Kode Site
fa26811
Kode Pernyataan Privasi
43236
Ringkasan Pertanyaan
Bagaimana keluarga memegang peran dalam memperluas dampak buruk sosial?
Pertanyaan
Sejauh mana keluarga berperan dalam memperluas dampak buruk sosial? Mohon dijelaskan dengan menyebutkan bukti dan penjelasan yang detil.
Jawaban Global
Keluarga merupakan institusi terkecil masyarakat yang dianggap sebagai dasar dan fundamen dari unit-unit yang lebih besar. Tingkat keberhasilan dan peran yang diberikan oleh seseorang untuk memegang peran dalam unit-unit sosial yang lebih besar, bergantung sepenuhnya pada metode pertumbuhan, didikan dan berkembangnya potensi-potensi mereka dalam institusi keluarga.
Keluarga sebagaimana fenomena-fenomena keberadaan lainnya, dalam lintasannya untuk menggapai tujuan-tujuannya, akan berhadapan dengan berbagai faktor penghambat dimana sebagian darinya bisa menyebabkan terjadinya penyimpangan, atau menjadi penghalang bagi perolehan tujuan yang lebih tinggi dan lebih mulia, dan akhirnya akan menciptakan goncangan atau shock dalam keluarga.
Ketika shock ini telah merambah sebuah keluarga, maka kehadiran anggota keluarga ini ke dalam masyarakat akan menularkan hal yang serupa ke dalam interaksi dan kehidupan masyarakat, yang akan berujung pada munculnya dilema-dilema dalam kehidupan sosial.
Shock-shock yang terjadi dalam keluarga dan masyarakat, dan peran keluarga dalam memunculkan dampak buruk ini dalam masyarakat, bisa dianalisa dalam tiga bentuk universal berikut:
Keluarga sebagaimana fenomena-fenomena keberadaan lainnya, dalam lintasannya untuk menggapai tujuan-tujuannya, akan berhadapan dengan berbagai faktor penghambat dimana sebagian darinya bisa menyebabkan terjadinya penyimpangan, atau menjadi penghalang bagi perolehan tujuan yang lebih tinggi dan lebih mulia, dan akhirnya akan menciptakan goncangan atau shock dalam keluarga.
Ketika shock ini telah merambah sebuah keluarga, maka kehadiran anggota keluarga ini ke dalam masyarakat akan menularkan hal yang serupa ke dalam interaksi dan kehidupan masyarakat, yang akan berujung pada munculnya dilema-dilema dalam kehidupan sosial.
Shock-shock yang terjadi dalam keluarga dan masyarakat, dan peran keluarga dalam memunculkan dampak buruk ini dalam masyarakat, bisa dianalisa dalam tiga bentuk universal berikut:
- Dampak buruk pada keyakinan,
- Dampak buruk moral,
- Dampak buruk hukum
Untuk menyehatkan lingkungan keluarga, anggota keluarga harus mulai memperbaiki diri supaya bisa memasuki lingkungan masyarakat sebagai orang-orang yang berpikiran, berperilaku, bertindak benar, rasional, religius, dan menjaga serta menjauhkan masyarakat supaya tidak tercemar dari segala keburukan dan dosa.
Jawaban Detil
Hari ini, dampak buruk sosial telah menjadi sebuah ancaman yang serius bagi keselamatan jiwa dan psikis anggota masyarakat, terutama anak-anak, remaja dan para pemuda. Masalah-masalah seperti kecanduan narkotika, melarikan diri dari rumah, kekerasan, alienasi sosial, ketakharmonisan perilaku, dan keputus-asaan, merupakan sebagian dari hasil-hasil dilema masyarakat.
Dengan melakukan pengenalan terhadap dampak buruk dalam keluarga di dunia, menjadi jelas bahwa pada masa berkembangnya pengetahuan, teknologi dan inovasi, keeratan dan kehangatan keluarga menjadi kurang mendapatkan perhatian, dimana hal ini memicu pukulan yang telak bagi masyarakat, dan ketakpedulian terhadap prinsip dan dasar-dasar kehidupan yang benar telah menyebabkan kerusakan dan kejahatan dalam masyarakat.
Keluarga merupakan institusi sosial terkecil yang menjadi asas dan fundamen bagi unit-unit yang lebih besar. Tingkat keberhasilan dan peran yang bisa diberikan oleh individu-individu untuk berkecimpung dalam unit-unit sosial yang lebih besar, bergantung sepenuhnya pada cara pertumbuhan, didikan dan perkembangan potensi-potensi mereka dalam institusi yang bernama keluarrga.
Dengan melakukan pengenalan terhadap dampak buruk dalam keluarga di dunia, menjadi jelas bahwa pada masa berkembangnya pengetahuan, teknologi dan inovasi, keeratan dan kehangatan keluarga menjadi kurang mendapatkan perhatian, dimana hal ini memicu pukulan yang telak bagi masyarakat, dan ketakpedulian terhadap prinsip dan dasar-dasar kehidupan yang benar telah menyebabkan kerusakan dan kejahatan dalam masyarakat.
