Advanced Search
Hits
27173
Tanggal Dimuat: 2011/12/03
Ringkasan Pertanyaan
Manakah yang lebih baik jika saya menyerahkan sejumlah uang sebagai pinjaman atau sedekah?
Pertanyaan
: Manakah yang lebih baik jika saya menyerahkan sejumlah uang sebagai pinjaman atau sedekah?
Jawaban Global

Memberikan pinjaman (qardh al-hasanah) dan bersedekah keduanya merupakan sunnah dan tradisi baik dalam Islam yang banyak dianjurkan dalam ajaran-ajaran agama.

Di sini kita tidak akan membahas signifikansi, kedudukan, pengaruh dan keberkahannya secara rinci, melainkan hanya menyinggung secara ringkas tentang sebagian tipologi dan beberapa keunggulan memberikan pinjaman dan perbedaannya dengan bersedekah, sehingga di samping menjawab pertanyaan Anda juga keutamaan dan keunggulan memberikan pinjaman menjadi jelas bagi Anda.

Disebutkan oleh sebagian ulama bahwa keunggulan dan keutamaan ini bergantung pada beberapa syarat. Boleh jadi dalam beberapa kondisi tertentu dengan memperhatikan situasi dan kondisi sebagian orang, bersedekah lebih prioritas ketimbang memberikan pinjaman.

Jawaban Detil

Pendahuluan

Memberikan pinjaman (qardh al-hasanah) dan bersedekah keduanya merupakan sunnah dan tradisi baik dalam Islam yang banyak dianjurkan dalam ajaran-ajaran agama.

Di sini kita tidak akan membahas signifikansi, kedudukan, pengaruh dan keberkahannya secara rinci, melainkan hanya menyinggung secara ringkas tentang sebagian tipologi dan beberapa keunggulan memberikan pinjaman dan perbedaannya dengan bersedekah, sehingga di samping menjawab pertanyaan Anda juga keutamaan dan keunggulan memberikan pinjaman menjadi jelas bagi Anda.

Disebutkan oleh sebagian ulama bahwa keunggulan ini bergantung pada beberapa syarat. Boleh jadi dalam beberapa kondisi tertentu dengan memperhatikan situasi dan kondisi sebagian orang bersedekah lebih prioritas ketimbang memberikan pinjaman.

 

Signifikansi dan Kedudukan Memberikan Pinjaman

Salah satu amalan dan perbuatan yang dicintai Tuhan yang dengannya dapat memecahkan persoalan yang dihadapi seseorang, menggembirakan dan menyebabkan keridhaan Tuhan adalah memberikan pinjaman kepada orang lain. Sedemikian penting dan signifikannya masalah ini sehingga Allah Swt memandang memberikan pinjaman kepada orang lain adalah memberikan pinjaman kepada-Nya. Allah Swt berfirman, “Siapakah yang mau memberikan pinjaman yang baik kepada Allah (menafkahkan hartanya di jalan Allah), lalu Dia akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak? Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki), dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”[1]

“...dan berikanlah pinjaman yang baik kepada Allah..[2]

Meski yang dimaksud dengan memberikan qardh al-hasanah pada ayat-ayat yang disebutkan di atas bukanlah pinjaman dalam artian teknis, melainkan bermakna umum dan mencakup memberikan pinjaman, berinfak, bersedekah dan lain sebagainya kepada saudara seagama. Sedangkan qardh al-hasanah merupakan salah satu obyeknya. Namun dalam sebagian riwayat, yang dimaksud dengan qardh al-hasanah adalah pinjaman dalam artian urf (tradisi keseharian masyarakat) dan riwayat-riwayat menegaskan makna ini.

Sebagian penafsir (mufassirun) menyebutkan beberapa syarat sehingga pinjaman (qardh) ini menyandang ajektif hasanah (yang baik) sebagaimana berikut ini:

1.     Pinjaman harus berasal dari harta halal.

2.     Tidak menuntut balas budi, tidak pamer dan menyerahkan pinjaman disertai dengan kecintaan dan pengorbanan.

3.     Digunakan untuk keperluan-keperluan mendesak.

4.     Orang yang memberikan pinjaman harus bersyukur kepada Allah Swt karena mendapatkan taufik karena dapat meminjamkan.[3]

 

Qardh al-Hasanah dalam Beberapa Riwayat

Memberikan pinjaman kepada saudara seagama bagi mereka yang memiliki kemampuan finansial merupakan tradisi Islam dan menolak memberikan pinjaman dalam keadaan mampu adalah perbuatan tidak terpuji dan mendapat celaan.

