Nama Dzulqarnain disebutkan dalam surah al-Kahf (18). Terdapat perbedaan pendapat di kalangan penafsir dan sejarawan terkait dengan tinjauan sejarah siapakah Dzulqarnain ini dan di antara para tokoh besar sejarah mana yang lebih cocok untuk pribadi Dzulqarnain ini. Dengan memperhatikan tipologi yang dijelaskan dalam al-Qur'an dan pendapat para sejarawan, Dzulqarnain adalah Cyrus itu.
Secara umum, para penafsir meyakini bahwa ia berasal dari golongan manusia. Banyak riwayat yang menyebutkan bahwa ia bukan seorang nabi melainkan seorang hamba yang saleh. Imam Baqir As bersabda, "Dzulqarnain bukan seorang nabi melainkan seorang hamba yang saleh yang dicintai oleh Allah Swt. “
Nama Dzulqarnain disebutkan dalam surah al-Kahf. Sejarah dan nasibnya dijelaskan sekaitan dengan Ya'juj dan Ma'juj (Gog and Magog).[1]
Terdapat banyak perbedaan pendapat di kalangan penafsir dan sejarawan terkait dengan tinjauan sejarah siapakah Dzulqarnain ini dan di antara para tokoh besar sejarah mana yang lebih cocok untuk pribadi Dzulqarnain ini. Nampaknya pertama-tama kita harus menjelaskan tipologi personal Dzulqarnain dan selepas itu kita lihat dengan tokoh sejarah yang mana yang lebih cocok untuk pribadi Dzulqarnain.
Sebaik-baik literatur terkait dengan tipologi Dzulqarnain adalah al-Qur'an dimana al-Qur'an menyebutkan sifat-sifat utama Dzulqarnain sebagai berikut:
1. Allah meletakkan sarana dan faktor-faktor kemenangan di tangannya.[2]
2. Ia mempunyai tiga ekspedisi penting: pertama, ke belahan barat, setelah itu ke belahan timur, dan akhirnya ke daerah-daerah yang terdapat barisan pegunungan. Ia senantiasa berhadapan dengan berbagai kaum pada setiap ekspedisi ini.[3]
3. Ia seorang pria mukmin yang bertauhid, penyayang, dan tidak menyimpang dari jalan keadilan. Dengan alasan ini, ia mendapatkan perhatian yang khusus dari Allah swt. Sosoknya adalah sahabat bagi para budiman dan pembuat kebajikan, tetapi musuh bagi para perusak dan pembuat kejahatan. Ia pun tidak menyukai kekayaan dan harta dunia.[4]
4. Ia mempunyai iman yang kuat kepada Allah dan meyakini adanya Hari Kebangkitan.[5]
5. Ia adalah pembangun salah satu tembok (benteng) yang paling penting dan paling kuat, sebuah tembok yang terbuat dari besi dan tembaga sebagai pengganti konstruksi batu dan bata (dan apabila terdapat bahan bangunan lain di dalam bangunan tersebut, maka semua berada di bawah konstruksi kedua bahan bangunan utama ini). Tujuannya membangun tembok ini adalah untuk membantu kelompok-kelompok lemah dalam menghadapi kekejaman dan kejahatan kaum penentang dan pemberontak.[6]
6. Ia adalah seseorang tokoh yang namanya telah terkenal di kalangan sebagian kaum sebelum turunnya Al-Qur’an. Oleh karena itu, kaum Quraisy atau Yahudi pernah menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah Saw.[7] Sebagaimana firman Allah Swt, Mereka menanyakan kepadamu tentang Dzul Qarnain. (Qs. al-Kahf [18]:83)
