Advanced Search
Hits
46774
Tanggal Dimuat: 2010/01/09
Ringkasan Pertanyaan
Apakah melakukan bunuh-diri meski sekedar mengancam pun sesuai dengan qadha dan qadar Ilahi?
Pertanyaan
Apakah jika seseorang ingin melakukan bunuh diri dengan maksud memberikan ancaman dan bukan kematian, juga termasuk qadha dan qadar Ilahi ataukan tidak? Bagaimana posisi orang tersebut di alam akhirat kelak?
Jawaban Global

Agar masalah ini menjadi jelas, pertama ada beberapa redaksi yang harus dipahami dengan baik, yaitu: "qadha", "qadar", "takdir" dan "qada Ilahi".

Selanjutnya kami akan menjelaskan masalah qadha dan qadar. Qadar  artinya adalah ukuran, takdir bermakna mengukur (menakar) dan qadha berarti menetapkan dan melakukan. Takdir Ilahi artinya adalah bahwa Allah Swt telah menetapkan ukuran dan batas-batas tertentu atas segala fenomena dan dengan berbagai faktor hal itu akan terealisasi. Yang dimaksud qadha Ilahi adalah bahwa Allah Swt menghantarkan suatu fenomena kepada tahapannya yang terakhir setelah terpenuhi berbagai mukaddimah dan syarat-syaratnya. Adapun terkait dengan perbuatan manusia, maka perlu dipahami bahwa takdir Ilahi telah menetapkan perbuatan setiap manusia dengan segenap sifat-sifatnya. Dan adanya ikhtiar (kebebasan berkehendak dan memilih) dalam perbuatan tersebut merupakan salah satu sifatnya. Dengan demikian, maka takdir Ilahi dalam perbuatan manusia berarti bahwa seseorang telah melakukan suatu perbuatan atau ia dihantarkan hingga dapat melakukan suatu perbuatan setelah terpenuhinya berbagai syarat tertentu dan dengan menggunakan kehendak dan ikhtiarnya dan bukan secara jabri (terpaksa).   Dengan dasar itu, maka masalah bunuh diri -dengan memperhatikan bahwa ikhtiar seseorang itu termasuk bagian dari takdir Ilahi- tidak ada kontradiksi dengan qadha dan qadar Ilahi.  

Adapun masalah posisi orang itu pada hari akhirat kelak, tergantung pada jenis amal perbuatannya. Artinya bahwa apabila perbuatannya itu biasanya sampai mengakibatkan kepada kematian, maka perbuatannya itu sama dengan bunuh diri. Sesuai dengan petunjuk berbagai riwayat, maka tempatnya adalah di dalam siksa api neraka yang pedih. Akan tetapi apabila perbuatannya itu biasanya tidak sampai mengakibatkan kepada kematian, maka siksa ukhrawinya tidak seperti jenis perbuatan pertama, tetapi ia akan memperoleh dispensasi (keringanan).

Jawaban Detil

Dalam menjawab pertanyaan di atas perlu kami ingatkan beberapa hal:

1.   Pengertian qadha dan qadar:

Kata "qadar" bermakna ukuran dan "takdir" bermakna mengukur (menakar). Dan sesuatu itu dibuat berdasarkan ukuran tertentu. Kata "qadha" bermakna menetapkan, menyampaikan dan menghukumi (inipun semacam penyampaian yang bersifat i'tibari [non-hakiki]). Terkadang dua kata tersebut juga digunakan dalam bentuk sinonim dengan makna "nasib".

