Advanced Search
Hits
8870
Tanggal Dimuat: 2010/12/20
Ringkasan Pertanyaan
Mengapa kalimat “Inna al-Husain Misbâh al-Huda wa Safinat al-Najah” hanya berkenaan dengan Imam Husain As dan bukan para Imam Maksum lainnya?
Pertanyaan
Tolong Anda sampaikan ulasan atas hadis “Inna al-Husain Misbâh al-Huda wa Safinat al-Najah?” Mengapa kalimat ini hanya disampaikan berkenaan dengan Imam Husain As saja dan bukan terkait dengan para Imam Maksum lainnya? Tolong Anda sebutkan apabila terdapat literatur terkait dengan ulasan hadis ini.
Jawaban Global

Dalam literatur-literatur riwayat disebutkan bahwa “Innahu lamaktubun ‘ala Yamin ArsyiLlah Mishbahun Hâdin wa Safinatun Najah.” Sesungguhnya tertulis di sisi kanan Arsy Tuhan, Husain adalah pelita hidaya dan bahtera keselamatan.”

Para imam lainnya kendati mereka adalah cahaya tunggal dan semuanya adalah pelita hidayah namun seiring dengan tuntutan zaman yang membuat sisi kepribadian mereka mengejewantah dan teraktualisasi dan sebagai hasilnya merupakan cerminan satu dari nama-nama Tuhan.

Namun mengapa pelita hidayah dan bahtera keselamatan ini hanya digunakan untuk Imam Husain As? Terkait dengan hal ini harus dikatakan bahwa: “Situasi dan kondisi yang dihadapi oleh Imam Husain As adalah situasi dan kondisi khusus.” Situasi dan kondisi yang berkembang sedemikian gentingnya sehingga Bani Umayyah mampu menyampaikan anti propaganda terhadap Islam yang berpotensi menghancurkan Islam. Imam Husain As dengan pengorbanannya mampu menyelamatkan di samping Islam dari kebinasaan juga mendemonstrasikan seluruh dimensi Islam sejati pada tataran praktis bagi seluruh penghuni alam semesta. Sejatinya Imam Husain tengah menunjukkan jalan keselamatan dan memberikan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Atas dasar itu, tragedi Asyura dan Imam Husain adalah pelita yang menyinari jalan para pencari hakikat dan kebenaran. Dalam pancaran sinar tersebut, manusia dapat memperoleh keselamatan dari kesesatan dan kegelapan, kebodohan dan kedunguan, dan juga keselamatan sampai di dermaga dari amukan gelombang penyimpangan.

Jawaban Detil

Dalam literatur-literatur riwayat disebutkan bahwa “Innahu lamaktubun ‘ala Yamin ArsyiLlah Mishbahun Hadin wa Safinatun Najah.” Sesungguhnya tertulis di sisi kanan Arsy Tuhan, Husain adalah pelita hidaya dan bahtera keselamatan.”[1]

Berdasarkan hal ini maka kiranya pantas mengemuka sebuah pertanyaan, “Mengapa gelar ini tidak disematkan kepada para Imam Maksum As lainnya? Dalam menjawab pertanyaan ini harus dikatakan bahwa kendati para imam berasal dari cahaya yang satu dan kesemuanya adalah pelita petunjuk namun seiring dengan tuntutan zaman yang membuat sisi kepribadian mereka mengejewantah dan teraktualisasi dan sebagai hasilnya merupakan cerminan satu dari nama-nama Tuhan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

Dengan memperhatikan dua perumpamaan berikut ini maka persoalan yang disebutkan dapat menjadi jelas:

Contoh pertama: Di antara para Imam Maksum As hanya Imam Kelima As yang disebut sebagai Penyingkap Tirai Ilmu (Baqir). Padahal kita tahu bahwa seluruh maksum memililiki ilmu ladunni. Yang membedakannya adalah bahwa pada masa dan kondisi Imam Kelima hidup banyak pemikiran-pemikiran dan aliran-aliran baru bermunculan. Dari sisi lain, pemerintahan Bani Umayya semakin melemah dan di ambang keruntuhan. Dalam kondisi seperti ini, adalah suatu hal yang urgen prinsip-prinsip mazhab Syiah dijelaskan dan diajarkan. Memanfaatkan kesempatan emas inilah, Imam Muhammad Baqir menggelar kelas-kelas pelajaran dan hasil gemilang dari kelas-kelas ini dicapai secara sempurna pada masa Imam Shadiq As. Penjabaran secara tepat ajaran Ahlulbait As dan penggemblengan banyak murid yang menjadikan ajaran-ajaran Ahlulbait tersebar di seluruh titik dunia Islam. Simbol peran ini telah menjadikan Imam Kelima menyabet gelar Baqir (Penyingkap Tirai Ilmu) bagi dirinya dan hal ini tidak bermakna bahwa para Imam Maksum lainnya bukan merupakan seorang alim, melainkan hanya sebagai bukti peran khusus keilmuan Imam Baqir As dalam mensketsa garis-garis dan ajaran-ajaran Ahlulbait As.