Dengan memperhatikan beberapa tipologi yang disebutkan al-Qur’an, lalu Dzulqarnain lebih cocok dengan tokoh penakluk sejarah yang mana? Dalam hal ini, terdapat beberapa pandangan dimana yang paling penting dari beberapa pandangan tersebut terdapat tiga pandangan:
Pertama, Alexander Macedonia (Great Alexander). Sebagian orang memberinya nama Alexander Dzulqarnain. Usianya tidak lebih dari 36 tahun. Jasadnya dibawa ke Iskandariyah dan dikebumikan di tempat tersebut.[8] Akan tetapi, pendapat ini tertolak karena Alexander adalah seorang musyrik dan penyembah berhala bahkan pada akhir-akhir usianya sebagai hasil kemenangannya atas Achaemenid, ia mengklaim diri sebagai Tuhan. Ia berseberangan dengan apa yang disebut dalam al-Qur’an.[9]
Kedua, sebagian dari sejarawan memandang bahwa Dzulqarnain itu adalah salah seorang Raja Yaman. Menurut pandangan ini, tembok yang dibangun oleh Dzulqarnain adalah tanggul yang terkenal “Ma’rib” (The Ma’rib Dam).[10]
Pandangan ini juga memiliki cela karena tanggul “Ma’rib” (The Ma’rib Dam) di Yaman adalah sebuah tembok yang tidak sesuai dengan ciri-ciri yang disebutkan al-Qur’an terkait dengan tembok Dzulqarnain (Wall of Dzulqarnain) karena tembok Dzulqarnain yang dibangun oleh Dzulqarnain sesuai dengan al-Qur’an dibuat dari besi dan tembaga. Tembok itu dibangun untuk menghalau serangan kaum barbar. Sementara tanggul Ma’rib dibangun dengan konstruksi biasa untuk mengumpulkan air dan mengantisipasi terjadinya banjir.[11] Kedua, di Yaman terdapat beberapa raja yang dikenal sebagai Dzulqarnain, dan tidak jelas apakah mereka itu adalah orang-orang beriman atau tidak![12]
Pendapat ketiga adalah Cyrus Agung (Cyrus The Great) yang dikenal sebagai pendapat paling baru. Pendapat ini dilontarkan oleh ilmuwan masyhur Islam Abul Kalam Azad. Kebanyakan orang lebih fokus pada pendapat ini.[13] Cyrus adalah seorang Iran dan hidup pada masa Dinasti Achaemenid, abad keenam sebelum miladi (BC). Sebuah dinasti yang menyediakan kapasitas dan ruang bagi terbinanya pribadi Ilahi seperti Dzulqarnain. Dalam hal ajaran dan kebudayaan monoteistik, Cyrus menganut ajaran tauhid asli Iran dan tauhid yang belum terdistorsi oleh orang-orang yang ingin semata-mata mengejar upah yang pada saat itu hal ini sangat banyak ditemukan pada dataran tinggi Iran dan di kalangan orang-orang Iran, Timur dan Barat.[14]
Beberapa alasan Dzulqarnain itu adalah Cyrus
1. Cyrus adalah seorang mukmin, mengenal dan mengesakan Tuhan.
2. Cyrus adalah seorang raja yang adil, ramah kepada warga, pemurah dan budiman.
3. Terkait dengan musuh, ia adalah seorang politikus dan tegas.
4. Tuhan memberikan segala sebab kepadanya untuk mencapai kemenangan.
5. Agama, akal, keutamaan akhlak, kekayaan, keagunganseluruhnya menyatu dalam dirinya.
6. Cyrus mengerahkan pasukan ke wilayah Barat dan mendominasi daerah Lydia (Anatolia) dan sekitarnya.
7. Cyrus kembali bergerak ke arah Timur dan sampai pada Mathila’ al-Syams” dan berjumpa dengan seorang bermukim di sahara dan barbar.