Keluarga merupakan institusi sosial terkecil yang menjadi asas dan fundamen bagi unit-unit yang lebih besar. Tingkat keberhasilan dan peran yang bisa diberikan oleh individu-individu untuk berkecimpung dalam unit-unit sosial yang lebih besar, bergantung sepenuhnya pada cara pertumbuhan, didikan dan perkembangan potensi-potensi mereka dalam institusi yang bernama keluarrga.
- Pengertian patologi
Patologi secara teknis bermakna ‘cabang dari pengetahuan yang bertujuan untuk mengenal penyakit-penyakit psikologi, individual dan sosial, cara pertumbuhan dan bagaimana mengubahnya.’[1]
Dengan kata lain, patologi sosial akan membahas tentang sebab dan faktor-faktor yang menciptakan shock dan dampak-dampak buruk sosial, dan fungsi pentingnya dalam kajian keluarga dan pengenalan keluarga adalah untuk mengenal faktor-faktor yang mengancam keselamatan dan keeratan keluarga dan yang mengacaukan harmonisasi kehidupan yang sebelumnya kokoh dan berhasil, baik dalam lingkup individu ataupun sosial.
Dengan kata lain, patologi sosial akan membahas tentang sebab dan faktor-faktor yang menciptakan shock dan dampak-dampak buruk sosial, dan fungsi pentingnya dalam kajian keluarga dan pengenalan keluarga adalah untuk mengenal faktor-faktor yang mengancam keselamatan dan keeratan keluarga dan yang mengacaukan harmonisasi kehidupan yang sebelumnya kokoh dan berhasil, baik dalam lingkup individu ataupun sosial.
- Peran keluarga dalam membentuk konsekuensi-konsekuensi pemicu shock sosial
Dalam lintasannya untuk memperoleh tujuan-tujuannya, keluarga, sebagaimana halnya seluruh fenomena keberadaan lainnya, diperhadapkan pada faktor-faktor dan berbagai penghalang yang sebagian darinya menyesatkan dan menghalangi pencapaian tujuan yang lebih tinggi dan suci, dan tentu saja hal seperti ini akan menimbulkan goncangan dalam keluarga. Ketika telah terjadi shock atau goncangan dalam keluarga, kehadiran anggota keluarga ini ke dalam masyarakat sosial, juga akan menularkan hal serupa dalam interaksi dan sosialisasi masyarakat, dimana hal ini kemudian akan menghalangi kemajuan dan ketenangan masyarakat, dan akhirnya akan memperhadapkan kehidupan sosial dengan berbagai dilema.
Dampak-dampak buruk keluarga dan masyarakat dan peran keluarga dalam merusak masyarakat sosial bisa dianalisa secara universal dalam tiga poin penting berikut:
Dampak-dampak buruk keluarga dan masyarakat dan peran keluarga dalam merusak masyarakat sosial bisa dianalisa secara universal dalam tiga poin penting berikut:
- Dampak buruk dalam masalah keyakinan,
- Dampak buruk moral, dan
- Dampak buruk hukum.
Untuk menciptakan lingkungan yang sehat, anggota keluarga harus sesegera mungkin untuk mulai melakukan perbaikan diri, supaya bisa hadir di dalam masyarakat sebagai orang-orang yang berpikiran, berperilaku dan bertindak secara benar, logis, rasionalis, dan religis, serta menjauhkan masyarakat dari kontaminasi berbagai keburukan dan dosa.
Keluarga yang tak sehat, bisa menjadi faktor pemicu problem masyarakat, seperti kecanduan narkotika, prostitusi, melarikan diri dari rumah, kemiskinan, perceraian, gelandangan, kekerasan dalam keluarga, dan lain-lain yang akan memporak-porandakan kondisi mental dan psikologis dalam kehidupan.
Dalam keluarga yang seperti ini tidak akan ada kepedulian terhadap apa yang dibolehkan dan yang dilarang secara moral, dan perbuatan maupun tata cara berperilaku tidak lagi memiliki arti penting bagi anggota-anggotanya. Jika sebuah keluarga didominasi oleh ketakteraturan antar anggotanya, maka hal ini pulalah yang akan meluas ketika mereka hadir di dalam masyarakat dan mereka akan mempraktekkan kekerasan keluarga yang dialaminya dalam menghadapi masyarakat.
- Dampak buruk Terpenting dalam Keluarga
Pada tulisan ini, kita akan mengidentifikasi sebagian dari dampak buruk penting yang pada langkah awalnya akan merusak keluarga, dan setelah itu baru merusak masyarakat:
- Dampak-dampak buruk dalam masalah Keyakinan
Di antara kebutuhan pasti dan asasi manusia untuk memperoleh kehidupan yang sehat, tenang dan sukses, adalah keberadaan keyakinan mazhab yang benar dan kokoh. Iman dan keyakinan terhadap Tuhan seperti halnya obat penyembuh yang akan menghapuskan depresi, kekhawatiran dan ketaknormalan, dan akan memberikan kehidupan yang diwarnai dengan warna Ilahi.[2]
Keluarga yang tidak memiliki nikmat iman dan keyakinan yang benar, akan senantiasa diperhadapkan pada berbagai kekhawatiran dan ketakutan, kondisi seperti ini akan mengantarkannya ke arah goncangan-goncangan yang serius dan kadangkala tak bisa tergantikan.
