Investasi dan penanaman model memiliki ragam sistem dan model. Setiap sistem dan model memiliki syarat-syaratnya masing-masing. Jenis investasi dan penanaman modal dilakukan seperti ini bahwa dengan menyerahkan uang atau barang, Anda menyaratkan bahwa sebagian keuntungan yang diperoleh diserahkan kepada Anda; salah satu contoh jenis investasi ini adalah sistem bagi hasil (mudhârabah).
Namun terkadang Anda membeli sebagian saham dari sebuah perusahaan dan dengan demikian Anda memiliki sebagian saham pada perusahaan tersebut. Dalam kondisi seperti ini, Anda bermitra dengan para pemilik saham lainnya dalam perusahaan. Setiap sistem investasi memiliki syarat dan hukumnya masing-masing yang Anda dapat peroleh dengan merujuk pada risalah-risalah Taudhih al-Masâil para Marja Taklid.
Untuk menjelaskan pendapat para juris terkait dengan urusan hubungan perekonomian dengan negara-negara asing kita katakan bahwa:
Harus dicermati bahwa apakah perusahan yang dijadikan sebagai tempat penanaman modal dan investasi dimiliki oleh kaum Muslimin atau orang kafir (non-Muslim)? Apabila dimiliki oleh negara-negara kafir, apakah kaum Muslimin berdamai dengan mereka atau memutuskan hubungan-hubungan diplomatik dan tidak ada perjanjian damai dengan mereka? Karena itu berangkat dari pertanyaan-pertanyaan di atas kami mengajak Anda untuk memperhatikan beberapa poin berikut ini:
Akan tetapi hal ini tidak bermana bahwa kaum Muslimin harus menyingkirkan pola interaksi yang baik dengan mereka. Karena berakhlak baik dan akrab dengan orang lain merupakan dua hal yang berbeda. Dalam sebuah ayat, Allah Swt berfirman, “Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antara kamu dan orang-orang yang kamu musuhi di antara musyrikin (melalui jalan Islam). Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (Qs. Al-Mumtahanah [60]:7-8)
Demikianlah pembahasan global tentang penanaman modal dan investasi di perusahaan-perusahaan baik perusahaan-perusahaan itu dimiliki oleh negara-negara Muslim atau non-Muslim. Untuk menjelaskan pandangan akurat tentang kehalalan atau keharaman investasi maka harus dijelaskan dengan baik bagaimana proses aktivitas perekonomian dan kontrak yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Hal ini dilakukan karena adanya perbedaan kecil pada syarat-syarat kontrak dan kontrak-kontrak lainnya. Sebagai contoh dalam mudhâraba (sistem bagi hasil) keuntungan pasti tidak dapat diberikan bagi pemilik modal melainkan keuntungan yang diperoleh harus dibagi secara relatif antara pelaku dan pemilik modal (berdasarkan volume untung-rugi transaksi). Berbeda dengan hukum sewa, karena biaya sewa ditentukan secara pasti dan tidak ada urusannya apakah manfaat-manfaat harta (obyek sewaan) telah digunakan oleh pihak penyewa secara sempurna atau tidak.
Di samping jenis penanaman modal berpengaruh pada boleh tidaknya investasi tersebut, yang menjadi kriteria juga adalah pandangan marja taklid setiap orang. Karena terdapat perbedaan pendapat di antara para marja taklid seputar syarat-syarat dalam melakukan investasi yang harus diperhatikan secara seksama. Karena itu, kiranya Anda perlu menyebutkan nama marja taklid Anda dan jenis investasi yang Anda lakukan untuk memperoleh jawaban pasti. [iQuest]
[1]. Silahkah lihat, Taudhih al-Masâil, pembahasan utang.
[2]. Sayid Muhammad Kazhim Thabathabai Yazdi, al-‘Urwat al-Wutsqâ, 268, Muassasah al-Nasyr al-Islamiyah 1420; Syahid Tsani, al-Raudha al-Bahiyyah fi Syarh al-Lum’ah al-Damisyqiyyah, jil. 4, hal. 203, Maktabat al-Dawari, 1410 H.
[3]. Man La Yahdhuruhu al-Faqih, jil. 3, hal. 229.
[4]. Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini, al-Kâfi, jil. 5, hal. 286, Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1407 H.
[5]. Imam Khomeini menyimpulkan dari ayat ini tentang penafian segala jenis dominasi orang-orang kafir atau kaum Muslimin. Imam Khomeini, Kitâb al-Ba’i, hal. 543, Muassasah Ismailiyyan, 1410 H.
[6]. Penjelasan lebih jauh pada Pertanyaan-pertanyaan 1048 (Site: 1118); 1275 (Site: 1259) dan 608 (Site: 665).
[7]. Mahmud Abdurrahman, Mu’jam al-Musthalahât wa al-Alfâz al-Fiqhhiyyah, jil. 1, hal. 328, Tanpa Tempat, Tanpa Tahun.
[8]. Diadopsi dari makalah, Mahdi Mehrizi, Rawâbith Iqtishâdi Musalmânân bâ Kâfirân, Majallah Fiqh No. 7-8.