Please Wait
13517
Meski tidak dikemukakan sandaran atau sumber atas pertanyaan ini, namun bagaimanapun harus kita ketahui bersama bahwa setiap perubahan sikap bukanlah karena adanya perubahan kepribadian. Lantaran boleh jadi Rasulullah Saw dalam kesempatan yang berbeda, sesuai dengan tuntutan ruang, waktu dan kondisi, menunjukkan sikap dan perilaku yang berbeda-beda. Sehingga dengan demikian kita tidak dapat menyandarkan bahwa hal itu menunjukkan adanya perubahan kepribadian beliau. Terdapat banyak dalil dan alasan lainnya yang melatari adanya perilaku berbeda tersebut yang harus dikaji dan ditelusuri secara terpisah.
Pertanyaan ini dalam sebuah tinjauan yang lebih teliti dapat dibagi menjadi dua bagian:
Pertama, bahwa apakah setiap perubahan sikap, tidak terpuji dan merupakan sebuah dalil atas perubahan kepribadian seseorang?
Kedua, apakah pada kepribadian Rasulullah Saw; setelah kekuasaan lahirianya semakin bertambah luas dan besar; maka telah terjadi pelbagai perubahan negatif pada dirinya?
Terkait dengan poin pertama harus dikatakan bahwa kita tidak dapat memandang setiap perubahan sikap merupakan tanda perubahan kepribadian seseorang dan menganggapnya sebagai perbuatan tercela. Sebagai contoh, kami akan menyebutkan beberapa perubahan yang dari sudut pandang akal bukan merupakan perbuatan tercela:
1. Terkadang seseorang memiliki hubungan akrab dengan orang lain dan banyak men-share kehidupannya dengannya. Namun setelah itu, terjadi perubahan pada kondisi pekerjaannya yang membuat kesempatan baginya sangat terbatas. Atas alasan itu, ia tidak dapat lagi berbuat sebagaimana sebelumnya untuk berjumpa dengan seluruh orang yang memiliki hubungan akrab dengannya. Karena itu, hubungannya dilanjutkan dengan hubungan telepon. Perubahan perilaku seperti ini tidak dapat dipandang sebagai perubahan kepribadian pada diri seseorang untuk kemudian mencelanya. Namun apabila orang itu juga, setelah menduduki satu jabatan dan pos tertentu, ia tidak lagi memberikan jawaban atas salam yang diberikan sahabatnya atau bahkan mengingkari sama sekali orang-orang yang dikenal sebelumnya, dari kasus ini dapat diambil kesimpulan bahwa kepribadiannya telah mengalami perubahan untuk hal yang negatif.
2. Apabila bagi seseorang, karena religiusitas dan kerendahan hatinya (tawadhu); kita menaruh hormat secara spesial, namun setelah itu, orang tersebut dengan memperoleh jabatan duniawi, berubah menjadi orang yang angkuh dan sombong, tentu saja sikap kita terhadapnya akan berubah! Sumber perubahan sikap seperti ini adalah perubahan pada kepribadian pada diri orang itu bukan pada diri kita!!
3. Apabila pihak yang kita hadapi adalah seseorang kafir dan tidak beragama yang berperang melawan kaum Muslimin, maka kita juga akan bersikap keras dan berperang dengannya.[1] Namun apabila orang tersebut memutuskan untuk melakukan beberapa penelitian terkait dengan Islam, berdasarkan perintah Tuhan kita memiliki tugas untuk menciptakan keamanan baginya[2] dan bahkan apabila tanpa keputusan seperti ini ia memilih untuk bertetangga dengan kita atau datang bertamu kepada kita, ajaran-ajaran agama mewajibkan kita untuk memberikan penghormatan kepadanya.[3]
Hal-hal yang sejenis dari pelbagai perubahan dalam perilaku; yang juga memiliki justifikasi rasional dan agama; banyak jumlahnya dan berdasarkan hal ini, terdapat juga kemungkinan bahwa perilaku dan sikap Rasulullah Saw yang kita perhatikan berdasarkan salah satu dari hal-hal yang disebutkan di atas atau mengalami situasi yang sama, yang nampak berbeda dengan perilaku dan sikap sebelumnya dimana hal ini erat kaitannya dengan pertanyaan kedua Anda.