Menurut keyakinan para pakar dan patolog sosial, banyak dari mereka yang landasannya tak kuat dan tak memiliki kepercayaan terhadap masalah-masalah mazhab, saat menghadapi masalah kehidupan yang rumit di dunia modern ini, mereka tidak memiliki kemampuan untuk menghadapinya, dan mereka akan terjebak di ambang kecenderungan untuk mengkonsumsi obat-obat terlarang dan bentuk-bentuk problem sosial lainnya.[3]
Sebagai contoh, tauhid dan teologi akan menyebabkan pandangan seseorang terhadap seluruh keberadaan dan kehidupan manusia tampak terorganisir, bertujuan dan bermakna, dengan adanya pandangan ini, ia akan memiliki perilaku-perilaku yang solider dan tenang.[4]
Kepercayaan terhadap Tuhan akan mendorong seluruh tindakan dan kehidupan keluarga mengarah untuk memperoleh keridhaan Tuhan.[5] Orang yang menganggap Tuhan sebagai pengawas atas segala tindakan yang ia lakukan, maka ia akan berusaha untuk mencari kerelaan saat bersikap dengan anggota keluarga dan melakukan kewajiban keluarga.
Memperhatikan keadilan Tuhan, dan bahwa Dia tidak akan pernah merugikan satupun dari ciptaan-Nya[6] akan menjadi media untuk mengenal selainnya dalam mengekang perilaku-perilaku anggota keluarga, dan ketika kondisi ini semakin kuat, maka masalah yang akan dialami oleh seseorang pun akan berkurang, dan pada akhirnya akan diikuti dengan semakin berkurangnya masalah keluarga.
Demikian pula halnya dengan keyakinan terhadap diutusnya manusia-manusia pilihan dari sisi Allah untuk membimbing dan mengarahkan manusia, dan kehadiran Aimmah As, sebagai pelanjut hidayah Ilahi ini.
Berdasarkan prinsip fitrah dan akal, untuk pembelajaran, pembaruan metode perilaku dan sikap yang tepat dalam keluarga dan sosial, membutuhkan contoh-contoh obyektif dalam seluruh dimensi. Dalam pandangan al-Quran, seluruh anbiya dan auliya Ilahi adalah para pemimpin yang membimbing dan mengarahkan manusia ke arah apa yang diridhai oleh Allah Swt, dan untuk bisa menggapai keberhasilan, manusia harus mengikuti mereka dalam seluruh dimensi kehidupan dan menempatkan mereka sebagai tauladan.
Sebagaimana firman-Nya, “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka untuk mengerjakan kebaikan, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami-lah mereka selalu menyembah.”[7] dan “Sesungguhnya pada (diri) Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”[8]
Akan tetapi jika terdapat orang-orang di dalam keluarga dan masyarakat yang hanya akan puas dengan kehidupan materi, dan mereka menjalani kehidupan sebagaimana fenomena-fenomena lain dan binatang, yang menyibukkan diri dengan: rekreasi, makan, tidur, kesejahteraan nisbi dan tidak perduli dengan metode atau pola hidup yang benar, maka apa yang akan terjadi dalam kehidupan individu dan sosial? Sementara tuntutan terhadap model merupakan kebutuhan asasi manusia, sebuah kebutuhan yang keberadaannya sangat penting sejak awal masa kanak-kanak, dan dengan berlalunya waktu, akan membutuhkan model-model baru lainnya yang sesuai dengan syarat dan kebutuhannya untuk menggantikan kedudukan model-model lama, dan perubahan ini akan diikuti dengan proses kesempurnaan manusia.
Kendati demikian, manusia-manusia yang melihat dirinya tak membutuhkan contoh dan teladan dalam hidupnya, akan melawan fitrah dan rasa keinginsempurnaannya dan senantiasa berada dalam kebingungan. Mereka tidak mengetahui ke arah mana harus berjalan, bagaimana harus menghadapi hambatan-hambatan yang menghalanginya dan metode apa yang harus ia ambil dalam menghadapi masalah dan persoalan-persoalan yang ada di hadapannya, dan ini akan membuat manusia kebingungan.
Kepercayaan dan iman terhadap kehidupan pasca kematian, perhitungan amal di hari kiamat, pahala dan azab yanga akan diberikan berdasarkan perilaku dan perbuatan-perbuatan seseorang, merupakan sebagian dari kepercayaan-kepercayaan penting agama, dimana ketiadaannya atau munculnya keraguan dalam masalah ini, dan akan memberikan dampak yang buruk dan tidak bisa tergantikan dalam kehidupan, terutama dalam kehidupan keluarga.
