Advanced Search
Hits
13571
Tanggal Dimuat: 2010/08/22
Ringkasan Pertanyaan
Apakah benar orang-orang Syiah berkata bahwa barang siapa yang tidak melakukan nikah mut’ah maka ia tidak menyempurnakan keimanannya?
Pertanyaan
Ulama Syiah berkata, “Barang siapa yang tidak melakukan mut’ah maka ia tidak menyempurnakan imannya hingga ia melakukan nikah mut’ah.” Mut’ah dalam pandangan ulama Syiah adalah pria melakukan senggama (jima) dengan wanita dan wanita tersebut menikah dengan pria tanpa adanya saksi-saksi atau wali. Mereka meyakini bahwa barang siapa yang melakukan nikah mut’ah dengan mukminah maka sesungguhnya ia telah melakukan ziarah sebanyak tujuh puluh kali ke Ka’bah. Mishbâh al-Mujtahid, Thusi, hal. 252.
Jawaban Global

Riwayat sedemikian tidak kami jumpai pada kitab Mishbâh al-Mujtahid. Dalam pandangan Syiah, nikah mut’ah memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi di antaranya menyampaikan formula bukan semata-mata bermakna senggama antara pria dan wanita tanpa menyertakan formula. Formula tersebut menunjukkan adanya kerelaan di antara kedua belah pihak.

Jawaban Detil

Riwayat ini dengan penjelasan seperti yang tertera dalam pertanyaan tidak terdapat pada kitab Mishbâh al-Mujtahid. Karena itu penyandaran seperti ini tidak benar adanya. Di samping itu, Mishbâh al-Mujtahid melingkupi riwayat-riwayat tentang ibadah, doa, amalan-amaan ritual harian, mingguan dan bulan-bulan khusus seperti bulan Ramadhan, Muharram, Safar dan sebagianya serta tidak ada sangkut pautnya dengan pembahasan akad-akad seperti akad nikah temporer (mut’ah) dan permanen (daim). Benar terdapat riwayat yang serupa dalam hal ini, misalnya apabila seseorang melangsungkan akad mut’ah dan mandi maka setiap tetesan air mandinya mendapatkan ganjaran permohonan ampunan dari para malaikat.[1] Atau imannya akan sempurna ketika ia melangsungkan pernikahan mut’ah dengan syarat tertentu.[2]

Iman menjadi sempurna dengan mut’ah tentu dengan terpenuhinya syarat-syarat yang akan kami sampaikan kemudian. Syarat-syarat ini juga disebutkan dalam riwayat.[3]

 

Syarat-syarat Pernikahan Sementara (mut’ah)

Pernikahan sementara (mut’ah) dalam Islam merupakan sebuah pernikahan resmi.  Bagi orang-orang yang ingin melampiaskan libido seksualnya namun tidak memiliki kemampuan dari sisi finansial untuk melangsungkan pernikahan permanen (daim) serta membina bahtera rumah tangga maka ia dapat menggunakan jalan ini. Dengan cara seperti ini ia menyelamatkan dirinya dari perbuatan dosa.

Islam sebagai agama terparipurna mensyariatkan dan membolehkan pernikahan sementara (mut’ah) lantaran persoalan yang boleh jadi dihadapi oleh sebagian orang ketika ia menikah secara permanen. Apabila hakikat, seluruh hukum, konsekuensi dan syarat-syarat pernikahan sementara dipahami dengan baik dan menimbang dengan seksama apa yang menjadi tujuan dan maksud Islam menetapkan aturan seperti ini demikian juga menunaikan segala hukum, konsekuensi dan syarat-syaratnya di samping amalan-amalan dan aturan-aturan Islam lainya, maka tentu saja pernikahan sementara merupakan sebaik-baik jalan untuk menjaga masyarakat dan setiap orang serta mampu mengantisipasi pelbagai kerusakan yang dapat dihadapi semua orang. Demikianlah tujuan dan maksud Syâri’ Muqaddas (Pemberi Syariat yang Suci).[4]

