Advanced Search
Hits
25318
Tanggal Dimuat: 2011/01/08
Ringkasan Pertanyaan
Jalan-jalan mana saja yang harus dilalui untuk mensucikan diri dari dosa?
Pertanyaan
Bagaimana manusia dapat mensucikan dirinya dari dosa?
Jawaban Global

Terdapat banyak jalan pengampunan dan pemaafan dosa yang akan kami singgung sebagaimana di bawah ini:

1.     Taubat dan kembali kepada Tuhan dengan menjalankan syarat-syaratnya.

2.     Mengerjakan perbuatan-perbuatan baik secara intens yang menyebabkan terampunkannya perbuatan-perbuatan buruk.

3.     Menjauhi dosa-dosa besar yang menjadi penyebab diampunkannya dosa-dosa kecil.

4.     Menahan pelbagai penderitaan dan musibah dunia dan pelbagai kesukaran alam barzakh yang akan menghilangkan segala noda dari orang-orang beriman.

5.     Syafaat; namun harus diperhatikan bahwa syafaat dengan syarat adanya perubahan dan revolusi dalam diri seorang pendosa dari kondisi sebelumnya dan memiliki kapabilitas yang diperlukan untuk menerima ampunan yang akan menyebabkan sucinya manusia dari dosa-dosanya.

6.     Maaf Ilahi; mencakup orang-orang yang memenuhi syarat-syarat dan memiliki kapabilitas; termasuk seluruh orang yang beriman yang telah mengentengkan amalan-amalan atau ternodai amalan-amalannya.

Jawaban Detil

Dari beberapa ayat dalam al-Qur’an dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak media pengampunan dan pemaafan yang akan kami singgung di bawah ini secara ringkas:

1.     Taubat dan kembali kepada Tuhan yang senantiasa disertai dengan penyesalan dari dosa-dosa yagn lalu dan memutuskan untuk menjauhi dosa di masa akan datang serta menebus segala perbuatan (buruk) yang telah dikerjakan dengan mengerjakan perbautan-perbuatan baik. Terdapat banyak ayat yang menyinggung persoalan ini, namun untuk menyingkat ruang dan waktu, kami hanya akan menyebutkan satu ayat dari ayat-ayat yang ada. Allah Swt berfirman, “Huwalladzi yaqbal al-taubah ‘an ‘ibâdihi ya’fu ‘an al-sayyiati.” Dialah yang menerima taubat dari para hamba-Nya dan memaafkan segala kesalahan.” (Qs. Al-Syura [42]:25)

Hakikat “taubat” adalah penyesalan dari dosa. Keniscayaan taubat adalah keputusan serius untuk meninggalkan dosa di masa mendatang dan bertekad untuk menebus segala perbuatan yang dapat dilakukan. Menyebut isitighfar juga merupakan penjelas atas makna ini. Dengan demikian rukun-rukun taubat dapat disimpulkan dalam lima perkara: Pertama, meninggalkan dosa. Kedua, penyesalan. Ketiga, keputusan untuk meninggalkan dosa. Keempat, menebus segala kesalahan di masa lalu. Kelima, istighfar.[1]

2.     Perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan secara intens dan istiqamah  akan menyebabkan diampunkannya perbuatan-perbuatan buruk sebagaimana al-Qur’an menyatakan, “Inna al-hasanât yudzhibna al-sayyiat.” Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik menyingkirkan perbuatan-perbuatan buruk. (Qs. Al-Hud [11]:114)

3.     Menjauhi dosa-dosa besar (kabirah) yang akan menyebabkan dimaafkannya dosa-dosa kecil (shagirah): In tajtanibu kabâir ma tunhauna ‘anhu nukaffir ‘ankum sayyiatikum wa nudkhilkum mudkhalân karima.” Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu) yang kecil dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (Qs. Al-Nisa [4]:31)[2]