Saat ini, selain terjadi peningkatan dalam kemajuan ilmiah, penurunan dalam masalah-masalah materi, dan peningkatan kesejahteraan kehidupan, juga terjadi peningkatan depresi dan kekhawatiran, dimana sebagian dari masalah ini muncul dikarenakan perasaan yang tak bertujuan dan kosong dalam kehidupan[9], dan keyakinan terhadap ma’ad, alam pasca kematian dan perhitungan amal pada seluruh manusia[10], bisa menjadi faktor mendasar yang bisa menyelesaikan seluruh rintangan seperti ini.[11]
Di bawah ini merupakan sebagian dari dampak buruk ketiadaan keyakinan terhadap ma’ad atau kebangkitan dalam keluarga dan masyarakat sosial:
Keluarga yang tidak memiliki nikmat iman dan keyakinan yang benar, akan senantiasa diperhadapkan pada berbagai kekhawatiran dan ketakutan, kondisi seperti ini akan mengantarkannya ke arah goncangan-goncangan yang serius dan kadangkala tak bisa tergantikan.
Menurut keyakinan para pakar dan patolog sosial, banyak dari mereka yang landasannya tak kuat dan tak memiliki kepercayaan terhadap masalah-masalah mazhab, saat menghadapi masalah kehidupan yang rumit di dunia modern ini, mereka tidak memiliki kemampuan untuk menghadapinya, dan mereka akan terjebak di ambang kecenderungan untuk mengkonsumsi obat-obat terlarang dan bentuk-bentuk problem sosial lainnya.[3]
Sebagai contoh, tauhid dan teologi akan menyebabkan pandangan seseorang terhadap seluruh keberadaan dan kehidupan manusia tampak terorganisir, bertujuan dan bermakna, dengan adanya pandangan ini, ia akan memiliki perilaku-perilaku yang solider dan tenang.[4]
Kepercayaan terhadap Tuhan akan mendorong seluruh tindakan dan kehidupan keluarga mengarah untuk memperoleh keridhaan Tuhan.[5] Orang yang menganggap Tuhan sebagai pengawas atas segala tindakan yang ia lakukan, maka ia akan berusaha untuk mencari kerelaan saat bersikap dengan anggota keluarga dan melakukan kewajiban keluarga.
Memperhatikan keadilan Tuhan, dan bahwa Dia tidak akan pernah merugikan satupun dari ciptaan-Nya[6] akan menjadi media untuk mengenal selainnya dalam mengekang perilaku-perilaku anggota keluarga, dan ketika kondisi ini semakin kuat, maka masalah yang akan dialami oleh seseorang pun akan berkurang, dan pada akhirnya akan diikuti dengan semakin berkurangnya masalah keluarga.
Demikian pula halnya dengan keyakinan terhadap diutusnya manusia-manusia pilihan dari sisi Allah untuk membimbing dan mengarahkan manusia, dan kehadiran Aimmah As, sebagai pelanjut hidayah Ilahi ini.
Berdasarkan prinsip fitrah dan akal, untuk pembelajaran, pembaruan metode perilaku dan sikap yang tepat dalam keluarga dan sosial, membutuhkan contoh-contoh obyektif dalam seluruh dimensi. Dalam pandangan al-Quran, seluruh anbiya dan auliya Ilahi adalah para pemimpin yang membimbing dan mengarahkan manusia ke arah apa yang diridhai oleh Allah Swt, dan untuk bisa menggapai keberhasilan, manusia harus mengikuti mereka dalam seluruh dimensi kehidupan dan menempatkan mereka sebagai tauladan.
Sebagaimana firman-Nya, “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka untuk mengerjakan kebaikan, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami-lah mereka selalu menyembah.”[7] dan “Sesungguhnya pada (diri) Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”[8]
Akan tetapi jika terdapat orang-orang di dalam keluarga dan masyarakat yang hanya akan puas dengan kehidupan materi, dan mereka menjalani kehidupan sebagaimana fenomena-fenomena lain dan binatang, yang menyibukkan diri dengan: rekreasi, makan, tidur, kesejahteraan nisbi dan tidak perduli dengan metode atau pola hidup yang benar, maka apa yang akan terjadi dalam kehidupan individu dan sosial? Sementara tuntutan terhadap model merupakan kebutuhan asasi manusia, sebuah kebutuhan yang keberadaannya sangat penting sejak awal masa kanak-kanak, dan dengan berlalunya waktu, akan membutuhkan model-model baru lainnya yang sesuai dengan syarat dan kebutuhannya untuk menggantikan kedudukan model-model lama, dan perubahan ini akan diikuti dengan proses kesempurnaan manusia.