Sebagai contoh, diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah Saw memasuki rumahnya yang dihadiri oleh banyak tamu. Salah seorang dari sahabatnya yang bernama Jarir, karena tidak mendapatkan tempat di dalam rumah, ia duduk di luar rumah. Setelah melihatnya, Rasulullah Saw melipat sebagian dari pakaiannya dan menyerahkan kepadanya dan bersabda supaya potongan pakaian tersebut dibuka dan duduk di atasnya. Jabir yang melihat penghormatan sedemikian tinggi dari sisi Rasulullah Saw, alih-alih menaruh kain tersebut untuk diduduki, ia malah mencium dan meletakkannya di wajahnya.[4]
Coba Anda perhatikan: Terdapat kemungkinan bagi Rasulullah Saw untuk berlaku sedemikian bagi sebagian sahabatnya, namun apabila para sahabat Rasulullah Saw sampai pada ratusan ribu banyaknya dan seluruhnya ingin bercakap-cakap dan duduk bersama Rasulullah Saw, apakah melanjutkan sikap sedemikian tidak akan menyebabkan kehidupan personal dan sosial beliau akan terusik?!
Atas dasar itu, Allah Swt berfirman kepada orang-orang beriman untuk tidak memasuki rumah Rasulullah Saw tanpa izin dan tidak menanti dibawakan makanan. Apabila engkau diundang maka setelah menyantap hidangan maka segeralah kalian pergi dari tempat itu dan tidak menghabiskan waktu untuk berbicara banyak lantaran perilaku seperti ini akan mengganggu Rasulullah Saw dan beliau juga akan merasa malu untuk berkata-kata kepadamu tentang hal ini...[5]
Karena itu, kita tidak dapat membandingkan dua peristiwa sejarah ini dengan sederhana ini kemudian menyimpulkan bahwa kepribadian Rasulullah Saw telah berubah dan beliau tidak lagi bersikap sebagiamana sebelumnya terhadap para sahabatnya lantaran boleh jadi kondisi-kondisi yang ada sedemikian berubah sehingga menyulitkan beliau dan bahkan membuat beliau mustahil untuk bersikap sebagaimana biasanya. Apabila dalam hal-hal lain kita menyaksikan perubahan perilaku Rasulullah Saw maka hal itu harus kita teliti dan kaji secara seksama dan mencari tahu alasannya. Bukan malah segera mengambil kesimpulan bahwa beliau telah berubah setelah mendapatkan kekuasaan.
Dengan memperhatikan apa yang Anda ajukan dalam bentuk pertanyaan tanpa menyebutkan salah satu contoh dari klaim Anda, kami tidak dapat memberikan analisa akurat apa yang menjadi keinginan Anda. Kami persilahkan apabila Anda ingin melakukan hal sehingga kami dapat menjawab dan menjelaskan, dengan pertolongan Allah, pelbagai keburaman dan kebingungan yang Anda hadapi.
Namun suatu hal yang pasti bahwa Rasulullah Saw adalah sosok yang stabil dalam seluruh perilakunya sepanjang hidupnya. Dan beliau sendiri mengkritisi dan memprotes orang-orang yang mengalami keguncangan kepribadian setelah menduduki beberapa jabatan penting. Dalam konteks ini, Rasulullah Saw bersabda kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As bahwa lebih mudah baginya memasukkan tangan hingga siku ke dalam mulut ular berbisa ketimbang meminta sesuatu kepada orang-orang yang baru menduduki jabatan penting.[6] Dan banyak lagi bukti-buktu sejarah lainnya terkait dengan hal ini yang akan kami singgung di sini dengan menyebutkan dua contoh sebagai berikut:
Pertama, Imam Baqir As meriwayatkan dari Rasulullah Saw bahwa beliau bersabda, “Aku tidak akan pernah meninggalkan lima pekerjaan hingga kematian menjemput. Lima pekerjaan tersebtu adalah: Menyantap makanan dengan para budak di atas tanah dan tanpa suprah. Menaiki kendaraan tanpa pemuliaan. Memerah susu kambing dengan tangan sendiri. Mengenakan pakaian wool dan memberikan salam kepada anak-anak. Aku mengerjakan semua ini supaya orang-orang berperilaku sama sepertiku.[7] Kita saksikan bahwa beliau tetap setia dengan ikrarnya dan sikap seperti ini terus berlanjut hingga akhir hayat beliau.
