wajib ini tetap harus dikerjakan meski tata cara pelaksanaannya berbeda ketika dalam kondisi normal. Salat seperti ini dalam fikih disebut sebagia salat ghariq dan salat khauf.[1]
Adapun dalam ibadah-ibadah mustahab yang pelaksanaannya akan mendatangkan pahala bagi yang melaksanakannya dan mendekatkannya kepada Allah Swt dan para wali Allah. Dalam ibadah-ibadah dan amalan-amalan mustahab seperti ini yang penting adalah kualitas pelaksanaannya. Semakin memiliki gairah (mood) dan kekhusyuan maka hasilnya akan lebih baik.
Pada kesempatan ini kiranya kami perlu mengingatkan beberapa hal berikut di antaranya:
Sebagai contoh, salat wajib. Salat wajib adalah salah satu kewajiban yang tidak akan pernah dapat ditinggalkan bahkan dalam kondisi hampir tenggelam atau tatkala di medang perang sekali pun. Salat wajib ini tetap harus dikerjakan meski tata cara pelaksanaannya berbeda ketika dalam kondisi normal. Salat seperti ini dalam fikih disebut sebagia salat ghariq dan salat khauf.[1]
Adapun dalam ibadah-ibadah mustahab yang pelaksanaannya akan mendatangkan pahala bagi yang melaksanakannya dan mendekatkannya kepada Allah Swt dan para wali Allah. Dalam ibadah-ibadah dan amalan-amalan mustahab seperti ini yang penting adalah kualitas pelaksanaannya. Semakin memiliki gairah (mood) dan kekhusyuan maka hasilnya akan lebih baik.
Pada kesempatan ini kiranya kami perlu mengingatkan beberapa hal berikut di antaranya:
- Allah Swt tidak meminta yang lain selain tugas wajib, yaitu mengerjakan amalan-amalan wajib dan meninggalkan perbuatan-perbuatan haram. Sebatas pelaksanaan amalan wajib seperti ini telah mencukupi bagi seorang Muslim dalam mengamalkan ajaran-ajaran agama dalam pandangan Allah Swt. Meski demikian, seukuran ini saja sudah cukup berat untuk dilaksanakan dan memerlukan tekad yang serius dalam pelaksanaannya. Dalam sebagian riwayat disebutkan, “Seseorang yang mengawasi dirinya dengan melaksakanan seluruh amalan wajib dan meninggalkan segala yang haram maka ia adalah orang yang paling bertakwa di tengah manusia.”[2]
- Mengerjakan amalan-amalan mustahab merupakan amalan yang sepenuhnya bersifat sukarela dan manusia sendiri yang melaksanakannya demi meraih keridhaan lebih Allah Swt. Dalam beberapa hadis disebutkan bahwa disebabkan sisi sukarelanya amalan ini, Allah Swt berbangga di hadapan para malaikat[3] namun amalan-amalan ideal ini harus dikerjakan dengan syarat tidak mengurangi porsi atau menurunkan amalan wajib.
- Hal yang sangat penting dalam melaksanakan amalan-amalan mustahab adalah gairah dan kekhusyuan dalam mengerjakannya. Dengan kata lain, dalam pandangan Islam, yang menjadi patokan adalah spirit ibadah dan ibadah tanpa spirit dan ruh tidak memiliki nilai. Kesimpulannya, melaksanakan amalan-amalan mustahab yang ringan disertai dengan kekhusyuan dan gairah yang lebih, tentunya lebih baik daripada mengerjakan amalan-amalan mustahab yang berat dan banyak tanpa disertai dengan gairah dan kekhusyuan sedemikian sehingga dalam riwayat disebutkan, “Allah Swt tidak mengabulkan doa yang dipanjatkan tanpa kekhusyuan.”[4]
Dalam sebuah kitab hadis terdapat sebuah pasal bernama, “Fasl al-Iqtishad fi al-‘Ibadah ‘inda Khauf al-Malal”[5] yang dengan mengkaji riwayat-riwayat yang ada di dalamnya, kita jumpai bahwa masa pelaksanaan amalan-amalan mustahab adalah tatkala kita memiliki lebih banyak gairah dan kekhusyuan. Dan tatkala kita letih atau kurang memiliki energi, maka dianjurkan supaya lebih menyiapkan diri untuk dapat menjalin hubungan hati dengan Allah Swt. Apabila dapat menyebabkan manusia terputus sama sekali dari doa dan ibadah, maka tentu saja amalan-amalan mustahab ini tidak boleh dilakukan.
- Hal lain, bahwa Allah Swt menguji para hamba-Nya sehingga diketahui seberapa bergatung seorang hamba kepada Allah Swt dan seberapa percaya dia kepada-Nya. Allah Swt menyukai orang-orang yang kukuh dan tak kenal lelah dalam berdoa dan menyampaikan keinginan-keinginan legalnya. Allah Swt menyebut dengan baik para hamba yang memiliki karakteristik seperti ini. Rasulullah Saw bersabda, “Berkukuhlah dalam doa kalian, entah doa itu terkabulkan atau tidak terkabulkan, karena bagaimanapun, Allah Swt menaruh perhatian terhadap hamba seperti ini (meski doanya tidak terkabulkan).”[6]
Demikian juga riwayat indah lainnya yang ada dalam hal ini adalah bahwa Allah Swt berfirman kepada para malaikat, “Aku mengabulkan doa hamba-Ku namun kalian (yang bertugas untuk menunaikan pemenuhan doa ini) tangguhkan pemenuhan ini sementara waktu, karena Aku suka mendengar permohonan dan harapan hamba-Ku.”[7] Banyak bait-bait syair irfani yang sarat dengan ritme seperti ini bersumber dari riwayat-riwayat yang disebutkan.
