Bagaimana para malaikat sebelum penciptaan manusia memiliki informasi tentang masa depan dan mengetahui bahwa manusia akan melakukan kerusakan di muka bumi namun mereka tidak mengetahui nama-nama (al-asma)? Bukankah para malaikat adalah entitas non-material dan diciptakan secara sempurna. Lantas darimana kekurangan ini bersumber? Bukankah para malaikat harus taat kepada Allah Swt lalu mengapa mereka melancarkan protes atas firman Tuhan? Bagaimana Tuhan mengajarkan kepada Adam ketika para malaikat tidak ada di situ sehingga ia tidak merasa malu tatkala ditanya di hadapan para malaikat. Ketika Tuhan mengarjakan nama-nama kepada manusia betapa Tuhan berbangga dan berfirman bahwa Aku mengetahui berita ghaib langit-langit dan bumi karena apabila nama-nama tersebut diajarkan kepada para malaikat maka tentu mereka juga akan mampu menjawab pertanyaan tersebut?
Alam non-materi di antaranya para malaikat memiliki beberapa tipologi yang ketika diketahui maka akan dapat banyak membantu menjawab banyak pertanyaan yang terkait keberadaan para malaikat. Adapun tipologi tersebut adalah :
1. Entitas mereka adalah entitas aktual (bukan potensial). Artinya di tingkat manapun mereka berada maka tingkatan mereka adalah sempurna. Mereka memiliki segala sesuatunya namun tidak memiliki potensi dan juga tidak mengalami perkembangan.
2. Karena merupakan entitas non-material, para malaikat mengetahui seluruh entitas lainya di alam semesta. Namun pengetahuan tersebut hanya terbatas dan seukuran tingkatan eksitensial mereka. Tidak kurang juga tidak lebih. Karena itu, para malaikat mengetahui segala entitas yang berada di bawahnya secara sempurna dan terkait dengan entitas-entitas yang berada di atas tingkatan mereka hanya mengetahui seukuran kapabilitas dan kapasitas eksistensial mereka.
3. Setiap entitas material juga memiliki realitas non-material. Tingkat materialnya berada pada batas kesempurnaan. Entitas (material) ini tidak memiliki pelbagai kekurangan dan keterbatasan materi. Puncak silsilah seluruh entitas material dan non-material adalah Tuhan yang non-materi dan di atas non-materi. Semakin dekat kepada Tuhan maka keterbatasan akan semakin berkurang dan derajat kemurnian serta kenon-material eksistensinya akan semakin bertambah.
Dengan memperhatikan beberapa perkara di atas harus dikatakan bahwa:
Pertama, non-materialnya para malaikat dan pengetahuan mereka terhadap kerusakan dan keburukan manusia, tidak bertentangan dengan tiadanya pengetahuan mereka terhadap nama-nama Tuhan. Satu-satunya yang mereka ketahui adalah yang berada pada batasan eksistensial mereka tidak lebih.
Kedua, pertanyaan para malaikat adalah ekspresi kebodohan dan kemiskinan ilmu. Ketundukan ini ditunjukkan di hadapan entitas yang lebih unggul dan hal itu tidak bermakna protes atau maksiat. Karena sesungguhnya pada diri malaikat tidak mungkin terdapat kemaksiatan yang bermakna degradasi dari kedudukannya yang lebih tinggi.
Ketiga, mustahil terdapat makna-makna seperti merasa malu, bangga bagi Tuhan yang merupakan Realitas Puncak dimana seluruh kesempurnaan bersumber dari-Nya dan setiap entitas apa pun yang dimilikinya berasal dari-Nya. Tentu tidak mungkin Tuhan melakukan hal ini. Berbangga di hadapan para malaikat atau merasa malu sama sekali tidak ada maknanya bagi Tuhan.
Keempat, karena para malaikat memiliki maqam ma’lum (kedudukan tertentu), apa pun yang dimilikinya adalah dalam bentuk aktual (bil fi’il) dan hampa potensi (bil quwwah). Tentu saja tidak terdapat kemungkinan untuk mengalami perubahan dan pergantian. Tiadanya pengajaran pada malaikat lantaran tiadanya tuntutan dan kapasitas seperti ini pada diri mereka; malaikat tidak mampu mengemban dan memikul kedudukan seperti ini. Adapun manusia meski dari sudut pandang aktualitas (fi’il) sangat terbatas namun dari sisi kapabilitas dan potensi (quwwah) yang dimilikinya tidak terbatas. Lantaran manusia memiliki kemampuan menerima ilmu yang tidak dimiliki oleh para malaikat .
Pertanyaan yang diajukan terdiri dari beberapa bagian:
1. Ilmu para malaikat terhadap keburukan dan kerusakan manusia bagaimana dapat digandengkan dengan tiadanya ilmu terhadap nama-nama Ilahi?