4.     Ketabahannya dalam menanggung berbagai musibah dan kesulitan dunia dapat meringankan beban dosa-dosanya, berbagai kesulitan dan goncangan alam barzakh serta tahap-tahap awal nusyur (kebangkitan) dan Hari Kiamat.[3]

5.     Syafaat; hakikat syafaat adalah ditambahkannya sesuatu yang lebih kuat kepada yang lebih lemah untuk membantu orang yang diberi syafaat. Bantuan ini boleh jadi untuk menambahkan titik kekuatan atau menghiasi titik kelamahan yang dimilikinya.[4]

Konsep syafaat dalam Islam dan ayat-ayat al-Qur’an merupakan makna-makna yang berporos pada perubahan dan revolusi dalam diri “orang yang diberikan syafaat”; artinya orang yang diberikan syafaat menyediakan segala media sehingga ia keluar dari kondisi tidak menguntungkan bagi dirinya. Dengan perantara hubungan dengan yang memberikan syafaat (syâfi’i) ia menempatkan dirinya pada posisi ideal dan menguntungkan sehingga ia layak dan patut mendapatkan ampunan.

Iman terhadap jenis syafaat seperti ini sejatinya merupakan satu maktab unggul tarbiyah dan media perbaikan para pendosa dan orang-orang ternoda yang menyebabkan bangunnya mereka dari kelalaian dan bangkitnya kesadaran mereka.[5]

Dari beberapa riwayat, al-maqâm al-mahmud (kedudukan nan mulia) yang dijanjikan kepada Rasulullah Saw dalam Al-Qur'an adalah kedudukan syafa'at. Begitu juga, ayat yang berbunyi: "Dan kelak Tuhanmu pasti akan memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas." (Qs. al-Dhuha [93]: 5) mengisyaratkan ampunan Allah Swt yang mencakup orang-orang yang berhak mendapatkannya melalui syafa'at Rasul Saw.

Karena itu, sebesar-besar dan seujung-ujung harapan orang-orang beriman yang melakukan dosa adalah syafaat. Dan syafaat inilah yang dimaksudkan dalam Islam, dengan syarat-syarat tertentu, merupakan salah satu jalan tarbiyah bagi setiap orang dan menumbuhkan harapan untuk menebus segala kekurangan untuk tersucikan dari dosa-dosa dan gerakan dan menanjak menuju nilai-nilai kesucian.

6.     Maaf Ilahi[6] yang mencakup orang-orang yang layak dan mereka adalah orang-orang beriman yang dulunya memandang enteng amalan atau terkontaminasi perbuatannya. Apabila mereka tercakup dalam maaf Ilahi dan layak untuk hal itu maka mereka akan tergabung dengan kelompok ahli surga dan apabila tidak tersangkut dengan ampunan Ilahi maka mereka akan digiring ke neraka. Namun ma’wa dan kedudukan mereka bukan di situ dan mereka tidak akan tinggal di tempat itu selamanya.[7]

Kembali kami ingatkan bahwa maaf Ilahi bersyarat pada kehendak-Nya dan karena itu merupakan masalah umum dan bukan tanpa syarat, dan kehendak-Nya hanya terkait dengan orang-orang yang dapat membuktikan kelayakannya mendapatkan maaf Ilahi.

 

Karena itu, Allah Swt yang merupakan Sang Pencipta manusia dan Mahamengetahui seluruh tipologi manusia bahwa tersucikannya manusia dari segala dosa (betapa pun besar dosanya) sebagai sesuatu hal yang mungkin dan menyeru setiap orang kepada ampunan-Nya dan memberikan janji ampunan dan maaf sedemikian sehingga putus harapan dari ampunan dan maaf Tuhan dipandang sebagai dosa yang paling tinggi dan paling besar. Seluruh nabi Ilahi diutus untuk menyampaikan manusia kepada samudera tak-terbatas rahmat Ilahi sedemikian sehingga Rasulullah Saw disebut sebagai Nabi al-Rahmat (Nabi yang penuh kasih).