Contoh kedua: Di antara para Imam Maksum As hanya Imam Ali As dan Imam Husain As mendapatkan gelar Tsârallâh (Darah Tuhan atau seseorang yang wali darahnya adalah Tuhan), sementara pada kenyataannya mereka seluruhnya tidak mati secara wajar meninggalkan dunia ini atau dengan kata lain mereka seluruhnya mencapai kesayahidan (diracun atau dibunuh) di jalan Allah. Dalilnya adalah bahwa di antara para Imam Maksum As hanya Imam Ali dan Imam Husain As yang darahnya tumpah ke bumi dan dalam kondisi seperti itu, model kesyahidan seperti ini memiliki peran dan pengaruh yang lebih dominan dalam keberlanjutan kehidupan agama Islam sementara tipologi yang disebutkan ini tidak terdapat pada para Imam Maksum lainnya. Dengan kata lain, seluruh Imam Maksum adalah manifestasi sempurna sifat-sifat dan nama-nama Ilahi, karena tuntutan tipikal dan kondisi-kondisi yang berkembang di setiap zaman, telah menyebabkan satu sisi dari kepribadian mereka yang memanifestasi dan mengaktual secara dominan. Mereka adalah cerminan nama dari nama-nama Tuhan dan pada setiap zaman, dimana satu dimensi dari berbagai dimensi eksistensialnya mengejewantah dan memanifestasi sesuai dengan tuntutan zamannya.

Adapun mengapa gelar pelita petunjuk (Misbâh al-Huda) dan bahtera keselamatan (Safinat al-Najah) hanya digunakan untuk Imam Husain As jawabannya adalah bahwa situasi dan kondisi yang dihadapi oleh Imam Husain As adalah situasi dan kondisi khusus. Pada kondisi seperti itu, Bani Umayyah telah mampu mencoreng wajah Islam dan hampir-hampir menghapuskan ajaran hakiki Islam. Jelas bahwa model Islam yang dikembangkan Muawiyah tidak mampu memberikan petunjuk kepada umat manusia. Model Islam yang membolehkan khalifahnya adalah seorang manusia peminum khamar, pemain judi dan sebagainya. Model Islam yang menerima diskriminasi kaum dan strata. Model Islam yang para pemimpinnya menunaikan shalat jamaah dalam keadaan mabuk.

Kemudian Imam menyampaikan tujuan kebangkitan dan perlawanannya. Imam Husain menegaskan, “Inni lam akhruj asyiran wa la bathran wala mufsidan wala zhâliman bal kharajtu lithalâb al-ishlâh fi ummati jaddi.” Aku tidak keluar untuk bersantai-santai dan bersenang-senang, bukan juga bertujuan untuk melakukan kejahatan dan penindasan melainkan aku keluar untuk melakukan perbaikan pada umat datukku.”[2]

Imam Husain As, setelah menggambarkan kondisi sosial pada masanya – bersabda, “Tidakkah kalian lihat kebenaran dan keadilan tidak dijalankan dan kebatilan tidak dilarang? Dalam kondisi rusak dan terkontaminasi seperti ini setiap orang beriman akan berharap kematian dan perjumpaan dengan Tuhan.”[3] Atau tatkala mendengar berita pengangkatan Yazid sebagai pemimpin, Imam Husain As bersabda, “Wa ‘ala al-Islâm al-salâm idzâ qad buliyat al-umma birâ’in mitsli Yazid.” (Dan selamat tinggal atas Islam apabila kepemimpinan umat diserahkan kepada orang seperti Yazid).[4]

Imam dalam kondisi seperti ini di samping mampu menyelamatkan Islam dari kehancuran dan juga telah menggambarkan potret Islam sejati secara praktis kepada seluruh penduduk dunia dan sejatinya mematerialisasikan jalan keselamatan dan petunjuk kepada manusia. Karena itu, pada peristiwa Karbala dan khususnya pada hari Asyura kita menyaksikan terjewantahkannya seluruh keutamaan dan kebaikan dari sosok suci Imam Husain As dan para sahabatnya. Dan kita dapat mengklaim bahwa seluruh dimensi Islam dilukis sendiri oleh Imam Husain dengan darahnya di padang Karbala sehingga kanvas ini senantiasa hidup sepanjang sejarah. Sementara kondisi sedemikian tidak terdapat pada Imam Maksum As lainnya sehingga dapat menampakkan seluruh keutamaan dan tipologinya kepada seluruh pencari hakikat serta menunjukkan seluruh dimensi petunjuk Islam. Hal ini tentu saja sesuai dengan tuntutan tugas yang mereka pikul bahwa pada setiap kondisi, diperlukan juga sikap dan perilaku khusus. Mereka memiliki tugas untuk menjadi teladan perilaku yang sesuai dengan tuntutan masanya; artinya keterbatasan yang ada berpulang pada situasi, kondisi dan tuntutan zaman yang berlaku pada setiap masa.

