Please Wait
6442
Meski pengadaan majelis duka untuk Imam Husain As dan para sahabatnya yang syahid memperoleh banyak ganjaran dan pahala, namun jelas bahwa apabila majelis-majelis seperti ini dimaksudkan untuk mempropagandakan dan menguatkan ajaran-ajaran yang menentang ajaran Ahlulbait As, ikut serta pada majelis-majelis seperti itu, tidak hanya tidak memperoleh pahala, melainkan boleh jadi akan mengundang kemurkaan dan kemarahan Allah Swt.
Dari pertanyaan yang Anda ajukan tampak bahwa Anda tidak memiliki keraguan terkait dengan kesesatan dan kebatilan kelompok yang Anda sebutkan. Pertanyaan Anda sehubungan dengan turut serta dan partisipasi pada acara-acara yang sepintas tampak religius yang diadakan oleh mereka. Atas dasar itu, dalam menjawab pertanyaan Anda bahwa kami memandang persoalan ini sebagai persoalan jelas bahwa mazhab ini memiliki ajaran batil[1] dan di sini kami hanya akan membahas interaksi dan bergaul dengan mereka yang menjadi pengikut ajaran ini:
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As adalah seorang pribadi tiada bandingnya dalam sejarah yang sekelompok orang, karena kebencian dan kesumat, meminggirkan beliau dari hak khilafah. Kelompok lainnya, yang sepintas tampak sebagai sahabat beliau, menjejakkan kaki mereka lebih tinggi dari batasan normal dan menempatkan beliau pada makam Uluhiyyah. Kedua kelompok ini juga, sesuai dengan sabda beliau sendiri, akan terjerembab dalam lembah kebinasaan.[2]
Kita yang memandangnya sebagai imam dan pemimpin harus beramal sesuai dengan perintahnya bahwa protes yang paling minimal yang dapat kita tunjukkan kepada para pendosa khususnya orang-orang musyrik yang meyakini sifat ketuhanan pada Baginda Ali As adalah dengan menampakkan wajah cemberut dan murung tatkala berjumpa dengan mereka.[3]
Jelas bahwa turut serta dalam acara-acara yang diselenggarakan oleh orang-orang seperti ini sudah barang tentu tidak akan menghasilkan penghormatan kedua belah pihak mengingat hal ini juga bertentangan dengan sabda lain Imam Ali As. Imam Ali As bersabda, “Seseorang yang pergi kepada pembuat bid’ah dan menghormatinya maka seolah-olah ia telah mengayunkan langkah untuk menghancurkan Islam.”[4]
Apabila kita menyurutkan kaki selangkah dan berkata bahwa kami memasuki majelis mereka tanpa menaruh rasa hormat maka kita tetap termasuk dari sabda Imam Shadiq As dalam hubungannya dengan orang-orang pembuat bid’ah. Imam Shadiq As bersabda, “Janganlah berbicara dan duduk bersama mereka sehingga orang-orang tidak mengira bahwa kalian juga adalah salah satu dari mereka.”[5]
Tidak ada yang mengetahui bahwa Anda tidak sealiran keyakinan dengan mereka. Tiada yang tahu bahwa Anda hadir di tempat itu dengan maksud untuk menyebarkan syiar-syiar Imam Husain As bersama mereka. Orang-orang akan memandang Anda sebagai satu pemikiran dan keyakinan dengan mereka. Sebagai hasilnya, keikutsertaan Anda dalam acara-acara seperti ini akan menyebabkan penguatan kelompok ini dan semakin menambah kebesaran perkumpulan mereka. Imam Shadiq As menganjurkan, “Tidaklah pantas seorang beriman duduk pada sebuah majelis yang terkontaminasi dengan dosa sementara ia tidak memiliki kemampuan untuk mengubah kondisi yang ada.”[6]
Bagaimanapun, boleh jadi setiap jenis hubungan dengan orang-orang ini akan menyebabkan kemurkaan Tuhan pada mereka, juga termasuk pada orang-orang yang hadir dalam perhimpunan mereka, meski sebagian dari yang hadir menentang keyakinan mereka!
Mungkin ada baiknya Anda menyimak riwayat berikut ini:
Seseorang yang bernama Ja’fari meriwayatkan bahwa Imam Ridha As bersabda kepadaku, “Mengapa saya terkadang melihatmu di samping Abdurrahman bin Ya’qub?” Saya berkata bahwa ia adalah pamanku! Imam Ridha As mengimbuhkan bahwa ia memiliki keyakinan yang tidak benar terhadap Allah Swt! Apabila engkau ingin tetap melanjutkan duduk bersamanya maka sebaiknya engkau tidak lagi datang kepada kami. Apabila engkau masih ingin duduk bersama kami maka engkau jangan lagi pergi kepadanya! Saya berkata, “Dia mengatakan apa pun yang ia suka. Saya tidak memiliki keyakinan seperti itu dan tidak mendukung ucapan-ucapannya. Namun demikian apakah semata-mata duduk bersamanya akan menjatuhkan (seseorang) dalam lembah dosa?” Imam bersabda, “Apakah engkau tidak takut bahwa apabila azab dan musibah diturunkan kepadanya, engkau juga berada di sampingnya? Apakah engkau belum mendengar kisah seseorang yang merupakan salah seorang sahabat Nabi Musa As namun ayahnya berada di antara pasukan Fir’aun yang mengejar Nabi Musa As dan para pengikutnya. Orang itu berpisah dari Nabi Musa As dan pergi mendatangi ayahnya di antara pasukan Fir’aun dengan maksud memberikan nasihat dan wejangan kepadanya! Tatkala ia berjumpa dengan ayahnya dan selagi memberikan nasihat dan menyeru supaya ayahnya menarik diri dari Fir’aun dan tentara Fir’aun, tiba-tiba azab Ilahi turun dan dia bersama ayahnya, tenggelam di laut sebagaimana Fir’aun dan tentara Fir’aun! Berita ini sampai kepada Nabi Musa As dan beliau bersabda bahwa meski anak ini sekarang berada dalam naungan rahmat Ilahi, namun tatkala bencana turun maka orang-orang yang berada di sisi para pendosa dan penjahat juga tidak akan aman dari bencana tersebut![7]
Orang ini, tatkala terjadi konfrontasi antara hak dan batil, ia pergi ke pasukan batil dengan niat yang baik. Namun dari satu sisi, kesempatan dan waktu untuk menerima nasihat telah lewat dan dari sisi lain, ia tergolong dalam pasukan Fir’aun mendapatkan azab duniawi Ilahi dan tenggelam di laut.
