Yang dimaksud dengan perasaan ingin mencari Tuhan adalah kecendrungan fitrawi dan intrinsik manusia terhadap Allah Swt. Perasaan ini merupakan sebuah seruan batin dan penggeraknya tidak lain adalah fitrah.
Adanya perasaan perhatian kepada Allah Swt dalam diri manusia, tanpa pengajaran dan pelajaran, menunjukkan fitrinya masalah ini. Namun perasaan fitri ini sama dengan perasaan-perasaan manusia lainnya yang akan bangun dan terjaga dalam kondisi-kondisi tertentu.
Untuk menguatkan perasaan ingin mencari Tuhan ini maka setiap orang harus menyingkirkan pelbagai halangan seperti kecendrungan-kecendrungan rendah, insting-insting hewani dan segala aktifitas keseharian yang menghalangi manusia untuk mengenal Allah Swt. Demikian juga, mengamalkan seluruh instruksi Pemilik Syariat, mengambil inspirasi dari ayat-ayat al-Qur’an, tuturan-tuturan para nabi dan wali serta pemimpin agama akan banyak membantu kita untuk menguatkan perasaan fitri ini dan mengokohkan iman kita.
Yang dimaksud dengan perasaan ingin mencari Tuhan adalah kecendrungan fitrawi dan intrinsik manusia terhadap Allah Swt. Perasaan ini merupakan sebuah seruan batin dan penggeraknya tidak lain adalah fitrah. Perasaan ini akan bangun dan bersemi dalam diri manusia tanpa memerlukan pengajaran dan pelajaran. Ketika manusia mencapai usia baligh maka perasaan ini akan semakin nampak dan kelihatan.
Bahwa munculnya perasaan perhatian kepada Tuhan dalam relung diri manusia, tanpa memerlukan pengajaran dan pelajaran, menunjukkan fitrinya perasaan ini. Perasaan fitri ini sebagaimana perasaan-perasaan manusia lainnya akan bangun dan terjaga dalam kondisi-kondisi tertentu.[1]
Namun tatkala dinyatakan bahwa perasaan natural dan fitri tidak memerlukan pengajaran dan pelajaran maksudnya adalah dalam proses kemunculan dan kejadiannya, tidak memerlukan pengajar dan guru. Dalam pada itu, kita harus menerima bahwa mengeksplorasi secara benar dan jauh dari pelbagai penyimpangan dan penyelewengan tidak akan tercapai tanpa pengawasan para guru yang mahir.[2]
Terkadang perhatian banyak yang tercurah kepada kelezetan materi dan lalai terhadap nilai-nilai tinggi manusia akan menjadi sebab perasaan ini akan semakin surut. Namun sekali-kali tidak akan pernah sirna dan lenyap. Bahkan dalam kondisi-kondisi pelik, didera oleh pelbagai musibah dan petaka, pelbagai penderitaan yang menimpa perasaan ini dan menjelma menjadi sebuah perasaan hidup yang menguasai ruh dan jiwa manusia. Lantaran pelbagai musibah dan penderitaan merupakan faktor-faktor pengguncang yang dapat membangunkan manusia yang lalai dan yang terlelap dalam buaian materi. Di samping itu, akan mensucikan segala noda pada lembaran hati manusia dan menyiapkan ruang bagi memanifestasinya fitrah pada diri manusia (perhatian kepada Tuhan). Atas dasar ini, kebanyakan orang jahat, tiran, penjahat tatkala terjerembab dalam pelbagai musibah dan penderitaan, maka mereka akan mengingat Tuhan dan dengan tulus perhatiannya akan tersedot kepada-Nya.[3]
Bagaimanapun, terdapat beberapa jalan yang harus ditempuh untuk menguatkan perasaan ingin mencari Tuhan dalam diri manusia yang dapat disinggung pada beberapa hal sebagaimana berikut ini:
1. Mengamalkan segala instruksi Pemilik Syariat, mengambil inspirasi dari ayat-ayat al-Qur’an, tuturan-tuturan para nabi dan wali serta pemimpin agama akan banyak membantu kita untuk menguatkan perasaan fitri ini dan mengokohkan iman kita.
