Hits
38274
Tanggal Dimuat: 2013/09/17
Kode Site id22354 Kode Pernyataan Privasi 38773
Ringkasan Pertanyaan
Apakah kita berdosa apabila bermusuhan selama 3 hari ?
Pertanyaan
Apabila manusia bermusuhan dengan seseorang selama tiga hari apakah ia telah melakukan dosa?
Jawaban Global
Berdasarkan pada apa yang dapat disimpulkan dari beberapa riwayat, sekiranya, apa pun alasannya, terjadi permusuhan di antara dua saudara Muslim, maka permusuhan itu harus segera diakhiri  dan kedua pihak yang bersengkat harus segera berdamai.
Apabila terdapat kemungkinan untuk berdamai maka berlanjutnya permusuhan tergolong sebagai sebuah dosa.
Memaafkan dan melupakan apa yang telah berlalu merupakan salah satu karakter dan tipologi orang-orang besar serta merupakan pertanda kebesaran jiwa seseorang.
Dalam ajaran Islam, sifat ini tergolong sebagai salah satu sifat mulia. Agama yang dengannya Rasulullah Saw diutus bertujuan menyempurnakan keutamaan dan kemuliaan akhlak. Rasulullah Saw sendiri adalah sosok manusia yang berbudi pekerti yang luhur dimana kemuliaan akhlak ini pada beberapa ayat dan riwayat ditegaskan.
Pada kesempatan ini kami akan menyebutkan dua contoh dari riwayat sebagai berikut:
  1. Rasulullah Saw bersabda:, “Bilamana dua Muslim satu sama lain saling bertengkar dan tidak berdamai serta tidak terjalin hubungan pertemanan maka mereka telah keluar dari Islam. Barang siapa yang mendahului untuk berdamai maka ia akan terlebih dahulu memasuki surga kelak di hari kiamat.”[1] 
  2. Imam Shadiq As dalam hal ini bersabda, “Dua saudara apabila satu sama lain memutusan hubungan maka salah satu dari mereka akan mendapatkan laknat dan kadang-kadang keduanya layak mendapatkan hukuman. Mu’tab berkata, “Semoga jiwaku menjadi tebusanmu! Orang zalim yang layak mendapatkan hukuman lantas mengapa orang yang terzalimi juga harus mendapatkan hukuman?” “Karena ia juga tidak rela berdamai dan menghindar untuk berkata-kata dengannya.” Pungkas Imam Ja’far Shadiq As.
Saya mendengar dari ayahku yang bersabda, “Kapan saja dua orang saling bertengkar maka salah satunya harus meminta maaf dan orang yang dizalimi harus mendatangi temannya (bahkan dengan dusta yang mengandung kemaslahatan) berkata bahwa saya telah berlaku aniaya kepadamu sehingga dengan perkataan ini keduanya saling dapat mengunjungi dan Tuhan itu adalah Mahabijaksana nan Adil dan keadilan orang yang terzalimi akan kelak Dia ambil dari orang zalim.”[2] [iQuest]
Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat, Tidak Memaafkan, Tetap Bermusuhan dan Berpisah.
 

[1]. Muhammad Ya’qub Kulaini, al-Kâfi, Diriset dan diedit oleh Ali Akbar Ghaffari dan Muhammad Akhundi, jil. 2, hal. 345, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Keempat, 1407 H.
«قَالَ رَسُولُ اللَّهِ (ص‏) أَیُّمَا مُسْلِمَیْنِ تَهَاجَرَا فَمَکَثَا ثَلَاثاً لَا یَصْطَلِحَانِ إِلَّا کَانَا خَارِجَیْنِ مِنَ الْإِسْلَامِ‏  وَ لَمْ یَکُنْ بَیْنَهُمَا وَلَایَةٌ فَأَیُّهُمَا سَبَقَ إِلَى کَلَامِ أَخِیهِ کَانَ السَّابِقَ إِلَى الْجَنَّةِ- یَوْمَ الْحِسَابِ»
[2]. Ibid, hal. 344.
«سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ (ع) یَقُولُ‏ لَا یَفْتَرِقُ رَجُلَانِ عَلَى الْهِجْرَانِ إِلَّا اسْتَوْجَبَ أَحَدُهُمَا الْبَرَاءَةَ وَ اللَّعْنَةَ وَ رُبَّمَا اسْتَحَقَّ ذَلِکَ کِلَاهُمَا فَقَالَ لَهُ مُعَتِّبٌ جَعَلَنِیَ اللَّهُ فِدَاکَ هَذَا الظَّالِمُ فَمَا بَالُ الْمَظْلُومِ قَالَ لِأَنَّهُ لَا یَدْعُو أَخَاهُ إِلَى صِلَتِهِ وَ لَا یَتَغَامَسُ لَهُ عَنْ کَلَامِهِ‏  سَمِعْتُ أَبِی یَقُولُ إِذَا تَنَازَعَ اثْنَانِ فَعَازَّ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ فَلْیَرْجِعِ الْمَظْلُومُ إِلَى صَاحِبِهِ حَتَّى یَقُولَ لِصَاحِبِهِ أَیْ أَخِی أَنَا الظَّالِمُ حَتَّى یَقْطَعَ الْهِجْرَانَ بَیْنَهُ وَ بَیْنَ صَاحِبِهِ فَإِنَّ اللَّهَ تَبَارَکَ وَ تَعَالَى حَکَمٌ عَدْلٌ یَأْخُذُ لِلْمَظْلُومِ مِنَ الظَّالِمِ».
Terjemahan dalam Bahasa Lain