Pernikahan sementara memiliki selaksa syarat. Di antara syarat tersebut adalah ketika membaca formula akad maka yang membacanya harus menyatakannya secara imperatif (insyâ).  Hal ini disepakati oleh masyhur fukaha, bahkan secara konsensus (ijma)[5] disepakati oleh para ulama yang terdahulu dan terkemudian.[6] Perbedaan hanya terdapat pada boleh tidaknya menggunakan bahasa Arab atau selain Arab dalam membaca formula dan akadnya. Sebagian fukaha tidak memandang pembacaan dengan menggunakan bahasa Arab sebagai syarat terlaksananya pernikahan mut’ah.[7]

Aban bin Taghlib bertanya kepada Imam Shadiq As bahwa apabila ia berdua-duaan dengan seorang wanita apa yang harus dikatakan kepada wanita tersebut? (Bagaimana aku menikah dengannya). Imam Shadiq As bersabda: Katakan kepadanya, “Apakah kunikahi engkau dengan cara mut’ah berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya?” Hingga Imam Shadiq As bersabda bahwa apabila wanita tersebut berkata “iya” maka ia telah menjadi istrimu.[8]

Dengan demikian apa yang mengemuka dalam pertanyaan Syiah tidak memandang senggama antara pria dan wanita sebagai mut’ah melainkan menandaskan bahwa nikah mut’ah harus menggunakan akad yang dinyatakan secara imperatif. Atas dasar itu, apabila riwayat secara lahir, menyatakan tidak perlunya membaca akad dengan lafaz (memadai dengan nikah mu’athâti [tidak perlu ijab dan qabul])[9] yang dijadikan sebagai dalil oleh sebagian fukaha,[10] maka hal itu bertentangan dengan riwayat-riwayat dan dalil-dalil lainnya yang dijelaskan dalam kitab-kitab fikih Syiah dan fukaha Syiah tidak mengamalkan hal tersebut.[IQuest]

Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat, “Pernikahan Sementara dan Ketenangan” dan No. 3130 pada site ini.



[1]. Wasâil al-Syiah, jkil. 21, hal. 16, Hadis 26402.  

[2]. Man Lâ Yahdhur al-Faqih, jil. 3, hal. 466.

وَ رُوِیَ أَنَّ الْمُؤْمِنَ لَا یَکْمُلُ حَتَّى یَتَمَتَّعَ

[3]. Wasâil al-Syiah, jil. 21, hal. 14.

[4]. Diadaptasi dari pertanyaan No. 2925 (Site: 3130).

[5]. Muhammad Hasan Najafi, Jawâhir al-Kalâm fi Syarhi Syarâ’i al-Islâm, Syaikh Abbas Qucani, jil. 30, hal. 153, Dar al-Ihya Turats al-‘Arabi, Cetakan Kedelapan, Beirut, Libanon.   

[6]. Silahkan lihat, Taudhi al-Masâil 13 Marâji’, jil. 2, hal. 453-455, berkenaan dengan Masalah 2369-2370, Daftar Intisyarat-e Islami, Cetakan 11, 1384 S. Fakhrul Muhaqqiqin, Aidhâ al-Fawâid fi Syarhi Musykilât al-Qawâid, Sayid Husain Musawi Kermani-Syaikh Ali Panah Isytihardi, Syaikh Abdurrahim Burujerdi, jil. 3, hal. 12, Muassasah Ismailiyan, Qum, Cetakan Pertama, 1387 H. Jawâhir al-Kalâm fi Syarhi Syarâ’i al-Islâm, jil. 30, hal. 153.  Muhammad Fadhil Lankarani, al-Ta’liqât ‘ala al-Urwat al-Wutsqâ, jil. 2, hal. 732-733. Markaz Fiqhi Aimmah Athar As, Cetakan Pertama, Qum dan kitab-kitab fikih lainnya.    