Dari riwayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa meski kita akan dibangkitkan dengan niat-niat kita dan apabila sebelum mengetahui instruksi-instruksi para Imam Maksum As dalam masalah ini, secara tulus ikhlas dan untuk meraih keridhaan Allah Swt, Anda ikut serta dalam perhimpunan seperti ini dan tidak bermaksud untuk menguatkan mereka, maka di akhirat kelak Anda akan memperoleh pahala. Namun bagaimanapun, apa pun tindakan yang membuat kita terseret dalam perhimpunan orang-orang sesat dan menyimpang, maka selalu ada resiko dan bahaya untuk menerima kemurkaan dan kemarahan Allah Swt di dunia ini, sebuah kemurkaan yang boleh jadi secara lahir, pengaruhnya tidak nampak, namun pengaruh ril dan praktiknya senantiasa menghantui kita dalam kehidupan keseharian.
Akhir kata, kami ingin menyampaikan sebuah poin yang diadopsi dari ayat al-Qur’an sekaitan dengan pertanyaan Anda. Meski amalan haji orang-orang musyrik, memiliki banyak kemiripan dengan apa yang dilakukan oleh kaum Muslimin, Allah Swt, dengan menurunkan sebuah ayat, melarang mereka untuk tidak mendekati Ka’bah dan mengerjakan kewajiban-kewajiban haji.[8]
Dalil pelarangan ini dapat ditelusuri pada poin ini bahwa orang-orang yang tidak beriman tidak boleh dibiarkan mengerjakan syiar-syiar agama yang benar. Karena boleh jadi, mereka memanfaatkan situasi dan kondisi seperti ini dan mempropagandakan keyakinan-keyakinan batil mereka!
Situasi dan kondisi serupa juga dapat ditemukan pada obyek yang menjadi pertanyaan Anda, meski niat menyebarluaskan syiar-syiar Imam Husain As, sangat mendapat sokongan dan dukungan para Imam Maksum As. Namun kita tidak boleh memberikan izin majelis-majelis seperti ini menjadi media bagi propaganda mazhab-mazhab sesat dan menyimpang. Karena itu, Anda tidak dianjurkan untuk menghadiri dan ikut serta dalam acara-acara yang mereka selenggarakan.
Tentu saja harap diketahui bahwa nasihat ini berlaku tatkala Anda tidak mampu mempengaruhi mereka. Anda dianjurkan dan dibenarkan duduk bersama dengan orang-orang ini, dengan maksud untuk beramar makruf dan nahi mungkar dan juga untuk menyisakan pengaruh serta melakukan propaganda (tabligh) dengan syarat-syarat tertentu[9] yang dalam sebagian perkara hukumnya wajib.[10] [IQuest]
[1]. Apabila Anda masih ragu dalam hal ini kami siap menjawab pertanyaan Anda dengan jawaban yang berbeda.
[2]. Nahj al-Balagha, hal. 489, Hikmah-hikmah Pendek, No. 117, Intisyarat-e Dar al-Hijrah, Qum, tanpa tahun. Dua jenis manusia akan terpuruk karena saya: orang yang mencintai saya secara berlebih-lebihan, dan orang yang sangat membenci saya. “Halaka fiyya rajulani, muhibbun ghâlin wa mubghidh qâlin.”
[3]. Wasâil al-Syiah, Muhammad bin al-Hasan Hurr al-Amili, jil. 16, hal. 143, Riwayat 21194, Muassasah Ali al-Bait, Qum, 1409 H.
[4]. Ibid, jil. 16, hal. 267-268, Riwayat 21533.
[5]. Ibid, jil. 16, hal. 48, Riwayat 15610.
[6]. Ibid, jil. 16, hal. 260, Riwayat 21512.
[7]. Ibid, jil. 16, hal. 260-261, Riwayat 21513.
[8]. “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. Al-Taubah [9]:28)
[9]. Taudhih al-Masâil (al-Muhassyâ li al-Imâm al-Khomeini), jil. 2, hal. 756-758.
[10]. Taudhih al-Masâil (al-Muhassyâ li al-Imâm al-Khomeini), jil. 2, hal. 756. Masalah 2786, 2787, 2788 dan 2789.