2. Kesempurnaan penciptaan para malaikat bagaimana dapat digabungkan dengan penafian kejahilan terhadap nama-nama Allah?
3. Apakah para malaikat menyampaikan protes kepada Allah dan melanggar perintah Allah?
4. Apakah ada tempat yang tersembunyi bagi para malaikat dan Allah Swt di tempat itu mengajarkan nama-nama kepada Adam?
5. Apakah apabila mungkin Adam tidak menjawab pertanyaan tentang nama-nama tersebut dalam hal ini Tuhan akan merasa malu kepada para malaikat?
6. Apakah kebesaran Tuhan masih tetap ada bagi meski Dia mengajarkan nama-namanya kepada Adam?
7. Apakah para malaikat mampu mempelajari nama-nama tersebut apabila diajarkan Tuhan?
8. Mengapa Tuhan tidak mengarjakan nama-nama tersebut kepada para malaikat?
Dalam menjawab seluruh pertanyaan ini kita harus perhatikan bahwa manusia menjalani kehidupannya di alam materi yang terangkum dalam ruang dan waktu. Di samping itu, manusia pada umumnya berinteraksi dengan entitas materi tri dimensional dan sembilan aksiden. Atas dasar itu, benak manusia senantiasa disesaki dengan konsep-konsep material; sedemikian sehingga setiap makna yang disodorkan kepadanya maka hal tersebut dituang dalam format materi-materi, ruang dan waktu dan mengilustrasikanyna dalam konsep ruang dan waktu.
Sementara kebanyakan entitas-entitas alam semesta tidak terangkum dalam format ini dan kedudukannya berada di atas cakupan ruang dan waktu. Di antara entitas ini adalah para malaikat yang merupakan entitas non-materi, tidak memiliki gerak juga tidak diikat oleh waktu, tidak berdimensi, tidak mendiami ruang, tidak ada potensi, pendeknya tidak memiliki satu pun tipologi entitas material seperti warna, bau, aksi dan reaksi, rasa, kualitas dan kuantitas dan seterusnya. Padahal eksistensi mereka adalah terbatas meski intensitas eksistensinya lebih besar dibandingkan dengan entitas-entitas material lainnya; namun di antara para malaikat juga terdapat gradasi dimana setiap entitasnya menduduki setiap tingkatan yang hanya sesuai dengan tingkatan eksistensialnya.
Entitas-entitas non-materi adalah sebab-sebab bagi alam materi ini mengingat intensitas eksistensinya yang lebih kuat. Boleh jadi masih sukar buat kita pada awalnya untuk memahami persoalan ini. Namun ketika kita melihat persoalan ini dengan tinjuan akal maka kita tidak menjumpai satu pun isykalan (objeksi) pada entitas seperti ini bahkan apabila kita teropong dengan menggunakan akurasi filsafat maka akan kita dapatkan bahwa adanya entitas seperti ini merupakan sesuatu yang harus dan mesti ada.
Entitas-entitas non-materi seperti para malaikat memiliki banyak tipologi. Dengan mengetahui pelbagai tipologi tentu akan dapat membantu menjawab banyak pertanyaan dan persolaan tentang keberadaan para malaikat. Tipologi-tipologi tersebut antara lain:
1. Entitas para malaikat adalah entitas aktual (bukan potensial). Artinya pada setiap tingkatannya eksistensi mereka adalah final dan lengkap. Apa pun yang mereka miliki adanya di satu tempat. Tiada perkembangan dan potensi pada diri mereka untuk menanjak lebih tinggi dari batasan mereka. Terdapat sebuah ayat yang menyinggung masalah ini dan menyatakan, “Maa minna illa lahu maqamun ma’lum.“ Tiada seorang pun di antara kami (malaikat) melainkan mempunyai kedudukan yang tertentu.“ (Qs. Al-Shaffat 37]:164)
2. Setiap malaikat karena hampa materi dan tidak memiliki tirai materi (yang menjadi penghalang untuk memperoleh pengetahuan) maka mereka mengetahui terhadap entitas-entitas di alam lainnya; namun hal itu seukuran dengan tingkatan eksistensialnya, tidak kurang juga tidak lebih; karena itu, para malaikat memiliki ilmu yang utuh dan lengkap terhadap seluruh entitas yang berada di bawah mereka. Adapun terkait dengan entitas-entitas yang lebih tinggi dari mereka, para malaikat hanya dapat mengetahui seukuran dengan kapasitas eksistensialnya.[1]
3. Telah ditetapkan (pada gilirannya sendiri) bahwa setiap entitas material memiliki realitas non-material dan material.[2] Entitas (material) ini memiliki kesempurnaan-kesempurnaan materi dan tidak memiliki keterbatasan dan kekurangan material. Puncak silsilah seluruh entitas materi dan non-material adalah Tuhan yang non-materi dan berada di atas seluruh entitas non-materi. Karena itu, semakin kita melangkah ke arah Tuhan maka semakin keterbatasan kita akan berkurang dan semakin tingkatan kemurnian dan kenon-materian wujud akan bertambah.
