Please Wait
12269
- Share
Salah satu model bayân (penjelasan) yang terdapat pada ayat-ayat al-Quran adalah penggunaan metode ijmal (global) dan tafshil (detil). Di antara ayat-ayat yang berkaitan dengan peristiwa terbunuhnya unta Nabi Saleh, terdapat tiga ayat menyandarkan perbuatan ini kepada orang-oran non-Mukmin dari kaum Tsamud. Satu ayat memperkenalkan bahwa perbuatan itu adalah perbuatan orang-orang yang menyombongkan diri dari kaum ini dan satu ayat lagi menjelaskan peristiwa terbunuhnya unta Nabi Saleh dilakukan oleh satu orang.
Kita dapat menyatakan bahwa al-Quran pada selain dua ayat terakhir berbicara tentang pembunuh unta Nabi Saleh dalam bentuk global dan tanpa menyinggung hal-hal detilnya.
Ayat yang menyandarkan pembunuhan pada orang-orang yang menyombongkan diri, menyinggung tentang kelompok perencana, penyandang dana dan pengatur kebijakan politiknya, dan ayat lainnya tentang pelaksana akhir plot itu. Penyandaran pembunuhan unta kepada seluruh orang non-Mukmin kaum Tsamud dengan dalil bahwa berdasarkan ajaran-ajaran agama, barang siapa yang rela atas terlaksananya sebuah pekerjaan maka di sisi Allah Swt sama dengan orang yang melaksanakannya; terlepas apakah pekerjaan itu baik atau sebuah perbuatan dosa. Penyokong masalah ini terkait dengan kaum Tsamud adalah beberapa riwayat Ahlulbait As di antaranya sabda Amirul Mukminin dalam Khutbah 201 Nahj al-Balâghah.
Ayat-ayat yang berkaitan dengan terbunuhnya unta Nabi Saleh dalam al-Quran dapat diklasifikasi dalam dua fokus pembahasan universal:
Fokus pertama ayat-ayat yang menyandarkan pembunuhan unta tersebut kepada sekelompok orang bukan orang tertentu. Ayat-ayat itu adalah ayat 77 surah al-A’raf (7)[1]; ayat 65 surah Hud (11),[2] ayat 157 surah al-Syu’ara (26)[3] dan ayat 14 surah al-Syams (91).[4]
Fokus kedua adalah ayat yang kata kerjanya dinyatakan dengan bentuk tunggal dan sebagai hasilnya terbunuhnya unta disandarkan kepada satu orang. Peristiwa ini disebutkan pada ayat 29 surah al-Qamar (54).[5]
Demikian juga ayat-ayat pada fokus pertama dapat dibagi menjadi dua bagian:
- Ayat-ayat – dengan memperhatikan ayat-ayat sebelumnya – yang kelihatannya kata ganti verbanya adalah seluruh kaum Tsamud. Ayat-ayat itu adalah:
- Ayat 65 surah Hud (11) (dengan memperhatikan ayat 64, [6] redaksi kata kaum, kata gantinya terdapat pada ayat 65).
- Ayat 157 surah al-Syuara (26) (dengan memperhatikan ayat 114,[7] redaksi kata Tsamud, kata gantinya terdapat pada ayat 157).
- Ayat 14 surah al-Syams (91) (dengan memperhatikan ayat 11,[8] redaksi kata Tsamud, kata gantinya terdapat pada ayat 14).[9]
Hal yang patut mendapat perhatian adalah bahwa pada tiga ayat ini redaksi kata kaum atau Tsamud tidak mencakup seluruh orang pada kaum tersebut; karena berdasarkan ayat-ayat 75 surah al-A’raf[10] dan 158 surah al-Syu’ara,[11] di antara mereka terdapat sekelompok orang saleh dan beriman. Sesuai dengan ayat 66 surah Hud (11), kelompok ini – atau setidaknya sebagian dari mereka yang berkukuh dengan imannya – memperoleh keselamatan dari azab Ilahi bersama Nabi Saleh karena mereka tidak ikut serta dalam pembunuhan unta Nabi Saleh.
2. Ayat yang – dengan memperhatikan konteks ayat-ayat sebelumnya – kata gantinya hanyalah sekelompok orang dari kaum Tsamud. Ayat ini adalah ayat 77 surah al-A’raf dengan memperhatikan ayat 76, kata kerjanya (orang-orang yang menyombongkan diri) disandarkan kepada kaum Tsamud.[12]
Beberapa Asumsi yang Menunjukkan Keselarasan Ayat-ayat di atas dengan yang lain
Pada pandangan pertama pada lima ayat di atas, boleh jadi bahwa nampak, minimal secara lahir, tidak selaras satu dengan yang lain; karena di antara mereka, tiga ayat yang menjelaskan terbunuhnya unta dilakukan oleh seluruh orang dari kaum Tsamud. Satu ayat menjelaskan bahwa terbunuhnya unta Nabi Saleh dilakukan oleh sekelompok orang-orang yang menyombongkan diri. Ayat lainnya menjelaskan bahwa unta tersebut dibunuh oleh satu orang. Namun dengan memandang secara akurat pada masing-masing ayat ini dan membandingkanya satu sama lain maka dapat disimpulkan bahwa di antara ayat-ayat tidak terdapat pertentangan dan kontradiksi.