Karena itu, universalitas inilah yang dimiliki tragedi Asyura. Peristiwa ini dan Imam Husain As sendiri telah menjadi pelita dan setiap orang yang menggunakan pelita ini tidak akan tersesat dan tidak akan akan karam pada laut yang bergemuruh dengan gelombang taufan. Dengan kata lain, Imam Husain As adalah pelita petunjuk bagi yang terjerembab dalam kegelapan dan bahtera keselamatan bagi mereka yang terombang-ambing dalam gelombang dunia. Karena itu, dalam ziarah Arbain Imam Husain As kita membaca, “Wa badzala mahajjatahu fika liyastanqidza ibâdik min al-jahâlah wa hairat al-dalâlah wa qad tawâzara ‘alaihi man garrathu al-dunya..” Darah sucinya tumpah ke tanah di jalan-Mu sehingga para hamba-Mu mendapatkan keselamatan dari kebodohan dan kesesatan, sementara para pencari dunia (orang-orang yang tertipu gemerlap dunia) berkumpul melawannya.”[5] [IQuest]

Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat, Negâresy-e Irfâni, Falsafi wa Kalâmi be Syakhshiyat wa Qiyâm-e Imâm Husain As, Qasim Turkhan, Intisyarat-e Cilcerag, 1388 S.

Indeks Terkait:

Imam Husain As dan Makna TsaraLlâh, 7124 (Site: 7258)



[1]. I’lâm al-Wara, Amin al-Islam Fadhl bin Hasan Thabarsi, hal. 400, Cetakan Ketiga, Islamiyah, Teheran, 1390 H.

[2]. Hayât al-Imâm Husain bin Ali As, Baqir Syarif Qarasyi, jil. 2, hal. 264, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Qum, 1396 H. Imam dalam sabda lainnya menyatakan, “Allahummah inni uhibbu al-ma’ruf wa ankiru al-munkar” (Tuhanku! Sesungguhnya Aku mencintai segala yang makruf dan mengingkari segala yang mungkar), Bihâr al-Anwâr, Muhammad Baqir Majlisi, jil. 43, hal. 328, jil. 110, Muassasah al-Wafa, Beirut, Libanon, 1404 H.

[3]. Ala Tarauna ila al-Haq la Yu’mal bih wa ila al-Bathil laa Yutanaha ‘anhu liyarghabu al-Mu’min fi LiqaaiLlah Fainni laa ara al-Maut illa al-Sa’adah wa al-hayat ma’a al-Zhalimin illa Barâma (Tidakkah engkau saksikan kebenaran tidak diamalkan dan kebatilan tidak dilarang sehingga membuat orang beriman bergairah bertemu dengan Allah Swt. Karena sesungguhnya aku tidak melihat kematian kecuali kebahagiaan dan kehidupan bersama orang-orang zalim kecuali kesengsaraan). A’yân al-Syiah, jil. 4, Pembahasan Pertama, hal. 234 & 235, Dar al-Ta’aruf li al-Mathbu’at, Beirut 1406 H. Imam Husain As dalam sabdanya kepada lasykar Kufah, Inna lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un haula qaum kafaru ba’da imanihim fabu’dan li al-qaum al-zhalimin, (Sesungguhnya kita berasal dari Allah dan kepada-Nya kelak kita akan kembali. Mereka adalah sekelompok orang yang telah kafir setelah keimanan mereka dan rahmat Tuhan sangat jauh untuk orang-orang zhalim). Geru Hadits Pazuhesykadeh Baqir al-‘Ulum, Mausuâ’t Kalimât al-Imâm Husain, hal. 416-417, Cetakan Ketiga, Dar al-Ma’ruf lil Thaba’atwa al-Nasyr, 1416 H – 1995 M.

[4]. Al-Luhuf ‘ala Qatli al-Thufuf, hal. 11, Intisyarat-e Jahan, 1348 S.

[5]. Bihâr al-Anwâr, Muhammad Baqir Majlisi, jil. 98, hal. 331.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261234 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246352 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230137 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214992 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176333 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171627 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168115 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158176 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140968 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134041 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...