Please Wait
17001
Redaksi kata “salim” derivatnya dari kata “sa-lâ-m” dan “sa-lâ-ma-t” yang bermakna jauh dari penyakit lahir dan batin.
Imam Shadiq dalam menjelaskan makna kata qalbun salim bersaba, “Qalbun salim adalah qalbu yang menjumpai Tuhan sementara tiada satu pun selain Allah di dalamnya.”
Para ahli tafsir menjelaskan penafsiran yang berbeda-berbeda terkait dengan “qalbun salim” yang masing-masing menyinggung salah satu dimensi persoalan; misalnya qalbun salim adalah hati yang suci dari kesyirikan. Atau hati kosong dari perbuatan maksiat, kebencian dan kemunafikan. Atau hati yang kosong melompong dari kecintaan terhadap dunia karena cinta dunia merupakan sumber segala kesalahan. Dan pada akhirnya qalbun salim adalah hati yang tiada satu pun selain Allah Swt!
Salah satu redaksi kalimat al-Quran adalah qalbun salim yang sangat indah dan sarat dengan kandungan di dalamnya. Redaksi kata salim derivatnya dari kata “sa-lâ-m” dan “sa-lâ-ma-t” yanng bermakna jauh dari penyakit lahir dan batin.[1]
Penafsiran yang paling menarik atas kalimat qalbun salim adalah apa yang dijelaskan Imam Shadiq As ketika beliau bersabda, “al-qalbu al-salim alladzi yalqa rabbahu wa laisa fihi ahadun siwâhu.” Qalbun salim adalah hati yang bersua dengan Allah Swt sementara tiada satu pun (yang mendiami hatinya) selain-Nya.”[2]
Demikian juga dalam riwayat lainnya tetap dari Imam Shadiq As yang menyatakan, “Seseorang yang memiliki niat lurus adalah pemilik qalbun salim; karena keselamatan hati dari syirik dan keraguan yang menyucikan niat dari segala sesuatu.”[3] Karena itu, Imam Shadiq As memandang orang-orang yang memiliki niat suci dan kudus sebagai orang-orang yang memiliki qalbun salim.
Terkait dengan pentingnya qalbun salim adalah mencukupi bagi kita al-Qur’an yang menilai qalbun salim sebagai satu-satunya modal keselamatan di hari kiamat, sebagaimana yang dinyatakan dalam surah al-Syu’ara (26), kita membaca, “(yaitu) Di hari harta dan anak-anak tidak lagi berguna. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (Qs. Al-Syuara [26]:88-89)
Para ahli tafsir menjelaskan penafsiran yang berbeda-berbeda terkait dengan “qalbun salim” yang masing-masing menyinggung salah satu dimensi persoalan:
- Qalbun salim adalah hati yang suci dari kesyirikan.
- Qalbun salim adalah hati yang kosong dari perbuatan maksiat, kebencian dan kemunafikan.
- Qalbun salim adalah hati yang kosong melompong dari kecintaan terhadap dunia karena cinta dunia merupakan sumber segala kesalahan.
- Dan pada akhirnya qalbun salim adalah hati yang tiada satu pun selain Allah Swt di dalamnya!
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa redaksi kata “salim” derivatnya dari kata “sa-lâ-m” dan “sa-lâ-ma-t” dan tatkala “sa-lâ-ma-t diungkapkan secara mutlak maka hal itu mencakup segala jenis keselamatan dari pelbagai penyakit moral dan keyakinan. Karena itu, pemilk qalbun salim di dunia ini juga hatinya kosong dari selain Tuhan; karena urusan-urusan seperti hawa nafsu, mengejar kekuasaan, menuntut yang lebih banyak, anti moral dan lain sebagainya tidak sesuai dengan qalbun salim.
Kesimpulannya bahwa qalbun salim adalah hati yang menjauhkan segala jenis ketergantungan pada selain Tuhan dari dirinya dan di dunia menjadikan pusat perhatiannya kepada Allah Swt sebagaimana yang kita baca dalam doa, “Ilahi habli kamal al-inqitha’ ilaika. (Tuhanku! Karuniakan kepadaku kesempurnaan bergantung kepada-Mu). [iQuest]
Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat buku Qalbun salim karya Syahid Dasteghib.
[1]. Raghib Isfahani, Mufaradât al-Fâz al-Qur’ân al-Karim, klausul “sa-lâ-m.”
[2]. Al-Kâfi, jil. 2, hal. 16, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1368 S.
[3]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 67, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1404 H.