Sebelum menunjukkan keselarasan ayat-ayat ini, kiranya kita perlu menyebutkan dua poin sebagai pra-supposisi sebagaimana berikut:
- Salah satu metode yang digunakan oleh setiap bahasa – yang bersumber dari esensi hubungan bahasa – adalah metode “ijmal dan tafshil.” Artinya bahwa kita semua mendapati, pada kebanyakan urusan, pembicara atau penulis, terkadang menyampaikan pandangannya dalam bentuk global (ijmal) tanpa menyinggung masalah-masalah detil dan partikulir. Dan terkadang dijelaskan dalam bentuk detil (tafshil) dan disertai dengan hal-hal yang partikulir.
Mengkaji pelbagai motivasi yang mendorong seseorang menggunakan masing-masing dari dua metode ini, dalam bidang ilmu Ma’âni dan Bayân. Namun apa yang penting, kapabilitas metode ini dalam penggunaannya, dan bahkan keseluruhan metode tersebut, di kalangan para pengguna satu bahasa.
- Satu prinsip yang telah diterima dalam agama yang sebagian orang menyebutnya sebagai “keterikatan aliran”[13] adalah bahwa apabila seseorang rela mengerjakan sebuah perbuatan dosa maka di sisi Allah Swt ia bermitra dalam perbuatan dosa tersebut.
Dalam sebuah hadis dari Rasulullah Saw secara gamblang dijelaskan bahwa apabila seseorang hadir dalam sebuah kejadian, namun ia membencinya dalam hati, maka seolah-olah ia tidak bermitra dalam pekerjaan itu dan apabila seseorang tidak turut serta dalam sebuah pekerjaan namun hatinya condong pada perbuatan tersebut maka seolah-olah ia bersekutu dalam pekerjaan tersebut.[14]
Untuk penjelasan lebih jauh sabda Rasulullah ini kita dapat memanfaatkan tuturan Amirul Mukminin Ali As. Setelah kemenangan kaum Muslimin dalam perang Shiffin, salah seorang sahabat Imam Ali As mengungkapkan perasaan gundahnya karena saudaranya tidak dapat turut serta dalam perang bersama mereka. Imam bertanya, “Apakah pikiran dan hati saudaramu itu bersama kita?” Ia berkata, “Iya.” Imam Ali As menyahuti, “Ia juga bersama kita dalam perang ini, bahkan ia turut serta dalam perang ini. Mereka yang tidak hadir, masih dalam sulbi ayah-ayah mereka dan Rahim ibu-ibu mereka, namun sekeyakinan dan secita-cita.”[15]
Berdasarkan sebuah hadis dari Imam Ridha As, apabila seseorang di belahan timur dunia terbunuh dan yang lainnya di belahan barat rela dengan terbunuhnya orang tersebut maka di sisi Allah Swt ia termasuk orang yang bersekutu dengan pembunuhnya.”[16]
Penegas kandungan hadis ini adalah tuturan Amirul Mukminin Ali As yang memperkenalkan orang zalim, penolong dan rela dengan kezaliman sebagai sekutu dalam perbuatan zalim.[17]
Untuk menunjukkan keselarasan ayat 77 surah al-A’raf[18] yang menjelaskan terbunuhnya unta yang dilakukan oleh orang-orang tiran kaum Tsamud dan ayat 29 surah al-Qamaryang menjelaskan terbunuhnya unta Nabi Saleh oleh seseorang dan tiga ayat lainnya yang menyandarkan terbunuhnya unta kepada kaum Tsamud kita dapat memanfaatkan poin nomor 1 di atas. Artinya bahwa tiga ayat terakhir memperkenalkan terbunuhnya unta dalam bentuk global dan hanya menggenapkan diri dengan pernyataan bahwa unta ini dibunuh di tengah kaum (Tsamud) namun dua ayat lainnya yang membahas masalah detil kejadian. Kemudian giliran untuk berusaha memahami dua ayat ini secara berdampingan.
Boleh jadi tergambar pelbagai kemungkinan untuk menerima pada saat yang bersamaan petunjuk-petunjuk dua ayat ini yang nampaknya kemungkinan yang paling akurat yaitu sekelompok orang-orang tiran yang dijelaskan pada ayat 77 surah al-A’raf kita pandang sebagai orang-orang yang merencanakan dan membantu terbunuhnya unta dan orang yang diperkenalkan pada ayat 29 surah al-Qamar adalah pelaksana dan pelaku utama pembunuhan tersebut.
