Please Wait
22071
Berbeda dengan anggapan kebanyakan orang yang memandang rezeki itu sebagai sesuatu yang material, dalam beberapa riwayat, rezeki memiliki makna yang luas dan mencakup seluruh anugerah Ilahi. Terlepas anugerah itu material atau non-material.
Namun demikian, terdapat beberapa riwayat sekaitan dengan rezeki material yang akan kami singgung sebagian dari riwayat tersebut pada jawaban detil pada site ini.
Sebelum membahas topik persoalan kiranya tepat jika kita mencamkan poin ini bahwa berkebalikan dengan anggapan kebanyakan orang yang memandang rezeki itu sebagai sesuatu yang material, dalam beberapa riwayat, rezeki memiliki makna yang luas dan mencakup seluruh anugerah Ilahi. Terlepas anugerah itu material atau non-material. Karena itu, badan sehat, ketenangan, taufik menjalankan pelbagai kewajiban seperti menunaikan ibadah haji, memiliki sahabat yang baik dan lain sebagainya seluruhnya termasuk sebagai rezeki.
Namun demikian, terdapat beberapa riwayat sekaitan dengan rezeki material yang akan kita singgung sebagian dari riwayat tersebut sebagaimana berikut ini:
- Usaha untuk mencari rezeki: Imam Shadiq As dalam hal ini bersabda, “Seseorang yang mencari rezeki yang sedikit maka perbuatannya ini akan menjadi sebab rezekinya akan semakin bertambah. Apabila ia tidak pergi mencari rezeki yang sedikit maka ia juga akan kehilangan banyak rezeki.”[1]
- Salat dan doa supaya rezeki bertambah: Dalam kitab al-Kafi disebutkan dengan judul yang sama[2] dan dalam bab tersebut disebutkan doa-doa untuk memperoleh rezeki yang banyak. Di antara sabda Imam Baqir As kepada Zaid Syaham adalah, “Untuk memperoleh rezeki yang banyak bacalah doa ini dalam sujud-sujud salat wajib, “Ya khaira al-mas’ulin wa ya khair al-mu’thin urzuqni warzuq ‘iyali min fadhlik al-wasi’ fainnaka dzu al-fadhli al-‘azhim.” (Wahai sebaik-baik tempat meminta dan wahai sebaik-baik pemberi. Anugerahkanlah kepadaku dan kepada keluargaku (rezeki) dari kemuliaan-Mu yang luas karena Engkau adalah Pemilik kemuliaan yang agung.”[3]
Salah seorang sahabat Nabi Saw jarang datang menjumpai beliau. Setelah beberapa lama akhirnya ia datang menjumpai Nabi Saw. Nabi Saw bertanya kepadanya, “Apa yang menghalangimu sehingga engkau tidak datang kepada kami?”
Ia berkata bahwa ia menderita sakit, miskin dan membutuhkan. Nabi Saw bersabda kepadanya, “Apakah engkau tidak ingin Aku ajarkan sebuah doa sehingga Allah Swt menghilangkan sakit dan kemiskinanmu (dengan perantara doa tersebut)?” Ia berkata kata, “Wahai Rasulullah! Semoga rahmat dan salawat Allah tercurah kepadamu. Iya (ajarkan doa tersebut kepadaku).” Kemudian Rasulullah Saw bersabda, Bacalah, “
لَا حَوْلَ وَ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ تَوَكَّلْتُ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي
لَمْ يَتَّخِذْ صَاحِبَةً وَ لَا وَلَداً وَ لَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيُّ مِنْ الذُّلِّ وَ كَبِّرْهُ تَكْبِيرا.
Perawi berkata, tidak lama berselang bagi orang tersebut, ia datang kembali ke hadapan Rasulullah Saw dan berkata, “Wahai Rasulullah! Allah Swt (berkat doa yang Anda ajarkan) telah menghilangkan penyakit dan kemiskinan yang saya derita.”