Rasulullah Saw dalam mencela orang-orang yang memiliki kemampuan finansial namun menolak memberikan pinjaman bersabda, “Barang siapa yang menolak memberikan pinjaman kepada saudara Muslim dan orang-orang membutuhkan sementara ia mampu dan tidak memenuhi permintaannya, Allah Swt akan mengharamkan surga baginya.”[4]

Rasulullah Saw pada kesempatan lain bersabda, “Barang siapa yang memberikan pinjaman kepada saudara Muslimnya, ia akan memperoleh ganjaran seukuran gunung Uhud, Ridwan dan Sina sebagai ganti setiap Dirham yang ia pinjamkan dan tatkala tiba masa pembayaran bersikap toleran dengan orang yang berhutang, ia akan melintasi jembatan sirath laksana kilat, tanpa hisab dan azab.”[5]

Imam Shadiq As juga dalam hal ini bersabda, “Memberikan pinjaman lebih aku cintai ketimbang bersedekah.” Beliau mengimbuhkan, “Barang siapa yang memberikan pinjaman dan tidak menentukan waktu (pengembaliannya) dan orang yang meminjam (maqrudh) tidak membayar pada waktunya, pahala dan ganjaran setiap hari keterlambatannya laksana ganjaran satu Dinar sedekah pada setiap harinya.”[6] Demikian juga, Imam Shadiq As bersabda, “Memberikan pinjaman dan menerima tamu adalah salah satu sunnah Islam.”[7]

Karena itu, dalam beberapa riwayat yang dinukil dari para maksum As, perbuatan dan amalan yang sangat positif, meski berhutang dan meminjam adalah perbuatan yang dianjurkan untuk dijauhi.

Namun, disebutkan dalam sebagian riwayat, meminjam tanpa adanya keperluan dipandang sebagai sebuah perbuatan tercela dan terlarang. Berdasarkan riwayat-riwayat ini, manusia dalam beberapa kondisi terpaksa harus meminjam dan berhutang; karena membuat dirinya berhutang memikul tanggung jawab dan mengambil hak-hak orang lain, tidak lain hanya membuat pikirannya masygul, risau, dan sedih. Karena itu, diriwayatkan dari Imam Ali As bahwa Rasulullah Saw senantiasa membacakan doa ini, “Allâhummâ inni a’dzubika min ghalabat al-dain.” (Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari banyaknya hutang).[8]

Dari Imam Musa Kazhim As diriwayatkan, “Man thalaba al-rizqâ min hillihi faghuliba falyastaqridh ‘alallahi wa ‘ala Rasulihi.” Barang siapa yang berusaha mencari rezeki halal namun ia tetap berkekurangan dan tidak memiliki jalan lain, maka dengan jaminan Tuhan dan Rasul-Nya ia meminjam.”[9]

Dari sekumpulan riwayat yang berkaitan dengan qardh al-hasanah dapat disimpulkan bahwa salah satu hikmah penting pensyariatan tradisi dan sunnah islami ini adalah mengatasi kebutuhan penting orang-orang yang memerlukan dalam masyarakat, bukan masalah produksi, niaga dan memperbanyak harta. Manusia dalam beberapa kondisi tertentu harus meminjam sehingga urusan kesehariannya tetap berjalan lancar dan dengan meminjam ia dapat mengatasi persoalannya.