Untuk menegaskan kemungkinan ini kita dapat memanfaatkan ayat 48 surah al-Naml (27).[19] Ayat ini menjelaskan bahwa di antara kaum Tsamud terdapat sembilan kelompok orang-orang jahat yang sibuk melakukan kerusakan dan sama sekali tidak melakukan perbaikan. Mengingat bahwa lebih logis nampaknya keputusan membunuh unta karena Nabi Saleh mengingatkan umatnya dari gangguan dan usikan mereka serta mengancam mereka bahwa apabila mereka melakukan hal ini maka azab pedih akan menimpa mereka, tentu saja bukan tindakan perorangan; melainkan pasti dilakukan oleh sekelompok orang yang membantu secara finansial dan politik.
Dengan demikian nampaknya kemungkinan ini lebih pantas bagi kita untuk menyatakan bahwa kelompok yang merusak, karena kekuasaan dan kekayaan yang mereka miliki, melakukan hal ini dan meyakinkan seseorang untuk menjalankan rencana tersebut. Sebagai hasilnya, ayat 77 surah al-A’raf menyinggung tentang perencana dan pelaksana sementara ayat 29 surah al-Qamar hanya menyebut pelaksana rencana tersebut.
Langkah akhir untuk memahami dan membenarkan tiga ayat yang menjelaskan terbunuhnya unta yang dilakukan oleh seluruh orang non-mukmin kaum di samping dua ayat lainnya. Poin kedua boleh jadi dapat menjadi solusi atas langkah ini. Penegas hal ini adalah sabda Amirul Mukminin Ali As tentang kaum Tsamud. Beliau dengan menyinggung kejadian terbunuhnya unta Nabi Saleh bersabda, “...Ayyuhannas! Seluruh anggota masyarakat bersekutu dalam kerelaan dan kemurkaan sebagaimana karena hanya satu orang yang membunuh unta Tsamud tetapi Allah menangkap semua dalam hukuman karena mereka semua bergabung bersama-sama dengan ikut sertanya diam-diam dalam persetujuan mereka atasnya...”[20] Sebagian ahli tafsir juga menyinggung hal ini bahwa kendati yang membunuh unta Nabi Saleh itu satu orang namun karena sebagian orang rela dan tidak mencegah perbuatan tersebut maka mereka bersama-sama menanggung azab duniawi dan ukhrawi.”[21]
Dewasa ini juga kita berhadapan dengan hukum konvensional dunia, dalam bab seperti “membantu dalam tindak kejahatan” yang disiapkan bagi orang-orang yang terlibat membantu sebuah tindak kejahatan. [iQuest]
[1]. “Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan mereka. Dan mereka berkata, “Hai Saleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah).”
[2]. “Mereka membunuh unta itu. Maka Saleh berkata, “Bersukarialah kamu sekalian di rumahmu selama tiga hari. Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan.”
[3]. “Kemudian mereka membunuhnya, lalu mereka menjadi menyesal.”
[4]. “(Kaum) Tsamud telah mendustakan (rasul mereka) karena mereka melampaui batas.”
[5]. “Mereka memanggil salah seorang kawan mereka, lalu ia menangkap (unta itu) dan membunuhnya.”
[6]. “Hai kaumku, inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat (yang menunjukkan kebenaran) untukmu. Sebab itu biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apa pun; (karena) tindakan ini akan menyebabkan kamu ditimpa azab yang dekat.”
[7]. “Dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang beriman.”
[8]. “(Kaum) Tsamud telah mendustakan (rasul mereka) karena mereka melampaui batas.”
[9]. “Tetapi mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu. Maka Tuhan mereka membinasakan mereka (dan negeri mereka) disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyama-ratakan mereka (dengan tanah).”
[10]. Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang tertindas yang telah beriman di antara mereka, “Tahukah kamu bahwa Saleh diutus (menjadi rasul) oleh Tuhan-nya?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Saleh diutus untuk menyampaikannya.”
[11]. “Maka mereka ditimpa azab. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bukti yang nyata, tetapi kebanyakan mereka tidak beriman.”
[12]. Orang-orang yang menyombongkan diri berkata, “Sesungguhnya kami tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu.”
[13]. Tafsir Nemune, jil. 9, hal. 158, Teheran, Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1374.
[14]. Wasâil al-Syiah, jil. 16, hal. 138, Hadis 21178.
[15]. Nahj al-Balâghah, Terjemahan Persia Muhammad Dasyti, Khutbah 12.
[16]. Wasâil al-Syiah, jil. 16, hal. 138, Hadis 21182.
[17]. Ibid, hal. 139-140, 21182.
[18]. “Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan mereka. Dan mereka berkata, “Hai Saleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah).”
[19]. “Dan di kota itu terdapat sembilan golongan kecil yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan. “
[20]. Nahj al-Balâghah, Khutbah 201.
[21]. Majma’ al-Bayân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 5, hal. 265, Teheran, Intisyarat-e Nasir Khusruw, 1372; al-Mizân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 15, hal. 433, Terjemahan Persia oleh Sayid Muhammad Baqir Musawi Hamadani, Qum, Daftar Intisyarat-e Islami Jami’ah Mudarrisin Hauzah Ilmiah Qum, 1374 dan Tafsir Nemune, ibid.