[7]. Taudhil al-Masâil 13 Maraji, jil. 2, hal. 453 & 454, terkait dengan Masalah 2370.  

[8]. Al-Hurr al-‘Amili, Wasail al-Syiah, jil. 21, hal 43, Muassasah Ali al-Bait As Liihya al-Turats, 1409 H.

مُحَمَّدُ بْنُ یَعْقُوبَ عَنْ عَلِیِّ بْنِ إِبْرَاهِیمَ عَنْ أَبِیهِ عَنْ عَمْرِو بْنِ عُثْمَانَ عَنْ إِبْرَاهِیمَ بْنِ الْفَضْلِ عَنْ أَبَانِ بْنِ تَغْلِبَ وَ عَنْ عَلِیِّ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ زِیَادٍ عَنْ إِسْمَاعِیلَ بْنِ مِهْرَانَ وَ مُحَمَّدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ إِبْرَاهِیمَ بْنِ الْفَضْلِ عَنْ أَبَانِ بْنِ تَغْلِبَ قَالَ قُلْتُ لِأَبِی عَبْدِ اللَّهِ (ع) کَیْفَ أَقُولُ لَهَا إِذَا خَلَوْتُ بِهَا قَالَ تَقُولُ أَتَزَوَّجُکِ مُتْعَةً عَلَى کِتَابِ اللَّهِ- وَ سُنَّةِ نَبِیِّه لَا وَارِثَةً وَ لَا مَوْرُوثَةً کَذَا وَ کَذَا یَوْماً وَ إِنْ شِئْتَ کَذَا وَ کَذَا سَنَةً بِکَذَا وَ کَذَا دِرْهَماً وَ تُسَمِّی (مِنَ الْأَجْرِ) مَا تَرَاضَیْتُمَا عَلَیْهِ قَلِیلًا کَانَ أَوْ کَثِیراً فَإِذَا قَالَتْ نَعَمْ فَقَدْ رَضِیَتْ وَ هِیَ امْرَأَتُکَ وَ أَنْتَ أَوْلَى النَّاسِ بِهَا الْحَدِیثَ. 

[9]. Disebutkan dalam riwayat bahwa Umar ingin merajam seorang wanita pezina dan hal ini diketahui oleh Baginda Ali As dan beliau setelah bertanya tentang pokok persoalannya. Wanita tersebut berkata yang menunjukkan kerelaan keduanya. Baginda Ali As menandaskan bahwa mereka telah melangsungkan pernikahan:

وَ عَنْهُ عَنْ أَبِیهِ عَنْ نُوحِ بْنِ شُعَیْبٍ عَنْ عَلِیِّ بْنِ حَسَّانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ کَثِیرٍ عَنْ أَبِی عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى عُمَرَ فَقَالَتْ إِنِّی زَنَیْتُ فَطَهِّرْنِی فَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُرْجَمَ فَأُخْبِرَ بِذَلِکَ أَمِیرُ الْمُؤْمِنِینَ ع- فَقَالَ کَیْفَ زَنَیْتِ قَالَتْ مَرَرْتُ بِالْبَادِیَةِ فَأَصَابَنِی عَطَشٌ شَدِیدٌ فَاسْتَسْقَیْتُ أَعْرَابِیّاً فَأَبَى أَنْ یَسْقِیَنِی إِلَّا أَنْ أُمَکِّنَهُ مِنْ نَفْسِی فَلَمَّا أَجْهَدَنِیَ الْعَطَشُ وَ خِفْتُ عَلَى نَفْسِی سَقَانِی فَأَمْکَنْتُهُ مِنْ نَفْسِی فَقَالَ أَمِیرُ الْمُؤْمِنِینَ ع تَزْوِیجٌ وَ رَبِّ الْکَعْبَة.

[10]. Jawâhir al-Kalâm fi Syarhi Syarâ’i al-Islâm, jil. 30, hal. 153.  

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261244 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246361 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230145 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    215010 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176338 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171631 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168126 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158185 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140974 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134050 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...