Dengan memperhatikan beberapa pendahuluan di atas sekarang kami akan menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda.
1. Pengetahuan para malaikat sifatnya ultra masa (di atas jangkauan waktu) dan satu-satunya keterbatasan yang dimiliki adalah keterbatasan tingkatan. Artinya bahwa mereka hanya mengetahui sesuatu yang berada pada batasan eksistensinya tidak lebih. Penjelasannya demikian. Pengetahuan terhadap manusia akan menumpahkan darah adalah pengetahuan mereka terhadap tingkatan rendah manusia. Dan tingkatan rendah manusia berada di bawah tingkatan malaikat. Malaikat mengetahui tingkatan yang lebih rendah dari mereka. Namun pengetahuan mereka terhadap nama-nama Ilahi adalah pengetahuan yang lebih tinggi dari tingkatan malaikat. Ilmu tersebut adalah sesuatu yang tidak dimiliki malaikat sementara manusia memilikinya. Karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia adalah sebuah entitas yang dapat lebih rendah dari malaikat namun juga dapat lebih tinggi tingkatannya dari para malaikat sedemikian sehingga bahkan malaikat pun tidak mampu mencapai tingkatan tinggi tersebut.
2. Jawaban kedua: Seluruh entitas alam semesta dibandingkan dengan entitas yang lebih tinggi darinya adalah kurang lengkap dan sempurna. Namun dibandingkan dengan entitas yang lebih rendah adalah lebih lengkap dan sempurna. Demikianlah makna maqam ma’lum kedudukan para malaikat yaitu mereka hanya memiliki tingkatan seukuran batasan wujudnya dan tidak memiliki tingkatan-tingkatan lainnya; karena itu kesempurnaan dan ketidaksempurnaan pada seluruh entitas alam kontingen (imkan) dapat disatukan dan para malaikat juga tidak terkecuali dari aturan ini. Karena itu, tidak dapat dikatakan bahwa mengapa mereka mengetahui hal tertentu namun tidak mengetahui yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh bahwa setiap entitas memiliki pengetahuan dalam batasan siklus kapasitasnya dan kita tidak dapat berharap lebih banyak yang melewati kapasitasnya.
3. Jawaban Ketiga: Pertanyaan malaikat adalah pernyataan jahil dan menunjukkan tiadanya pengetahuan. Ketundukan ini dinyatakan di hadapan entitas yang lebih tinggi. Pertanyaan tersebut tidak bermakna protes atau maksiat. Dan tentu saja maksiat yang bermakna terdegradasinya maqam ma’lum para malaikat adalah sesuatu yang mustahil bagi mereka. Hanya pada setan yang mungkin saja terjadi degradasi lantara mereka adalah jin yang memiliki ikhtiar. Atas dasar itu, para malaikat tidak akan dihukum oleh Allah Swt. Berbeda dengan setan yang melakukan maksiat dan pembangkangan. Tentu ia akan mendapatkan hukuman dari Allah Swt. Apabila ucapan para malaikat adalah termasuk maksiat maka tentu ia akan mendapat kecaman.
4. Jawaban Keempat: Dalam menjawab pertanyaan ini harus dikatakan bahwa iya para malaikat masing-masing hanya memiliki pengetahuan seukuran dengan dirinya dan kedudukan mereka adalah ma’lum (diketahui). Lebih dari kedudukannya mereka tidak memiliki ilmu dan pengetahuan. Tidak hanya mungkin bahkan para malaikat sendiri mengakui bahwa pengetahuannya sebatas apa yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka tidak lebih, dan nama-nama Tuhan tidak terjangkau pengetahuan para malaikat.
5. Jawaban Kelima dan Keenam: Makna seperti merasa malu dan berbangga bagi Tuhan yang pada hakikatnya seluruh kesempurnaan bersumber dari-Nya dan apa pun yang dimiliki oleh setiap entitas adalah berasal dari-Nya. Karena seluruh entitas dan apa pun yang dimilikinya bersumber dari Tuhan maka kebanggaan atas para malaikat atau rasa malu di hadapan para malaikat bagi Tuhan sebagaimana yang dipahami oleh manusia adalah tidak bermakna bagi Tuhan.