Kedua, salah seorang sahabat datang kepada Rasulullah Saw dan karena melihat bekas tikar nampak dari badan beliau, ia berkata, sekiranya saya memiliki pembaringan yang lebih baik maka saya akan menghadiahkannya untuk Anda! Rasulullah Saw bersabda, “Dunia buat apa bagiku! Bagiku dalam menyikapi dunia laksana seorang pengelana yang beristirahat sejenak pada sebuah pohon di suatu hari yang panas kemudian melanjutkan perjalanan.”[8]
Benar! Orang-orang besar yang memandang dunia dan segala yang ada di dalamnya sebagai sesuatu yang binasa dan hanya Tuhan yang dipandang sebagai Sosok yang kekal abadi,[9] memiliki keperibadian yang lebih besar daripada pelbagai perubahan dalam kehidupan duniawinya, yang telah melupakan dirinya dan bersikap angkuh; bersikap selain apa yang difirmankan Tuhan kepadanya. Kita berharap semoga kita dapat mengikuti jejak nabi kita.
Namun sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa boleh jadi seluruh manusia di antaranya Rasulullah Saw, sepanjang hidupnya, berdasarkan pelbagai kondisi yang berbeda, menampakkan pelbagai perilaku yang berbeda-beda yang tidak dapat kita jadikan sebagai dalil atas perubahan kepribadiannya. [IQuest]
[1]. “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang terhadap sesama mereka. Kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Tanda-tanda mereka tampak pada wajah mereka dari bekas sujud.” (Qs. Al-Fath [48]:29); “Hai nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka.” (Qs. Al-Taubah [9]:73)
[2]. “Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar (dan merenungkan) firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (Qs. Al-Taubah [9]:6)
[3]. Jâmi’ al-Akhbâr, Taj al-Din al-Sya’iri, hal. 84, Dar al-Radhi lil Nasyr, Qum, 1405 H.
[4]. Bihâr al-Anwâr, Muhammad Baqir Majlisi, jil. 16, hal. 235, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1404 H.
[5]. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak (datang sebelum waktu yang telah ditentukan sehingga kamu harus) duduk menunggu-nunggu waktu makan (tiba). Tetapi jika kamu diundang, maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah tanpa kamu asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu nabi lalu ia malu kepadamu (untuk menyuruhmu keluar). Tetapi Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta suatu kebutuhan hidup kepada mereka (istri-istri nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan kamu tidak boleh menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.” (Qs. Al-Ahzab [33]:53)
[6]. Wasâil al-Syiah, Muhammad bin al-Hasan, Hurr ‘Amili, jil. 9, hal. 440, Riwayat 12439, Muassasah Ali Al-Bait, Qum, 1409 H. Dalam riwayat ini disebutkan redaksi “Man lam yakun tsumma kana” yang digunakan untuk orang-orang yang baru memiliki jabatan atau kekuasaan.
[7]. Bihâr al-Anwâr, Muhammad Baqir Majlisi, jil. 16, hal. 214, Riwayat Kedua.
[8]. Bihâr al-Anwâr, Muhammad Baqir Majlisi, jil. 16, hal. 249.
[9]. “Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apa pun yang lain. Tidak ada Tuhan melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya-lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (Qs. Qashash [28]:88)