Kendati demikian, manusia-manusia yang melihat dirinya tak membutuhkan contoh dan teladan dalam hidupnya, akan melawan fitrah dan rasa keinginsempurnaannya dan senantiasa berada dalam kebingungan. Mereka tidak mengetahui ke arah mana harus berjalan, bagaimana harus menghadapi hambatan-hambatan yang menghalanginya dan metode apa yang harus ia ambil dalam menghadapi masalah dan persoalan-persoalan yang ada di hadapannya, dan ini akan membuat manusia kebingungan.
Kepercayaan dan iman terhadap kehidupan pasca kematian, perhitungan amal di hari kiamat, pahala dan azab yanga akan diberikan berdasarkan perilaku dan perbuatan-perbuatan seseorang, merupakan sebagian dari kepercayaan-kepercayaan penting agama, dimana ketiadaannya atau munculnya keraguan dalam masalah ini, dan akan memberikan dampak yang buruk dan tidak bisa tergantikan dalam kehidupan, terutama dalam kehidupan keluarga.
Saat ini, selain terjadi peningkatan dalam kemajuan ilmiah, penurunan dalam masalah-masalah materi, dan peningkatan kesejahteraan kehidupan, juga terjadi peningkatan depresi dan kekhawatiran, dimana sebagian dari masalah ini muncul dikarenakan perasaan yang tak bertujuan dan kosong dalam kehidupan[9], dan keyakinan terhadap ma’ad, alam pasca kematian dan perhitungan amal pada seluruh manusia[10], bisa menjadi faktor mendasar yang bisa menyelesaikan seluruh rintangan seperti ini.[11]
Di bawah ini merupakan sebagian dari dampak buruk ketiadaan keyakinan terhadap ma’ad atau kebangkitan dalam keluarga dan masyarakat sosial:
- Lemahnya ikatan antar anggota keluarga karena pandangan-pandangan pada kehidupan yang terbatas dan materialis, dan tiadanya tujuan yang lebih tinggi,
- Ketiadaan motivasi yang mencukupi untuk hidup, dikarenakan ketakpedulian dan tiadanya keyakinan terhadap janji-janji Allah terhadap nikmat dan kesejahteraan di kehidupan ukhrawi.[12]
- Ketakmampuan dalam menghadapi masalah yang sangat berat dalam hal jasmani, psikologis, spiritual, perekonomian, dan .... karena ketiadaan perhatian terhadap pahala ukhrawi yang akan diberikan kepada manusia karena menanggung kesulitan, sabar dan kokoh dalam menghadapi masalah;[13]
- Agresif dan mengancam hak-hak orang lain, dengan alasan karena meyakini kebangkitan dan mengingat balasan atas pelanggaran hak-hak orang lain dan tidak melaksanakan kewajiban, hingga batasan tertentu akan menghalangi seseorang dari melakukan hal-hal yang tak layak,[14]
Karena itu, untuk menjaga zona suci keluarga, harus ada kepekaan dalam masalah ini, dan bisa mengambil tindakan yang serius untuk menghadapi pengaruh-pengaruh buruk yang mungkin terjadi, dengan berlandaskan pada agama dan pengetahuan yang mencukupi.
Dampak-dampak Buruk Moral dan Estetika
Manusia harus berusaha supaya moral dan karakter internalnya seindah dan secantik lahiriahnya. Berakhlak buruk merupakan sifat yang tidak terpuji yang akan mengaburkan kehidupan manusia dan meletakkan begitu banyak pengaruh negatif dalam lingkungan keluarga maupun sosial masyarakat, yang akan muncul dalam bentuk akhlak yang kasar, muka masam, malas dan senantiasa mencari alasan, dimana secara umum bisa dikatakan sebagai akhlak yang buruk, dan ini termasuk dampak-dampak yang bisa menghancurkan keluarga, sosialisasi masyarakat dan menghancurkan kepribadian manusia.
Komunikasi merupakan kategori terpenting yang tercipta di antara keluarga dan masyarakat, dan dengannya keluarga akan berinteraksi dalam kehadirannya di dalam masyarakat sosia.[15]
Sikap yang baik dan memberikan ketenangan keluarga termasuk kewajiban terpenting kaum laki-laki dalam menghadapi istri dan anak-anaknya, dan kehadiran laki-laki di dalam rumah harus menyebabkan kehangatan dan keamanan untuk para penghuninya, kebalikan dengan keburukan komunikasi, mulut yang buruk, penghinaan, menyalahkan dan tidak teriptanya hubungan yang benar dan sehat dengan anggota keluarga termasuk salah satu dari dampak buruk moral dalam keluarga dan masyarakat. Jika seseorang tidak memiliki perilaku dan perkataan yang terpuji di rumah, maka dalam interaksi dan kehidupan bersama sosial pun akan mengalami kegagalan, dan di saat dan tempat ia hadir, ia akan memasukkan dampak buruk ke dalam masyarakat. Sementara orang seperti ini, lalai dari realitas bahwa arahan Tuhan pada kehidupan individu dan sosial akan terwujud ketika interaksi manusia dilakukan berdasarkan kasih sayang, perenungan dan akhlak yang terpuji.