6. Jawaban Ketujuh dan Kedelapan: Allamah Thabathabai dalam hal ini menuturkan, “Allah Swt dalam menjawab pertanyaan para malaikat, bukan hanya tidak menafikan khalifah bumi yang melakukan kerusakan di muka bumi dan pertumpahan darah namun Allah Swt membenarkannya namun sebagai gantinya Tuhan menyebutkan persoalan lain, dan hal itu adalah adanya kemaslahatan dimana para malaikat tidak mampu memenuhi kemaslahatan tersebut dan juga tidak mampu memikulnya. Namun khalifah bumi ini mampu memikul dan memenuhi kemasalahatan yang sangat bernilai dan besar itu sedemikian sehingga dapat menebus kerusakan dan pertumpahan darah yang ditimbulkan manusia. Allah Swt pertama dalam menjawab pertanyaan para malaikat, “(Aku mengetahui apa yang kalian tidak ketahui)” dan pada giliran kedua, sebagai ganti jawaban tersebut, Allah Swt menjawab seperti ini, “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi?” Dan yang dimaksud dengan rahasia (ghaib) di sini adalah nama-nama (Ilahi) tersebut bukan pengetahuan Adam terhadap nama-nama tersebut. Karena para malaikat sama sekali tidak mengetahui bahwa terdapat nama-nama dalam hal ini yang tidak mereka ketahui. Para malaikat tidak mengetahui hal ini. Mereka tidak ada berita bahwa Adam mengetahui nama-nama tersebut. Apabila tidak demikian maka tidak pada tempatnya Tuhan bertanya kepada mereka. Dan hal ini jelas, para malaikat mengajukan pertanyaan karena mereka tidak mengetahui hal tersebut. Kalau tidak demikian, maka persoalan ini telah memadai baginya hingga batasan ini dimana Allah Swt berfirman kepada Adam, “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama (dan rahasia) ciptaan para makhluk ini,” (Qs. Al-Baqarah [2]:33) supaya mereka tahu bahwa Adam memiliki ilmu tersebut bukan bertanya kepada malaikat tentang apakah nama-nama tersebut?”
Karena itu konteks ayat menyatakan kepada kita bahwa para malaikat mengklaim bahwa mereka layak untuk menduduki makam khilafah dan mengatakan bahwa Adam tidak memiliki kelayakan atas hal ini. Lantaran keniscayaan makam khilafah ini pengetahuan terhadap nama-nama tersebut. Allah Swt bertanya kepada para malaikat, dan mereka menyatakan tidak tahu atas nama-nama itui. Dan tatkala bertanya kepada Adam, Adam menyodorkan jawaban dan dengan cara seperti ini telah tebukti kelayakan Adam untuk memperoleh makam ini dan tiadanya kelayakan para malaikat.
Poin lainnya bahwa Allah Swt ingin mencari tahu jawaban atas pertanyaan-Nya, Dia menambakan redaksi kalimat ini, “in kuntum shadiqin” (Sekiranya engkau adalah orang-orang benar). Redaksi kalimat ini memiliki syiar-syiar bahwa klaim malaikat ini tidak benar; karena mereka mengklaim sesuatu yang meniscayakan pengetahuan tentangnya.[3]
Dari beberapa persoalan di atas menjadi jelas bahwa mengingat para malaikat memiliki kedudukan tertentu (maqam ma’lum) dan apa pun yang dimilikinya adalah dalam bentuk aktual. Para malaikat tidak memiliki potensi. Tidak terdapat perubahan dan pergantian pada diri mereka. Hal ini bukan disebabkan karena adanya larangan Ilahi karena hal itu berseberangan dengan sifat mahapemberi Tuhan (jud). Artinya memiliki seluruh tingkatan kesempurnaan harus disertai dengan kehadiran di alam materi dan tidak terdapat alternatif lain. Tiadanya pengajaran kepada para malaikat disebabkan karena tiadanya kesesuaian dan kemaslahatan pada diri mereka. Artinya bahwa para malaikat tidak memiliki kemungkinan dan kapasitas untuk dapat memikul kedudukan ini. Adapun manusia meski terbatas dari sudut pandang aktualitas (fi’il) namun dari sisi potens, kapabilitas dan kapasitas mereka memiliki kemampuan untuk menerima pelbagai pengetahuan yang tidak mampu dipikul dan diterima oleh para malaikat. [IQuest]
[1]. Hal ini disimpulkan dari hadis makrifat nafs yang kandungannya bahwa barang siapa yang mengenal dirinya maka ia mengenal Tuhannya.
[2]. Nihâyat al-Hikmah, Sayid Muhammad Husain Thabathabai, hal. 317, Muassasah Nasyr-e Islami, Qum.
[3]. Tafsir al-Mizân (terjemahan Persia), Sayid Muhammad Baqir Musawi Hamadani, jil. 1, hal. 180, Cetakan Kelima, Daftar-e Intisyarat-e Islami Jame’e Mudarrisin Hauzah Ilmiah Qum, 1374 S (dengan ringkasan).