2. Menyingkirkan pelbagai halangan seperti kecendrungan-kecendrungan rendah, insting-insting hewani dan segala aktifitas keseharian yang menghalangi manusia untuk mengenal Allah Swt. Karena hawa nafsu dan segala keinginannya akan melemahkan iman, melenyapkan iman atau menghalangi terealisasinya iman. Seseorang yang mengikuti nafsu ammarah, insting-instingnya akan menjadi pemimpin baginya. Dengan mata dan telinga tertutup dan tanpa perhatian mengikuti segala yang terdapat di balik keinginan-keinginan instingnya. Segala kecendrungan ini akan menghalangi kita untuk memperoleh iman yang kokoh.[4]
3. Menghilangkan segala kelalaian dan memperbanyak perhatian kepada kalbu (sebagai media untuk mengingat Allah Swt).
Dalam hadis mikraj, Allah Swt berfirman kepada Rasulullah Saw, “Wahai Muhammad! Arahkan tekadmu kepada sesuatu dan letakkan lisanmu menjadi satu. Jadikan badanmu hidup dan jangan sekali-kali lalai. Barang siapa yang lalai mengingat-Ku, tidak menjadi penting bagi-Ku di tempat mana ia akan mengalami kebinasaan.”[5] Nasihat Allah Swt kepada Rasulullah Saw adalah bahwa apabila hatimu tidak mengingat Tuhan maka badanmu akan binasa. Kehidupan kemanusiaanmu tergantung sepenuhnya kepada mengingat Tuhan. Apabila engkau tidak mengingat Tuhan maka engkau tidak akan memperoleh kehidupan insani dan badanmu akan binasa. Badan manusia akan senantiasa hidup tatkala sekejap pun tidak lalai mengingat Tuhan dan lalai merupakan faktor utama kebinasaan.[6] Dengan menjalankan hal-hal ini Anda dapat menghidupkan dan mengokohkan perasaan keinginan mencari Tuhan dalam diri Anda. [IQuest]
[1]. Imân wa Âtsâr Sâzandeh-ye Ân, Ja’far Subhani, hal. 25-30, dengan ringkasan, Intsiyarat-e Muassasah Imam Shadiq As, Cetakan Kedua, 1384 S. ‘Aqâid Islâmi dar Partu-ye Qur’ân, Ja’far Subhani, Hadits wa ‘Aql, hal. 9, Kitab Khane-ye Site Tebyan.
[2]. ‘Aqâid Islami dar Partu-ye Qur’ân, Ja’far Subhani, Hadits wa ‘Aql, hal. 9, Kitab Khane-ye Site Tebyan.
[3]. Imân wa Âtsâr Sâzandeh-ye Ân, Ja’far Subhani, hal. 32. Tafsir Nemune, Nashir Makarim Syirazi, jil. 16, hal. 340-341, Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1363 S.
[4]. Mabâni, Rawesy wa Ahdâf Tarbiyati dar Shahifeh Sajjâdiyah, hal. 9, Kitab Khane Site Tebyan. Akhlâq dar Qur’ân, Muhammad Taqi Misbah Yazdi, dikompilasi oleh Muhammad Husain Iskandari, jil. 1, hal. 196-209, Intisyarat-e Muassasah Amuzesy wa Pazuhesy Imam Khomeini, Cetakan Kelima, 1380 S.
[5]. Irsyâd Qulûb, Hasan ibnu Abi al-Hasan Dailami, jil. 1, hal. 205.
[6]. Dark-e Mahdhar Khuda, Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, hal. 1-3, dengan ringkasan dan perubahan, Kitab Khane Site Tebyan. Rahyân-e Kui Dust, hal. 250-251, Intisyarat-e Muassasah Amuzesy wa Pazuhesy Imam Khomeini, Cetakan Ketiga, 1376 S.