Advanced Search
Hits
64110
Tanggal Dimuat: 2011/07/16
Ringkasan Pertanyaan
Bagaimana adab pinjam-meminjam dalam Islam?
Pertanyaan
Sesuai dengan apa yang diperintahkan para imam As dalam hal membantu keuangan saudara kita yang lain, saya sering meminjamkan uang kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan pinjaman uang tanpa bunga dan jaminan, (karena saya belum mampu untuk memberi mereka secara cuma-cuma).
Hanya saja, permasalahan yang saya hadapi adalah :
1. Mereka yang meminjam kadang-kadang tidak mengembalikan uang saya tersebut selama bertahun-tahun , sehingga saya pun membebaskan mereka dari utang itu, melihat contoh dari para imam As.
2. Banyak di antara peminjam itu ketika saya tagih mereka menampakan ketidaksenangan nya atau pura-pura lupa dengan utang mereka.
3. Bagaimanakah sebaiknya yang harus saya lakukan kepada mereka yang membutuhkan uang tersebut ?
4. Bagaimanakah tata cara pinjam meminjam uang yang diatur dalam fikih kita sehingga tidak merugikan kedua belah pihak ?
Jawaban Global

Dalam ajaran-ajaran agama kita terdapat adab-adab dan syarat-syarat ketika kita memberikan pinjaman kepada saudara-saudara mukmin. Adab-adab dan syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:

1.     Memberikan pinjaman disertai dengan keikhlasan.

2.     Memberikan pinjaman dengan hati yang riang dan rela.

3.     Pinjaman harus bersumber dari harta yang halal.

4.     Pinjaman yang diserahkan harus dicatat.

5.     Seseorang yang memberikan pinjaman kepasa seorang mukmin maka ia harus sabar menanti hingga si peminjam memiliki kemampuan untuk membayar pinjaman tersebut. Artinya sebagaimana tidak dibolehkan bagi peminjam, apabila ia mampu, untuk menunda-nunda mengembalikan pinjamannya. Demikian juga apabila pemberi hutang mengetahui bahwa orang yang berhutang tidak longgar maka tidak dibenarkan baginya untuk menekannya.

Jawaban Detil

Satu hal yang sangat ditekankan Islam adalah masalah meminjamkan sebagian harta atau uang kepada orang yang membutuhkan sedemikian sehingga dalam sebagian riwayat disebutkan lebih tinggi kedudukannya dibanding sedekah.[1]

Namun harap diingat bahwa pada sebagian hal kita tidak menunaikan kewajiban kita dan mengabaikan adab-adab dan syarat-syarat yang ada dalam urusan pinjam-meminjam. Karenanya, kita menanggung banyak kerugian namun sadar atau tidak kita melemparkan kesalahan kepada orang lain.

Terdapat beberapa syarat sehubungan dengan qardh al-hasanah (urusan pinjam-meminjam) yang telah disinggung sebagai ayat terpanjang dalam al-Qur’an, Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengambil utang atau melakukan muamalah tidak secara tunai untuk masa tertentu, hendaklah kamu menulisnya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan adil (benar). Dan janganlah penulis enggan untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya. Maka hendaklah ia menulis dan orang yang berutang itu mendiktekan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhan-nya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun dari utang itu. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya, lemah (keadaannya), atau ia sendiri tidak mampu mendiktekan (karena bisu), maka hendaklah walinya mendiktekan dengan adil (jujur). Dan ambillah dua orang saksi dari orang-orang laki di antara kamu (untuk itu). Jika dua orang lelaki tidak ada, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang wanita dari saksi-saksi yang kamu setujui, supaya jika salah seorang lupa (atau ingin melakukan penyelewengan), maka seorang lagi dapat mengingatkannya. Janganlah para saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil. Dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar, sampai batas waktu pembayarannya. Yang demikian itu adalah lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih dapat mencegah keraguan (dan perselisihan di antara) kamu. (Tulislah utang piutang dan transaksi itu) kecuali jika hal itu berupa perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu. Maka tiada dosa bagimu (jika) kamu tidak menulisnya. Dan ambillah saksi jika kamu mengadakan jual beli (secara kontan), dan janganlah seorang penulis dan saksi ditekan (karena ia mengatakan yang benar). Jika kamu lakukan (hal itu), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Qs. Al-Baqarah [2]:282)

Dalam beberapa riwayat juga menekankan urusan penting ini.[2] Karena itu, dengan memperhatikan beberapa penegasan yang diberikan Islam untuk menguatkan masalah pinjam-meminjam, apabila kita menyepelekan atau mengabaikannya sehingga kita menanggung kerugian maka kelalaian ini jangan kita lemparkan kepada agama atau para pemimpin agama.