- Membaca doa dan ziarah Asyura tidak boleh dibatasi hanya ketika menghadapi persoalan dan mengalami kesusahan. Memohon bantuan dan berdoa kepada Allah Swt atau memohon pertolongan dari para wali-Nya supaya menjadi perantara antara dirinya dan Allah Swt harus dilaksanakan dalam setiap kondisi.
Dalam riwayat disebutkan bahwa barang siapa yang berdoa sebelum turunnya musibah (senantiasa menjalin hubungan dengan Allah Swt), maka doanya akan dikabulkan tatkala musibah itu turun. Terdengar seruan, “Suara ini tidak asing dan pintu langit terbuka lebar baginya.” Adapun orang yang tidak membiasakan diri untuk berdoa (dan hanya berdoa tatkala persoalan datang menghadang), maka doanya tidak akan terkabulkan. Dan tatkala musibah tiba dan para malaikat berkata, “Kami tidak mengenal suara ini.”[8]
- Meski telah dianjurkan bahwa untuk kelapangan rezeki dan menghilangkan persoalan-persoalan duniawi juga memohon bantuan dari Allah Swt dan tiada yang dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia kecuali Allah Swt, namun alangkah baiknya permohonan-permohonan kita tidak dibatasi pada urusan-urusan duniawi semata. Kita juga harus memohon kepada Allah Swt untuk kesempurnaan spiritual sehingga menjadi personifikasi ayat yang biasanya dibaca dalam qunut, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (Qs. Al-Baqarah [2]:201)
Apa yang telah disampaikan di atas adalah hanya sebagian dari beberapa poin terkait dengan pelaksanaan amalan-amalan mustahab dan terkabulkannya doa dimana jawaban atas pertanyaan Anda dan pertanyaan-pertanyaan serupa telah menjadi jelas hingga batasan tertentu.
Akan tetapi sehubungan dengan masing-masing dari dua ziarah Asyura yang Anda kemukakan, tentu saja apabila amalan yang dilakukan lebih banyak dengan kualitas yang lebih baik maka hasilnya juga akan lebih baik. Hanya saja sebagaimana yang dijelaskan oleh pengarang Kitab Mafatih al-Jinan (Kunci-kunci Surga) pada permulaan ziarah Asyurah ghaira ma’rufah bahwa doa ini meski lebih singkat dari ziarah Asyurah ma’rufah (bagi mereka yang memiliki pekerjaan yang lebih penting, merupakan kemenangan yang besar), apabila tidak memiliki banyak waktu atau lelah maka ia dapat dengan kekhusuyan yang lebih membaca ziarah Asyura ghaira ma’rufah yang banyak mirip kandungannya dengan ziarah ma’rufah. Atau tetap saja membaca ziarah ma’rufah dengan sekali laknat dan sekali salam. Yakinlah bahwa Allah Swt tidak akan membiarkan amalan-amalan ikhlash Anda tanpa jawaban meski jumlah amalan itu sedikit.
Untuk meyakinkan hati Anda dan juga menjelaskan bahwa ziarah Imam Husain As dalam jumlah yang sedikit sekali pun tetap akan mendatangkan manfaat. Akhir kata, kami ingin mengutip sebuah riwayat bagi Anda sebagai penutup:
“Husain bin Tsuwir berkata, “Saya dan Yunus bin Zhabayan berada di hadapan Imam Shadiq As. Yunus berkata kepada Imam Shadiq, “Saya sering mengingat Imam Husain As. Dalam kondisi seperti ini, doa apa yang harus saya baca?”
“Katakanlah tiga kali, Assālamu ‘alaika Ya Abā Abdillah.” (Salam padamu wahai Aba Abdillah). Karena salam kepada Imam Husain As akan sampai, jauh atau dekat.”[9] Kata Imam Shadiq As.
Harap Anda perhatikan bahwa kadar hubungan ini apabila dilaksanakan dengan penuh gairah, khusyu maka hal itu akan sangat berpengaruh dalam proses kesempurnaan spiritual Anda dan jauh lebih baik ketimbang berdoa panjang tanpa mood dan tidak khusyu. [iQuest]
[1] Thusi, Muhammad bin Hasan, Tahdzib al-Ahkam, jil. 3, hal. 171-179, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Tehran, 1365 S.
[2] Syaikh Hurr Amili, Muhammad bin Hasan, Wasāil al-Syiah, jil. 15, hal. 259-261, Muassasah Alu al-Bait, Qum, 1409 H.
[3] Ibid, jil. 5, hal. 296, Riwayat 6589.
[4] Ibid, jil. 5, hal. 296, Riwayat 8702.
[5] Ibid, jil. 1, hal. 108.
[6] Ibid, hal. 58-59, Riwayat 8717
[7] Ibid, jil. 7, hal. 61-62, Riwayat 8728.
[8] Ibid, jil. 7, hal. 122.
[9] Wasāil al-Syiah, jil. 14, hal. 490, Riwayat, 19672.