8. Demikian juga, Cyrus membangun tembok dan tembok ini terletak pada lembah Darial (Darial Gorge, Rusia) dan di antara pegunungan Kaukasus dan dekat kota Tblisi (Georgia).[15]
Disebutkan bahwa gelar Dzulqarnain di samping disebutkan dalam al-Qur’an juga dinyatakan dalam Taurat. Sejatinya hubungan dua sumber ini khususnya tentang Dzulqarnain bermula dari sebab pewahyuan (sya’n al-nuzul) ayat-ayat terkait dengan Dzulqarnain, adalah pengajuan pertanyaan ““Mereka menanyakan kepadamu tentang Dzul Qarnain.” (Qs. al-Kahf [18]:83) Pertanyaan ini diajukan oleh Yahudi sendiri atau Quraish dengan provokasi Yahudi kepada Rasulullah Saw dan mereka ingin menyulitkan Rasulullah Saw dengan pertanyaan pelik seperti ini. Melalui jalan seperti ini mereka hendak menaklukkan Rasulullah Saw sehingga menggerus kenabiannya. Karena itu, secara pasti, Dzulqarnain yang disebutkan dalam al-Qur’an adalah Dzulqarnain yang disebutkan dalam Taurat. Ciri-cirinya yang dinyatakan dalam al-Qur’an dan Taurat jelas.
Objek luaran (mishdaq) Dzulqarnain dalam Taurat sangat jelas. Dzulqarnain adalah Cyrus, Raja Persia lantaran ia merealisasikan visi (nubuat) Daniel dalam bentuk domba bertanduk dua, satu sisi menanduk ke Timur dan lainnya ke Barat. Hal ini merupakan kiasan bahwa ia akan menaklukkan Timur dan Barat, sebagaimana nubuat Yesaya bahwa Cyrus itu adalah “Elang Timur” yaitu panglima yang tajam cengkeramannya dan penyerang dari Timur.[16]
Abul Kalam Azad Hindi berkata, “Boleh jadi visi Daniel merupakan sebuah kisah rekaan. Akan tetapi, apa yang disebutkan secara pasti dalam al-Qur’an merupakan sebuah kisah riil dan nyata. Sejarawan kiwari memberikan kesaksian atas kepribadian tinggi, sifat adil dan utama yang dimiliki oleh Cyrus.”[17]
Hubungan Cyrus dan Dua Tanduk
Pada abad 19 di dekat kolam di samping sungai kecil Morghab (Tajikistan) ditemukan patung Cyrus yang seukuran badan manusia dan menunjukkan bahwa Cyrus memiliki dua sayap seperti sayap elang dari dua sisinya terbuka, dan mengenakan mahkota dan memiliki dua tanduk seperti tanduk domba. Patung ini merupakan contoh paling bernilai seni ukiran kuno sedemikian menarik perhatian para ilmuwan sehingga sekelompok ilmuwan Jerman datang ke Iran hanya untuk melihat patung tersebut.
Dari pencocokan yang tertuang dalam kitab suci dengan ciri-ciri patung ini maka kemungkinan yang diberikan sejarawan semakin kuat dengan penamaan Cyrus sebagai Dzulqarnain (pemilik dua tanduk). Demikian juga mengapa patung batu Cyrus memiliki dua sayap seperti sayap elang. Atas dasar ini, sebagian ilmuwan memeluk Islam dan menjadi Muslim karena pribadi historis Dzulqarnain dapat diketahui dengan jalan ini.[18]
Para sejarawan juga menulis sifat-sifat etis Cyrus seperti yang ditulis oleh Herodotus, sejarawan Yunani, “Cyrus adalah seorang raja mulia, senang berseloroh, lembut dan pemurah. Ia tidak seperti raja-raja lainnya dalam mengeluarkan harta.”[19]
Juga Nouwen menulis, “Cyrus adalah seorang raja yang arif dan penyayang. Sifat kebesaran para raja dan keutamaan para arif berkumpul dalam dirinya. Ia mempunyai sifat kepedulian yang dimiliki oleh para petinggi, penampilannya wajar, syair-syair yang dimilikinya menunjukkan rasa kemanusiaan, dan wujudnya adalah lambang keadilan dan kerendahan hati. Sifat dermawan yang berada di dalam dirinya telah menggantikan kesombongan dan rasa bangganya.”[20]
Berdasarkan apa yang disebutkan di atas tidak ragu lagi bahwa Dzulqarnain adalah Cyrus Achaemenid (Khurush Hakhâmânasyi). Dewasa ini kebanyakan sejarawan dan penafsir sampai pada kesimpulan ini dan menyokong pandangan ini bahwa Dzulqarnain yang disebutkan dalam al-Qur’an dan Taurat itu satu dan tanpa ragu Dzulqarnain itu adalah Cyrus Agung (Cyrus the Great).