 

Adab-adab dan Syarat-syarat Pinjam-Meminjam

Dalam ajaran-ajaran agama kita memberikan pinjaman kepada saudara-saudara mukmin, terdapat beberapa adab dan syarat-syarat yang dijelaskan yang sebagian darinya adalah sebagai berikut:

1.     Memberikan pinjaman disertai dengan keikhlasan.

2.     Memberikan pinjaman dengan hati yang riang dan rela.

3.     Pinjaman harus bersumber dari harta yang halal.[3]

4.     Pinjaman yang diserahkan harus dicatat.[4]

5.     Seseorang yang memberikan pinjaman kepasa seorang mukmin maka ia harus sabar menanti hingga si peminjam memiliki kemampuan untuk membayar pinjaman tersebut. Artinya sebagaimana tidak dibolehkan bagi peminjam, apabila ia mampu, untuk menunda-nunda mengembalikan pinjamannya. Demikian juga apabila pemberi hutang mengetahui bahwa orang yang berhutang tidak longgar maka tidak dibenarkan baginya untuk menekannya.[5]

 

Berikut kami akan jelaskan beberapa riwayat sehubungan dengan signifikansi dan adab-adab pinjam-meminjam dalam Islam.

Imam Shadiq As bersabda, “Barang siapa yang meminjamkan hartanya kepada seseorang dan menentukan waktu (pembayarannya), dan pinjaman tersebut tidak kembali pada waktu yang telah ditetapkan, sebagai imbalan setiap hari keterlambatan, maka ganjarannya adalah sedekah sebesar satu dinar yang akan dituliskan kepadanya.”[6]

Abdullah bin Sanan meriwayatkan dari Imam Shadiq As bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Apabila saya memberikan pinjaman dua kali (kepada seseorang) maka hal itu lebih baik bagiku daripada memberi sekali sedekah kepadanya. Dan sebagiamana apabila seseorang meminjam darimu maka tidak dibenarkan baginya untuk menunda-nunda pengembalianya apabila ia mampu. Demikian juga tidak dibenarkan bagimu – apabila ia berada dalam kesempitan dan kesusahan – untuk menekannya mengembalikan pinjaman yang ia ambil darimu dan menuntut darinya.”[7] [IQuest]

Untuk telaah lebih jauh indeks:

Memberikan Pinjaman dan Keunggulannya dari Sedekah, 13033 (Site: 12763).



[1]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwar, jil. 41, hal. 104, Muasassah al-Wafa, Beirut, 1404 H.

[2]. Hurr Amili, Wasâil al-Syiah, jil. 17, hal 11, Muassasah Ali al-Bait As, Qum, 1409 H.

[3]. Kulaini, Ushûl al-Kâfi, Muhammad Baqir Kumrei, jil. 3, hal. 843, Intisyarat-e Uswah, Cetakan Ketiga, Qum, 1375 S.

[4]. Dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar, sampai batas waktu pembayarannya. Yang demikian itu adalah lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih dapat mencegah keraguan (dan perselisihan di antara) kamu. (Tulislah utang piutang dan transaksi itu) kecuali jika hal itu berupa perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu. Maka tiada dosa bagimu (jika) kamu tidak menulisnya. (Qs. Al-Baqarah [2]:282)

[5]. Syaikh Shaduq, Tsawâb al-A’mâl , hal. 138, Dar al-Radhi, Cetakan Pertama, Qum, 1406 H.

[6]. Ibid.

[7]. Ibid.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261246 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246364 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230149 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    215015 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176343 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171633 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168127 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158188 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140978 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134057 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...