Advanced Search
Hits
20285
Tanggal Dimuat: 2013/12/25
Ringkasan Pertanyaan
Apa penafsiran ayat 26 surah Shad itu?
Pertanyaan
Apa penafsiran ayat 26 surah Shad itu?
Jawaban Global
Pada surah Shad (38) ayat 26 disebutkan yang dialamatkan kepada Nabi Daud As. Allah Swt berfirman, "
﴿یا داوُدُ إِنَّا جَعَلْناکَ خَلِیفَةً فِی الْأَرْضِ فَاحْکُمْ بَیْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ ...
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil.”
 
Allah Swt menyatakan dengan firman-Nya ini kepada Nabi Daud yang menjadi khalifah dan representasi-Nya di tengah umat manusia[1] sehingga dapat berperan sebagaimana para nabi sebelumya yang menyeru masyarakat kepada tauhid dan akhlak mulia.
Pada ayat ini, di samping meletakkan tanggung jawab risalah, Allah Swt juga membebani tugas peradilan dan menyelesaikan sengketa di antara masyarakat di atas pundak Nabi Daud As. Masyarakat membawa persoalan dan persengketaannya di hadapan Nabi Daud  dan  Nabi Daud mengadili persoalan tersebut lalu menyampaikan yang benar kepada mereka.
Kemudian Allah Swt melanjutkan firman-Nya:
﴿وَ لا تَتَّبِعِ الْهَوى‏ فَیُضِلَّکَ عَنْ سَبِیلِ اللَّهِ
“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan
kamu dari jalan Allah.”
 
Ayat ini menandaskan bahwa tatkala menyelesaikan sengketa dan mengeluarkan hukum dan mengadili tidak berdasarkan kecendrungan pribadi karena hukum seperti ini akan membuat manusia berpaling dari kebenaran dan hakikat. Dalam masalah menyelesaikan sengketa dan mengeluarkan hukum, ayat di atas menggunakan kata hak bahwa hukum dan peradilan harus berdasarkan kebenaran dan fakta yang ada sehingga tiada satu pun yang dizalimi dari dua pihak yang bersengketa.
Kalimat “Jangan mengikut hawa nafsu” menegaskan bahwa hawa nafsu dan pelbagai kecendrungan manusiawi berseberangan dengan kebenaran dan membuat orang berpaling dari jalur Ilahi sehingga harus dijauhi.
Kalimat ini dialamatkan kepada Nabi Daud As, padahal dikarenakan kedudukan maksum, sangat mulia dan suci dari bersandar pada kecendrungan-kecendrungan dan keinginan-keinginan pribadinya dalam menyelesaikan sengketa masyarakat.
Dalam hal ini harus dikatakan bahwa pertama, ayat berada pada tataran pensyariatan hukum Ilahi dan layak untuk mendapat penegasan. Kedua, peradilan dan menyelesaikan sengketa, merupakan salah satu hukum Ilahi dimana pada agama-agama samawi telah diperbaharui dan ditegaskan pada masa Nabi Daud. Tentunya hal ini tidak bertentangan dengan masalah kemaksuman seorang nabi. Karena adanya kemaksuman tidak menjadi dalil dicabutnya ikhtiar dari seorang maksum dan seorang maksum sebagaimana orang lain juga menjalankan kewajiban dan meninggalkan larangan. Namun kemaksuman tidak menjadi halangan munculnya penentangan. Dengan kata lain, kemaksuman tidak menjadi penghalang taklif bagi seorang maksum.
Namun sebagian ahli tafsir[2]  berkata bahwa Allah Swt memerintahkan Nabi Daud As untuk menghukumi berdasarkan kebenaran dan keadilan dan melarangnya untuk tidak mengikuti hawa nafsu merupakan peringatan bagi orang lain; artinya setiap orang yang memikul tugas melayani masyarakat maka yang harus menjadi panglima adalah kebenaran dan tidak mengikuti hawa nafsu. Karena disebabkan oleh kemaksuman yang dimilikinya, sekali-kali Nabi Daud tidak menghukumi kecuali berdasarkan kebenaran dan tidak mengikut kebatilan.
Perlu untuk disebutkan adanya kritikan yang dilontarkan kepada ahli tafsir di atas bahwa adanya khitab kepada Nabi Daud adalah peringatan bagi orang lain tidak dapat menjadi dalil bahwa karena ia maksum maka ayat ini tidak dialamatkan kepadanya; karena sebagaimana yang telah dijelaskan kemaksuman tidak menjadi sebab hilangnya ikhtiar melainkan dengan adanya kemaksuman maka ikhtiar seorang maksum tetap pada tempatnya. Dan selagi ada ikhtiar maka taklifnya sah bahkan wajib sebagaimana hal ini juga sah berkaitan dengan orang lain; karena apabila taklif tidak diarahkan kepada mereka maka wajib dan haram tidak dapat digambarkan, ketaatan dan kemaskiatan tidak lagi dapat dibedakan. Hal ini sendiri menjadi penyebab batalnya kemaksuman; lantaran tatkala kita berkata Daud As itu maksum maka hal itu bermakna bahwa beliau tidak melakukan dosa dan dosa merupakan cabang dari taklif.[3]
Akhir frase ayat ini adalah,
﴿إِنَّ الَّذِینَ یَضِلُّونَ عَنْ سَبِیلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذابٌ شَدِیدٌ بِما نَسُوا یَوْمَ الْحِسابِ
“Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Qs. Shad [38]:26)
 