 

Perbedaan Memberikan Pinjaman dan Bersedekah

Mengingat bahwa Islam menentang segala bentuk tindakan mengemis dan Nabinya mencium tangan seorang pekerja yang berusaha bekerja sekuat tenaga dan bercucuran keringat untuk memenuhi kebutuhan kesehariannya.[10] Demikian juga dengan meninjau beberapa riwayat yang menyebutkan tentang pinjaman dan sedekah, keunggulan memberikan pinjaman atau sedekah sangat jelas. Karena itu, pada kesempatan ini kami akan menjelaskan beberap contoh riwayat ini sebagaimana berikut ini:

Rasulullah Saw bersabda, “Pada malam sewaktu saya dibawa mikraj, saya melihat tulisan ini di gerbang surga: “(Memberi) Sedekah memiliki sepuluh kali lipat ganjaran dan memberikan pinjaman memilliki delapan belas kali pahala.”[11]

Demikian juga Rasulullah Saw bersabda, “Saya lebih mencintai sekiranya saya meminjamkan sebanyak seribu Dirham dua kali ketimbang saya harus bersedekah sekali dengan uang (sebanyak) itu.”[12]

Imam Shadiq As bersabda, “Saya lebih mencintai meminjamkan sejumlah uang daripada harus menyedekahkan sejumlah yang sama.”[13]

Karena itu, sesuai dengan hadis-hadis ini, memberikan pinjaman lebih baik dan lebih utama ketimbang memberikan sedekah. Sebagian keutamaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.     Ketika memberikan pinjaman, sejumlah uang akan sampai di tangan seseorang yang memerlukannya; karena orang yang tidak membutuhkan tidak akan mau berhutang. Berbeda dengan memberikan sedekah yang boleh jadi diserahkan kepada seseorang yang benar-benar tidak memerlukannya. Imam Shadiq As dalam hal ini bersabda, “Ganjaran memberikan pinjaman lebih besar pahalanya dari memberikan sedekah karena orang yang berhutang tidak meminjam uang atau barang kecuali ia dalam kondisi membutuhkan. Namun orang yang menerima sedekah boleh jadi tidak berada dalam kondisi membutuhkan.”[14]

2.     Ketika memberikan pinjaman, kemuliaan jiwa orang yang meminjam tidak akan hilang. Namun orang yang mengambil sedekah, dengan mengambil sedekah, secara perlahan, kemuliaan jiwanya akan sirna dan jiwanya akan cenderung rendah.

3.     Ketika memberikan pinjaman, menjadi sebab orang yang meminjam terkondisi untuk menggunakan pelbagai upaya dan aktivitas untuk dapat membayar hutangnya dimana perbuatan ini menyebabkan rotasi perekonomian berputar dan membuat pelbagai kreativitas dan potensi bermunculan. Namun bagi orang yang menerima sedekah, karena tidak memiliki motivasi untuk mengembalikan uang yang diterimanya, tidak ada upaya dan aktivitas seperti ini yang dapat disaksikan.

4.     Dalam urusan meminjam, seseorang yang menyerahkan sejumlah uang kepada orang lain, setelah beberapa lama, akan menerima kembali uangnya dan wajib bagi orang yang meminjam, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan disepakati, mengembalikan uang yang dipinjamnya kepada pemilikinya. Namun dalam urusan sedekah tidak demikian. Artinya sesuatu yang telah disedekahkan tidak akan dikembalikan kepada pemiliknya, karena harta atau uang yang disedekahkan adalah tanpa imbalan, oleh karena itu orang yang menerima sedekah tidak wajib mengembalikan sedekah yang diterimanya dan sebagai imbalannya ia juga harus bersedekah.

5.     Dalam masalah pahala yang diterima juga terdapat perbedaan di antara keduanya; karena pahala sedekah di sisi Allah Swt adalah sepuluh kali lipat, namun ganjaran orang memberikan pinjaman adalah sebanyak delapan belas kali lipat. Dalam sebuah riwayat dari Imam Shadiq As kita membaca, “Di gerbang surga tertulis bahwa ganjaran sedekah sepuluh kali lipat namun ganjaran orang yang memberi pinjaman adalah delapan belas kali lipat.”[15]

 

Namun hal ini dan hal-hal lainnya, hanya dapat menetapkan keutamaan memberikan pinjaman dalam kondisi normal. Kalau tidak demikian, untuk menghilangkan pelbagai problematika sosial, terkadang hanya terbatas pada memberikan infak dan sedekah dan kita tidak dapat bersandar semata-mata pada pemberian pinjaman untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh orang-orang susah. Dalam kondisi seperti ini memberikan sedekah menjadi prioritas.