- Dampak-dampak Buruk Hukum
Diantara yang bisa memajukan sistem, keteraturan, ketenangan, ketentraman, kasih sayang dan keakraban dalam keluarga dan masyarakat, dan bisa memperbaiki kinerja pendidikan dan sosial adalah pengenalan yang dimiliki oleh anggota-anggotanya terhadap hak-hak sesama dan perhatian yang diberikan terhadapnya.
Suami, istri dan anggota-anggota keluarga lainnya yang tidak memiliki pengenalan terhadap hak-hak orang lain dan tidak memiliki kepedulian terhadapnya, bisa menyebabkan sistem keluarga berada di ambang krisis dan goyah.
Agama Islam selain menjelaskan hak-hak anggota keluarga dan masyarakat, juga mengajak mereka untuk memperhatikan masalah ini, dan Allah Swt telah memberikan janji-janji duniawi dan ukhrawi untuk mendorong mereka dalam memberikan kepedulian terhadapnya.
Islam memberikan penghormatan khusus kepada suami dan istri sebagai pilar keluarga, agama Islam juga menetapkan hak-hak syari, hukum dan moral bagi keduanya dalam berhadapan satu dengan yang lain, dimana jika terdapat goncangan di dalamnya akan mengantarkan kehidupan keluarga ke ambang bahaya yang akan mampu menggoyahkan fundamen yang ada.[16] Demikian juga dalam komunikasi-komunikasi sosial pun terdapa hak-hak pada masing-masing anggota masyarakat dimana dengan ketakpedulian terhadap masalah ini bisa mengeluarkan manusia dari kehidupan yang thayyib dan indah.[17]
Yang termasuk dampak-dampak buruk hukum dalam keluarga sebagai institusi kecil dari masyarakat adalah ketiadaan keadilan, dimana ketika institusi-institusi kecil ini tidak saling berdampingan, sejajar dan tidak ada keadilan di antara mereka; maka yang muncul pasti adalah masyarakat tanpa keadilan, padahal para pemikir sepakat –dengan mengesampingkan perbedaan dalam makna keadilan- bahwa hak-hak manusia harus mendapatkan perhatian dalam seluruh dimensinya dan tidak boleh ada kezaliman bagi siapapun, semuanya harus setara dalam hukum, hak-hak orang-orang lemah tak boleh terlanggar dan keadilan sosial diterapkan dalam satu kalimat, Islam pun mengungkapkan keadilan sosial sebagai sebuah asas yang urgensi dan tak tergores, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan kezaliman. Dia memberi nasihat kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”[18]
Suami, istri dan anggota-anggota keluarga lainnya yang tidak memiliki pengenalan terhadap hak-hak orang lain dan tidak memiliki kepedulian terhadapnya, bisa menyebabkan sistem keluarga berada di ambang krisis dan goyah.
Agama Islam selain menjelaskan hak-hak anggota keluarga dan masyarakat, juga mengajak mereka untuk memperhatikan masalah ini, dan Allah Swt telah memberikan janji-janji duniawi dan ukhrawi untuk mendorong mereka dalam memberikan kepedulian terhadapnya.
Islam memberikan penghormatan khusus kepada suami dan istri sebagai pilar keluarga, agama Islam juga menetapkan hak-hak syari, hukum dan moral bagi keduanya dalam berhadapan satu dengan yang lain, dimana jika terdapat goncangan di dalamnya akan mengantarkan kehidupan keluarga ke ambang bahaya yang akan mampu menggoyahkan fundamen yang ada.[16] Demikian juga dalam komunikasi-komunikasi sosial pun terdapa hak-hak pada masing-masing anggota masyarakat dimana dengan ketakpedulian terhadap masalah ini bisa mengeluarkan manusia dari kehidupan yang thayyib dan indah.[17]
Yang termasuk dampak-dampak buruk hukum dalam keluarga sebagai institusi kecil dari masyarakat adalah ketiadaan keadilan, dimana ketika institusi-institusi kecil ini tidak saling berdampingan, sejajar dan tidak ada keadilan di antara mereka; maka yang muncul pasti adalah masyarakat tanpa keadilan, padahal para pemikir sepakat –dengan mengesampingkan perbedaan dalam makna keadilan- bahwa hak-hak manusia harus mendapatkan perhatian dalam seluruh dimensinya dan tidak boleh ada kezaliman bagi siapapun, semuanya harus setara dalam hukum, hak-hak orang-orang lemah tak boleh terlanggar dan keadilan sosial diterapkan dalam satu kalimat, Islam pun mengungkapkan keadilan sosial sebagai sebuah asas yang urgensi dan tak tergores, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan kezaliman. Dia memberi nasihat kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”[18]
- Dampak Buruk Sosial Terhadap Keluarga Mukmin
Harus diketahui bahwa dampak buruk bukan hanya berasal dari keluarga, bisa jadi sebuah keluarga dari dimensi maknawi dan mazhabi berada dalam keadaan yang sehat, akan tetapi sebagian dampak buruk sosial yang mendominasi spektrum lain dari keluarga di masyarakat, telah menjebak manusia-manusia Mukmin dan memicu timbulnya berbagai masalah mental dan psikologis. Sebagai contoh, ketaksetaraan ekonomi dan sosial, dan kesenjangan sosial yang terdapat dalam masyarakat telah menempatkan sebagian keluarga dalam kondisi yang membuat mereka tidak mampu hadir secara wajar di dalam masyarakat untuk menemukan peran-peran sosial yang cocok baginya, dan masalah inilah yang telah menyebabkan pertentangan dan inharmonisasi sosial.