Maksud dari takdir Ilahi ialah bahwa Allah Swt telah menetapkan ukuran dan batas-batas, baik kuantitas, kualitas, masa dan tempat tertentu atas segala fenomena dan dengan berbagai sebab dan faktor yang berangsur-angsur hal itu akan terealisasi. Yang dimaksud qadha Ilahi adalah   bahwa Allah Swt menghantarkan suatu fenomena kepada tahapannya yang terakhir dan bersifat pasti, da hal itu setelah terpenuhi berbagai mukaddimah dan syarat-syarat tertentu.[1]

 

2.   Hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar manusia:

Takdir Ilahi atau nasib manusia memiliki dua dimensi:

1.Dimensi di luar ikhtiar manusia, misalnya berbagai bencana alam dalam kehidupan manusia, seperti: banjir, gempa, topan dan lain sebagainya. Dalam hal ini tugas manusia yang beriman terhadap berbagai bencana yang menimpa hanyalah pasrah dan menerima sepenuh hati.  Sudah jelas tidak terdapat kontradiksi antara pasrah dan menyerah terhadap berbagai bencana Ilahi tersebut dengan adanya usaha yang sungguh-sungguh untuk menghindarinya dengan upaya mengurangi kerugiannya dan menambal kerugian yang timbul akibat bencana tersebut.  Karena masalah pasrah dan menyerah yang berkaitan dengan asal terjadinya bencana tersebut yang terjadi tanpa ikhtiar manusia dan masalah keharusan bersungguh-sungguh, atau untuk menghindari malapetaka, atau mengurangi pengaruhnya, atau untuk menutupi kerugian yang timbul akibat bencana terebut, adalah dua hal yang berbeda. Karena bisa jadi meskipun manusia telah bersungguh-sungguh dan mengerahkan segenap kemampuannya untuk menghindari dan mengurangi bencana dan kerugiannya, tetapi tetap saja bencana itu terjadi. Misalnya ketika seseorang mengerahkan segenap kemampuannya untuk memperkokoh suatu bangunan yang dapat manahan kekuatan gempa tertentu, tetapi apabila gempa itu menimpanya dengan kekuatan yang lebih tinggi lagi, maka tugas manusia beriman –dalam hal ini- tidak lain kecuali pasrah dan menyerah terhadap ketentuan Ilahi.

2. Dimensi yang mencakup perbuatan manusia secara ikhtiari. Pada dimensi ini, takdir Ilahi tidak berlawanan dengan kehendak dan agenda bebas manusia.  Karena itu pada dimensi ini, manusia bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Karena arti qadha dan qadar Ilahi ialah terjadinya setiap fenomena dengan berbagai syarat dan ikatannya itu bersumber pada ilmu dan kehendak Ilahi dan semuanya itu dibawah pengaturan-Nya dengan penuh bijaksana. Suatu fenomena yang telah Allah takdirkan itu adalah perbuatan manusia dengan segenap sifat-sifat dan syarat-syaratnya, dan bukan tanpa itu. Sebagian sifat-sifat dan syarat-syaratnya itu berkaitan dengan masa dan tempatnya. Dan sebagiannya lagi bergantung pada si pelakunya. Salah satu sifatnya adalah perbuatan ikhtiari manusia, artinya ia melakukan suatu perbuatan atas dasar ikhtiar, pilihan dan kehendak bebasnya. Atas dasar itu maka pengertian Allah Swt telah menakdirkan perbuatan manusia ialah bahwa seseorang telah melakukan suatu perbuatan pada masa dan tempat tertentu dengan menggunakan ikhtiar, pilihan dan kehendaknya, bukan dengan secara terpaksa (determinatif). Jadi, qadha dan qadar itu, bukan saja tidak berlawanan dengan perbuatan manusia secara ikhtiari, bahkan malah mengokohkannya. Karena hal itu berarti kemustahilan terjadinya perbuatan tersebut secara terpaksa dan tanpa ikhtiar. Karena qadha dan qadar Ilahi bergantung pada adanya ikhtiar pada peruatan tersebut. Apabila perbatan itu terjadi atas dasar terpaksa dan tanpa ikhtiar, akan bertentangan dengan qadha dan qadar Ilahi itu sendiri[2].

 

3.   Hukum bunuh diri:

"Bunuhdiri dengan cara apapun, hukumnya haram dan termasuk dosa besar. Terdapat riwayat dari Imam Ja'far Shadiq As: "Barangsiapa yang melakukan bunuh diri dengan sengaja, maka ia akan masuk neraka Jahannam selamanya"[3]. Imam Muhammad Baqir As meriwayatkan sebuah hadis: "Seorang mukmin, bencana apapun yang menimpanya dan dengan kematian yang senantiasa mengancamnya, ia tidak akan melakukan bunuh diri"[4].