- Tetap terjaga (tidak tidur) di antara azan Subuh hingga menyingsingnya fajar: Muhammad bin Muslim bertanya kepada Imam Shadiq As tentang tidur setelah salat Subuh. Imam Shadiq As menjawab, “Rezeki pada saat-saat seperti ini disebarkan dan saya tidak suka kalau ada seseorang yang tidur pada saat-saat seperti ini.”[4]
Demikian juga Imam Shadiq As bersabda, “Tidur pagi tidak memberikan keberuntungan dan wajah manusia akan dibuat menjadi kuning dan buruk. Tidur seperti ini adalah tidurnya orang-orang yang tidak memperoleh keberkahan dan Allah Swt membagi-bagikan rezekinya semenjak azan Subuh hingga keluarnya sang surya dari peraduannya.”[5]
- Menunaikan salat malam: Diriwayatkan dari Imam Shadiq As bahwa seseorang datang yang mengeluhkan kemiskinannya dan kesusahannya menjalani kemiskinan itu sedemikian sehingga ia juga mengeluhkan kelaparannya. Imam Shadiq As bersabda kepadanya, “Wahai Kisanak! Apakah engkau menunaikan salat malam?” Orang itu berkata, “Iya.” Imam Shadiq As berpaling kepada sahabat yang menyertainya dan berkata, “Orang yang berkata bahwa menjalankan salat malam dan siangnya kelaparan berkata dusta. Sesungguhnya Allah Yang Mahabesar menjamin rezeki dengan salat malam.”[6]
Terdapat banyak amalan yang sangat berpengaruh dalam melimpahnya rezeki dan kami mencukupkan dengan empat amalan yang telah disebutkan di atas. Namun terdapat sebagaian sebab yang dapat mengurangi rezeki yang akan kami jeaskan secara ringkas sebagaimana berikut ini:
- Niat: tentu niat, berpengaruh pada bertambah dan berkurangnya rezeki. Ali As bersabda, “Nilai seseorang berdasarkan niatnya.”[7] Maksud dari sabda ini adalah bahwa niat dan maksud manusia berpengaruh pada bertambah dan berkurangnya rezeki. Karena itu, bilamana maksud dan tujuannya ingin memberikan kemakmuran pada keluarga dan orang lain maka Allah Swt akan menambahkan rezekinya dan apabila maksudnya untuk membuat kesempitan bagi orang lain maka Allah Swt juga menempatkannya pada posisi sempit.
- Mengerjakan sebagian perbuatan-perbuatan juga menurut beberapa riwayat dapat mengurangi rezeki.
Ali As bersabda, “Hal-hal yang dapat mengurangi rezeki adalah membiarkan sarang laba-laba di rumah, membuang hajat di kamar mandi, makan dan minum dalam kondisi junub, menusuk (membersihkan) gigi dengan kayu Tamarix, menyisir rambut dalam keadaan berdiri, menyimpan sampah di rumah, bersumpah palsu, berzina, tidur antara salat Maghrib dan Isya, tidur tatkala Subuh sebelum terbitnya fajar, terbiasa berkata dusta, banyak mendengar lagu-lagu yang melalaikan, menolak peminta-minta pada waktu malam, tidak bersikap moderat dalam pengeluaran, memutuskan hubungan silaturahmi.”[8]
Rasulullah Saw bersabda, “Dua puluh perbuatan yang dapat mengurangi rezeki di antaranya, “Berdiri dengan telanjang dari tempat tidur untuk membuang hajat, bersandar pada tangan tatkala makan, tidak menghormati potongan-potongan roti, membakar kulit bawang putih dan bawang merah, duduk di antara kerangka pintu, menyapu rumah pada waktu malam, membersihkan rumah dengan potongan pakaian, mengeringkan kepala dan wajah dengan lengan baju, membiarkan peralatan makan tidak tercuci pada waktu malam, membiarkan tempat air terbuka, tergesa-gesa keluar dari masjid, bergegas ke pasar dan tinggal di pasar hingga malam tiba, membeli roti dari orang-orang miskin, memaki anak-anak, menjahit selagi pakaian menempel di badan, mematikan lampu dengan meniup.[9] [iQuest]
Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat Pertanyaan 3783 (Site: 4007) dan Pertanyaan 16840 (Site: id16562).
[1]. Muhammad bin Ya’qub Kulaini, al-Kafi, hal. 350, hal. 311, Hadis 29, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1365 S.
يَا خَيْرَ الْمَسْئُولِينَ وَ يَا خَيْرَ الْمُعْطِينَ ارْزُقْنِي وَ ارْزُقْ عِيَالِي مِنْ فَضْلِكَ الْوَاسِعِ فَإِنَّكَ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيم"”
[2]. Silahkan lihat, al-Kâfi, jil. 2, hal. 550, Bâb al-Do’â lirrizq.
[3]. Ibid, hal. 551, Hadis 4.
[4]. Ibid, hal. 551, Hadis 3.
[5]. Muhammad bin Hasan Thusi, al-Istibshâr, jil. 1, hal. 350, Hadis 2, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1390 S.
[6]. Muhammad bin Ali Shaduq, Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqih, jil. 1, hal. 474, Hadis 1371, Intisyarat Jami’ah Mudarrisin, Qum, 1413 H.
[7]. Abdulwahid Amadi, Ghurar al-Hikam, hal. 399, Intisyarat Daftar Tablighat, Qum, 1366 S.
[8]. Ali bin Hasan Thabarsi, Misykât al-Anwâr, jil. 1, hal. 128, Kitabkhane Haidariyyah, Najaf, 1385 H.
[9]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 73, hal. 314, Hadis 1, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1404 H.