Kajian ilmiah-agama menunjukkan bahwa kekurangan materi yang terjadi dalam keluarga juga bisa menjadi dasar dan asas dari penyimpangan dan dampak-dampak buruk sosial. Saat ini, kemiskinan materi sering disebut-sebut sebagai faktor mendasar bagi terjadinya penyimpangan moral. Terjebaknya masyarakat tingkat bawah dalam berbagai tindak kriminal, muncul dari kesenjangan antara keinginan para pemuda di kalangan ini dengan apa yang bisa mereka raih. Penyebab paling mendasar penyimpangan moral di masyarakat tinggat bawah merupakan hasil dari tekanan-tekanan yang muncul dari kegagalan dalam meraih tujuan-tujuan tertentu.
Oleh karena itu, perbedaan dalam harmonisasi sosial akan menimbulkan perbedaan pilar-pilar atau tolok-tolok ukur utama agama, yang kemudian akan tergantikan oleh parameter nafsu setani, dan memunculkan komitmen terhadap pilar-pilar agama dan keraguan dalam keasliannya. Ringkasnya, tidak akan terwujud keterikatan terhadap aturan dan hak-hak orang lain.
Dan masalah inilah yang akhirnya akan menyeret ke arah penyimpangan dan dampak-dampak buruk sosial dan keluarga.
Dikatakan, kehidupan tidak dibangun di atas keterpaksaan dan tidak seharusnya kemiskinan bisa menjadi penyebab sempurna bagi penyimpangan moral keluarga dan sosial, karena terdapat juga manusia-manusia yang kendati berada dalam keadaan berkekurangan, akan tetapi mereka bisa hidup dengan sabar dengan tetap mempertahankan harga diri, orang-orang seperti ini tidak sedikit kita temukan dalam sejarah, akan tetapi harus dilihat juga bahwa semua manusia dari sisi makrifat, pemikiran, kekuatan ruhani dan spiritual tidaklah sama, oleh karena itu tidak semua orang mampu menanggung penderitaan kemiskinan, atau jikapun mampu, hanya dalam waktu pendek. Oleh karena itu, para pemimpin agama dan politik sebuah masyarakat, bertanggung jawab dalam menghadapi orang-orang seperti ini, untuk mengantarkan mereka pada kekuatan materi dan spiritual yang tepat, karena realitas ini juga tidak bisa dipungkiri bahwa para pemimpin masyarakat tidaklah bertanggung jawab pada sebagian orang yang pemalas dan tak berkompetensi, karena sesungguhnya orang ini sendirilah yang harus berupaya untuk mencari jalan penyelesaian untuk mengatasi kemiskinan yang ia alami, ia harus berupaya untuk menutupinya dan menaikkan derajatnya di dalam masyarakat.
Kajian ilmiah-agama menunjukkan bahwa kekurangan materi yang terjadi dalam keluarga juga bisa menjadi dasar dan asas dari penyimpangan dan dampak-dampak buruk sosial. Saat ini, kemiskinan materi sering disebut-sebut sebagai faktor mendasar bagi terjadinya penyimpangan moral. Terjebaknya masyarakat tingkat bawah dalam berbagai tindak kriminal, muncul dari kesenjangan antara keinginan para pemuda di kalangan ini dengan apa yang bisa mereka raih. Penyebab paling mendasar penyimpangan moral di masyarakat tinggat bawah merupakan hasil dari tekanan-tekanan yang muncul dari kegagalan dalam meraih tujuan-tujuan tertentu.
Oleh karena itu, perbedaan dalam harmonisasi sosial akan menimbulkan perbedaan pilar-pilar atau tolok-tolok ukur utama agama, yang kemudian akan tergantikan oleh parameter nafsu setani, dan memunculkan komitmen terhadap pilar-pilar agama dan keraguan dalam keasliannya. Ringkasnya, tidak akan terwujud keterikatan terhadap aturan dan hak-hak orang lain.
Dan masalah inilah yang akhirnya akan menyeret ke arah penyimpangan dan dampak-dampak buruk sosial dan keluarga.