Apakah Cyrus itu Seorang Nabi?
Para penafsir mengungkapkan ragam pendapat dalam hal ini. Sesuai dengan penjelasan Allamah Thabathabai, pada sebagian riwayat, ia diperkenalkan sebagai manusia[21] dan sebagian lainnya memandangnya sebagai seorang malaikat langit.[22] Secara umum para penafsir meyakini bahwa ia berasal dari golongan manusia dan banyak riwayat yang menyebutkan bahwa ia bukan seorang nabi melainkan seorang hamba shaleh.
Imam Baqir As bersabda, “"Dzulqarnain bukan seorang nabi melainkan seorang hamba yang saleh yang dicintai oleh Allah Swt.”[23] [IQuest]
[1] Ihwal kisah Ya’juj dan Ma’juj silahkan Anda lihat, Pertanyaan 8409 (Site:8417)
[2]. “Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah menyediakan sebab segala sesuatu baginya.” (Qs. Al-Kahf [18]:84)
[3]. Nasir Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 544, Dar al-Kitab al-Islamiyah, Capkhaneh Khursyid, Cetakan Keempat, 1363 S. ayat 86, 90 dan 93.
[4]. Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 544 (ayat 88, 95 dan 98).
[5]. Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 545 (ayat 98).
[6]. Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 545 (ayat 94-96).
[7]. Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 545.
[8]. Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 542.
[9]. Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 543.
[10]. Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 542.
[11]. Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 543.
[12]. Sayid Muhammad Husain Thabathabai, Tafsir al-Mizân, terjemahan Persia, Sayid Muhammad Baqir Musawi Hamadani, jil. 13, tafsir surah Kahf (18), berkenaan dengan pembahasan riwayat ayat terkait, Markaz-e Nasyr Farhanggi Raja.
[13]. Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 543; Tafsir al-Mizân, jil. 13, tafsir Surah al-Kahf, berkenaan dengan pembahasan ayat terkait.
[14]. Site Tebyan, Kitabkhaneh, bagian pembahasan tafsir Qur’an Karim, pembahasan, “Dzulqarnain dar Qur’an Karim wa ‘Ahd ‘Atiq.” (Dzulqarnain dalam al-Qur’an dan Perjanjian Lama).
[15]. Tafsir al-Mizân, jil. 13, tafsir surah al-Kahf (18), berkenaan dengan riwayat ayat terkait. Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 549.
[16]. Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 546 dan 547; Taurat Kitab Daniel 8:20; Kitab Yesaya 46:11; Kitab Yeremia, Kitab Ezra, Kitab Tawarikh 2, Kitab Nehemia.
[17]. Abul Kalam Azad, Kurush Kabir (Dzulqarnain), Dr. Bastani Parizi (Penerjemah), hal. 192. Majalah Besyârat, Farvardin wa Urdibehesyt, 1384, No. 46; Sayid Mustafa Husaini Dasyti, Ma’ârif wa Ma’ârîf (Dânestân-hâye Islâmi), huruf dza.
[18]. Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 547.
[19]. Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 547 & 548.
[20]. Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 548.
[21]. Tafsir al-Mizân, jil. 13, tafsir surah al-Kahf (18), berkenaan dengan pembahasan riwayat pada ayat terkait.
[22]. Suyuthi, Tafsir Durr al-Mantsur, jil. 4, hal. 256 dan Ibnu Katsir, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, jil. 2, hal. 103.
[23]. Tafsir Nur al-Tsaqalaîn, jil. 3, hal. 294-295.