Secara umum adanya penegasan dan halangan dari kesesatan dan pelanggaran tugas Ilahi, entah itu berada pada posisi menyelesaikan persengketaan hukum, atau pelanggaran dosa besar yang akan menjadi sebab manusia layak mendapatkan azab. Sumber dan sebab seluruh kesesatan dan maksiat adalah kelalaian, berpaling dari hari kiamat dan pengingkaran terhadap hari perhitungan kelak di hadapan Allah Swt, mengabaikan dan melupakan perhitungan dan hukuman atas setiap maksiat, kesesatan dan penyimpangan di hari kiamat.
Dengan kata lain, kalimat ini merupakan dalil atas larangan mengikuti hawa nafsu. Mengikuti hawa nafsu adalah faktor utama manusia lalai dan lupa akan hari perhitungan. Lupa akan hari kiamat buntutnya adalah azab yang pedih. Yang dimaksud lupa di sini adalah tidak mengindahkan akan hari kiamat.
Ayat ini menunjukkan bahwa tiada penyimpangan dan kesesatan dari jalan Allah, atau dengan kata lain tiada satu pun maksiat dari maksiat yang dilakukan terlepas dari lalai dan lupa dari hari perhitungan.[4] Artinya bahwa akar seluruh maksiat dan pembangkangan itu adalah lalai dan lupa akan hari kiamat. [iQuest]
 

[1]. Meski sebagian ahli tafsir berkata bahwa yang dimaksud dengan khilafah dan suksesor adalah khilafah para nabi, bukan khilafah Ilahi sebagaimana yang disebutkan pada ayat, “Aku ingin jadikan di bumi seorang khalifah.” Silahkan lihat, Sayid Muhammad Husain Thabathabai, al-Mizân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 17, hal. 195, Daftar Intisyarat Islami, Qum, 1417 H.  
[2]. Sayid Mahmud Alusi, Ruh al-Ma’âni fi Tafsir al-Qur’ân al-Azhim, jil. 12, hal. 179, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut, 1415 H.  
[3].  Al-Mizân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 17, hal. 195.
[4]. Sayid Muhammad Husain Husaini Hamadani,  Anwâr Derakhsyan, jil. 14, hal. 115-116, Kitabpurusyi Luthfi, Tehran, 1404 H; al-Mizân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 17, hal. 194-196.  
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    259826 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    245595 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    229502 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214289 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    175597 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    170978 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    167395 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    157458 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140309 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133535 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...