Dengan demikian, apabila seseorang –dengan motif apapun- melakukan bunuh diri, ia telah melakukan dosa besar dan di akhirat nanti akan mendapatkan siksa yang pedih.

 

4.             Hukum seseorang yang melakukan bunuh diri dengan maksud mengancam dan tidak benar-benar ingin mati:

Dalam masalah ini yang dapat kami katakan, pertama:  bahwa menampakkan (berpura-pura) melakukan bunuh diri itu (sekalipun tidak sampai mengakibatkan pada kematian) adalah dosa, menyerupai perbuatan ahli maksiat dan termasuk meremehkan hukum Allah Swt. Kedua: Apabila hal itu mengakibatkan pada kematian, maka di sini, perbuatan yang ia lakukan dengan maksud mengancam, apabila biasanya berakhir pada kematian, misalnya seperti seseorang yang menjatuhkan dirinya dari gedung tingkat empat, dalam hal ini, meskipun ia tidak bermaksud melakukan bunuh diri, tetapi karena perbuatannya itu mengakibatkan pada kematian, maka ia dianggap telah melakukan bunuhdiri. Dan hukumnya sama dengan hukum melakukan bunuh diri di atas. Akan tetapi jika perbuatan yang ia lakukan dengan maksud mengancam itu, biasanya tidak sampai mengakibatkan pada kematian, maka dalam hal ini apabila ternyata mengakibatkan pada kematian dan sesungguhnya ia tidak bermaksud bunuh diri, maka ia tidak akan mendapatkan siksa seperti kondisi yang pertama sekalipun secara lahiriah ia melakukan bunuhdiri dan meremehkan hukum Allah, dan perbuatannya itu tidak bisa disebut sebagai bunuh diri. Karena itu, ia akan memperoleh keringanan siksa. Karena sebenarnya ia tidak bertujuan melakukan bunuh diri dan juga perbuatan yang ia lakukan tersebut biasanya tidak sampai mengakibatkan pada kematian.

Adapun mengenai pertanyaan apakah melakukan bunuh diri dengan maksud mengancam itupun sesuai dengan qadha dan qadar Ilahi? Dengan penjelasan yang telah kami paparkan, menjadi jelas bahwa semua perkara dan seluruh urusan itu berada di bawah pengaturan qadha dan qadar Ilahi. Dan dalam hal itu tidak terdapat kotrdadiksi dengan kehendak manusia. Yakni baik seseorang itu mempunyai maksud serius untuk melakukan bunuh diri, ataupun ia tidak mempunyai maksud yang serius untuk melakukan hal itu, semuanya itu merupakan qadha dan qadar Ilahi.  Adapun mengenai siksa dan kesusahan akhirat tidak terdapat perbedaan pada dua hal tersebut. Karena ganjaran akhirat atas amal perbuatan seseorang itu bergantung pada mizan (neracan) niatnya dalam melakuan hal itu. Karena itu, jika ia tidak mempunyai niat yang serius untuk melakukan bunuh diri dan biasanya hal itu tidak sampai mengakibatkan kematian, maka balasan akhiratnya pun lebih ringan, karena ketergantungan amal perbuatannya kepadanya lebih sedikit, jadi siksanya pun lebih ringan.[]



[1] . Mishbah Yazdi, Muhammad Taqi, Âmuzesy-e Aqaid (Menjelajah Semesta Iman), hal.151.

[2] . Ma'arif Islami, hal. 106 dan 107 dengan sedikit perubahan dan tambahan.

[3] . Man la Yahdhur al-Faqih, jil.. 4, hal. 95, Al-Kâfi, jil. 7, hal. 45.

[4] . Al-Kâfi, jil. 3, hal. 112.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261144 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246265 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230053 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214919 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176243 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171560 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168044 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158079 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140884 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133997 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...