Poin terakhir yang perlu kami tegaskan di sini bahwa apabila seorang mukmin menjaga imannya hingga akhir hayatnya, tidak melakukan dosa-dosa yang menyebabkan hilangnya taufik darinya, tidak melakukan hal-hal yang menyebabkan su'ul khatimah (akhir yang buruk, unhappy ending), dan tidak condong kepada keraguan atau pengingkaran, singkat-nya jika ia meninggal dunia dalam keadaan mukmin, maka ia tidak akan mengalami siksa yang abadi, dosa-dosa kecilnya akan diampuni lantaran ia menjauhi dosa besar, dan akan diampuni pula dosa-dosa besarnya jika ia melakukan taubat dengan segenap syarat-syaratnya.

Namun, jika ia tidak sempat melakukan taubat, ketabahannya dalam menanggung berbagai musibah dan kesulitan dunia dapat meringankan beban dosa-dosanya, berbagai kesulitan dan goncangan alam barzakh serta tahap-tahap awal nusyur (kebangkitan) dan Hari Kiamat. Apabila dosa-dosa dan kesalahannya itu masih juga belum bisa disucikan dengan itu semua, syafa'at akan melakukan perannya untuk menyelamatkannya dari neraka. Syafa'at ini merupakan manifestasi rahmat Tuhan yang paling besar yang dianugerahkan kepada para kekasih-Nya, khususnya Rasul Saw dan Ahlul Baitnya yang mulia.

Akan tetapi pada saat yang sama, mereka tidak boleh merasa aman dari makar Tuhan. Hendaknya mereka waspada sehingga tidak melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan mereka su'ul khatimah (akhir buruk) dan tercabutnya iman pada saat ajal datang menjemput. Dan seyogyanya mereka tidak terikat dengan perkara-perkara duniawi, dan jangan sampai mengakar dalam hati-hati mereka sedemikian sehingga mereka meninggalkan dunia ini dalam keadaan Tuhan murka kepadanya (semoga Allah Swt melindungi kita dari hal ini).[8] [IQuest]


[1]. Tafsir Nemune, jil. 24, hal. 290.  

[2]. Âmuzesy-e Âqa’id, Muhammad Taqi Misbah Yazdi, hal. 477. Anda juga bisa melihat Iman Semesta (terjemahan Indonesia Âmuzesy-e Âqa’id), Al-Huda, Jakarta.

[3]. Ibid, hal. 481.   

[4]. Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat, Indeks: Konsep Syafaat dalam Islam, Pertanyaan 350. Indeks: Syafaat dan Keridhaan Tuhan, Pertanyaan 124.

[5]. Tidak ada bagimu selain dari-Nya seorang penolong pun dan tidak (pula) seorang pemberi syafaat.  (Qs. Al-Sajdah [32]:4). Katakanlah, “Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (Qs. Al-Zumar [39]:44). Kepunyaan-Nya apa yang ada yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. (Qs. Al-Baqarah [2]:255). Dan tidaklah berguna syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah Dia izinkan memperoleh syafaat itu. (Pada saat itu semua manusia berada dalam ketakutan) sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka (dan perintah Allah datang, orang-orang yang berdosa berkata kepada para pemberi syafaat), “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan-mu?” Mereka menjawab, “(Perkataan) yang benar (dan Dia memberikan izin syafaat kepada siapa yang berhak), dan Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Qs. Al-Saba [34]:23)

[6]. Tafsir Nemune, jil. 1, hal. 233.  

[7]. Tafsir Nemune, jil. 26, hal. 111.  

[8]. Âmuzesy-e Âqa’id (Iman Semesta), Muhammad Taqi Misbah Yazdi, hal. 481.  

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261246 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246364 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230149 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    215015 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176343 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171633 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168127 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158188 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140978 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134057 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...