Dikatakan, kehidupan tidak dibangun di atas keterpaksaan dan tidak seharusnya kemiskinan bisa menjadi penyebab sempurna bagi penyimpangan moral keluarga dan sosial, karena terdapat juga manusia-manusia yang kendati berada dalam keadaan berkekurangan, akan tetapi mereka bisa hidup dengan sabar dengan tetap mempertahankan harga diri, orang-orang seperti ini tidak sedikit kita temukan dalam sejarah, akan tetapi harus dilihat juga bahwa semua manusia dari sisi makrifat, pemikiran, kekuatan ruhani dan spiritual tidaklah sama, oleh karena itu tidak semua orang mampu menanggung penderitaan kemiskinan, atau jikapun mampu, hanya dalam waktu pendek. Oleh karena itu, para pemimpin agama dan politik sebuah masyarakat, bertanggung jawab dalam menghadapi orang-orang seperti ini, untuk mengantarkan mereka pada kekuatan materi dan spiritual yang tepat, karena realitas ini juga tidak bisa dipungkiri bahwa para pemimpin masyarakat tidaklah bertanggung jawab pada sebagian orang yang pemalas dan tak berkompetensi, karena sesungguhnya orang ini sendirilah yang harus berupaya untuk mencari jalan penyelesaian untuk mengatasi kemiskinan yang ia alami, ia harus berupaya untuk menutupinya dan menaikkan derajatnya di dalam masyarakat.
- Kesimpulan:
Ringkasnya, membutuhkan waktu yang tak sedikit untuk membicarakan tentang dampak-dampak buruk yang terjadi di dalam keluarga dan masyarakat serta peran keluarga dalam memperluanya, namun banyak kitab serta artikel-artikel yang telah ditulis[19] secara mendetail mengenai hal ini.
Untuk membuat lingkungan keluarga yang sehat, anggota keluarga harus mulai memperbaiki diri supaya mampu hadir di dalam masyarakat sebagai orang-orang yang berpikiran, berperilaku, bersikap yang benar, logis dan religis, dan menghindarkan masyarakat dari berbagai pencemaran dosa. [iQuest]
Untuk membuat lingkungan keluarga yang sehat, anggota keluarga harus mulai memperbaiki diri supaya mampu hadir di dalam masyarakat sebagai orang-orang yang berpikiran, berperilaku, bersikap yang benar, logis dan religis, dan menghindarkan masyarakat dari berbagai pencemaran dosa. [iQuest]
[1]. Sarukhani, Baqir, Darâmad bar Dâirah al-Ma’ârif Ulûme Ijtimâ’î, hal. 524, Intisyarate Kaihan, 1370 S.
[2]. Silahkan lihat, Pilar-pilar dan Karakteristik-karakteristik Kehidupan Ilahi, Pertanyaan 11827; Pengaruh Tuhan dalam Kehidupan Manusia, Pertanyaan 8700; Bagaimana Pengaruh Tuhan dalam Kehidupan Manusia, Pertanyaan 11473.
[3]. Âsibsyenâsiye Khânewâdeh, hal. 24.
[4]. “Mereka adalah orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Qs. Ar-Ra’d: [13]: 28) “(Yaitu), orang-orang yang apabila tertimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kami akan kembali kepada-Nya).” (Qs. Al-Baqarah [2]: 156) “Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. Al-Fath [48]: 4)
[5]. “Mereka kekal di dalam (jurang) laknat itu; siksa itu tidak akan diringankan dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 162)
[6]. “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarah, dan jika ada kebaikan sebesar zarah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (Qs. Al-Nisa [4]: 40)
[7]. “Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang memiliki amalan yang terbaik.” (Qs. Al-Kahf [18]: 30)
[8]. (Qs. Al-Anbiya [21]: 73)
[9]. (Qs. Al-Ahzab [33]: 21)
[10]. Carl Jung, Gustav, Rawânsyenasi wa Din, hal. 12,13, 85, dan 174; dengan menukil dari: Salari Far, Muhammad Ridha, Khânewâdeh dar Negaresye Islâm wa Rawânsyenasi, hal. 114, Pazyuhesygahe Hauzah wa Danesygah, cet. Zaitun, Qum, 1385 S.
[11]. Silahkan lihat, Peran Ma’ad dalam Kehidupan Individu dan Sosial, Pertanyaan 413.
[12]. Silahkan lihat Khânewâdeh dar Negaresye Islâm wa Rawânshenâsî, hal. 114.
[13]. Silahkan lihat, Ibid, hal. 115-116.
[14]. Ibid.
[15]. Silahkan lihat Metode Komunikasi antar Sesama, Pertanyaan 8795.
[16]. Silahkan lihat, Kewajiban antara Suami dan Istri, Pertanyaan 850; Ketaatan Istri terhadap Suami, Pertanyaan 1674.
[17]. Silahkan lihat, Karakteristik-karakteristik Warga Muslim, Pertanyaan 332; Hak-hak antara Guru dan Murid, Pertanyaan 1368; Islam dan Hak-hak Manusia, Pertanyaan 4673; Hak-hak Muslimin terhadap Muslim lainnya, Pertanyaan 28053.
[18]. (Qs. Al-Nahl [16]: 90)
[19]. Kitab-kitab dan artikel-artikel ini bisa ditemukan di situs-situs internet research-ilmiah, seperti situs Majalât Nûr.