 

Kesimpulan:

Sesuai dengan ajaran-ajaran agama, baik menurut ayat-ayat dan riwayat-riwayat, umumnya memberikan pinjaman lebih utama dan lebih unggul dibandingkan dengan infak-infak harta seperti sedekah dan lain sebagainya. [iQuest]



[1]. (Qs. Al-Baqarah [2]: 245)

"مَّن ذَا الَّذِی یُقْرِض‌ُ اللَّه‌َ قَرْضًا حَسَنًا فَیُضَـَاعِفَه‌ُ لَه‌ُ أَضْعَافًا کَثِیرَة‌ً وَاللَّه‌ُ یَقْبِض‌ُ وَیَبْصُـطُ وَ إِلَیْه‌ِ تُرْجَعُون‌َ"

[2]. (Qs. Al-Muzammil [73]:20)

... وَ أَقْرِضُوا اللّهَ قَرْضَاً حَسَناً ..."

[3].  Silahkan lihat, Thabarsi, Majma’ al-Bayân, jil. 9, hal. 390, Nasir Khusruw, Teheran, Cetakan Ketiga, 1372 S. Muhsin Qira’ati, Tafsir Nûr, jil. 1, hal. 482-483, Markaz Farhanggi Darsha-ye az Qur’an, Cetakan Kesebelas, 1383 S.

[4]. Hurr Amili, Wasâil al-Syiah, jil. 16,  hal. 389, Muassasah Alu al-Bait, Qum, 1409 H.

"مَنِ احْتاجَ اِلَیْهِ اَخُوهُ الْمُسْلِمُ فى قَرْضٍ وَ هُوَ یَقْدِرُ عَلَیْه فَلَمْ یَفْعَلْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَیْهِ ریحَ الْجَنَّةِ".

[5]. Syaikh Shaduq, Tsawâb al-A’mâl wa Iqâbuhâ, hal. 414, edisi satu jilid, Intisyarat Syarif Ridha, Qum, 1364 S.

[6]. Wasâil al-Syiah, jil. 18, hal. 330.

"مُحَمَّدُ بْنُ عَلِیِّ بْنِ الْحُسَیْنِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ (ع) یَقُولُ لَأَنْ أُقْرِضَ قَرْضاً أَحَبُّ إِلَیَّ مِنْ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِمِثْلِهِ وَ کَانَ یَقُولُ مَنْ أَقْرَضَ قَرْضاً وَ ضَرَبَ لَهُ أَجَلًا فَلَمْ یُؤْتَ بِهِ عِنْدَ ذَلِکَ الْأَجَلِ کَانَ لَهُ مِنَ الثَّوَابِ فِی کُلِّ یَوْمٍ یَتَأَخَّرُ عَنْ ذَلِکَ الْأَجَلِ بِمِثْلِ صَدَقَةِ دِینَارٍ وَاحِدٍ فِی کُلِّ یَوْمٍ".

[7]. Muhammad Nuri, Mustadrak al-Wasâil, jil. 13, hal. 395, Muassasah Alu al-Bait, Qum, 1408 H.

"اَلْقَرْضُ وَالْعارِیَةُ وَ قِرَى الضَّیْفِ مِنَ السُّنَّةِ".

[8]. Mustadrak al-Wasâil, jil. 13, hal. 387.

[9]. Wasâil al-Syiah, jil. 18, hal. 321.

[10]. Usd al-Ghabah, jil. 2, hal. 72.

[11]. Ibid, jil. 16, hal. 318.

[12]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 103, hal. 139, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1404 H.

[13]. Ibid.

[14]. Wasâil al-Syiah, jil. 16, hal. 318. Kulaini, al-Kâfi, jil. 4, hal. 411, Bab al-Shadaqah ‘ala al-Quraba, Nasyr Muassasat Alu al-Bait.

[15]. Ibid.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261175 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246299 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230083 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214950 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176278 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171588 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168076 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158114 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140916 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134020 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...