Please Wait
14797
Jawaban bagian pertama dari pertanyaan Anda adalah pertama bahwa dalam ilmu, yang bermakna sains, tiada satu pun proposisi yang seratus per seratus mengandung kebenaran atau bersifat definitif (qath’i). Pendapat yang belakangan dilontarkan oleh Hawking tidak terkecuali dalam masalah ini. Tentu berbeda dengan blow up yang dilakukan media, para ilmuan sendiri belum sampai pada kesimpulan final dan definitif terhadap masalah ini. Barangkali yang paling menggemparkan alinea buku Grand Design karya Hawking itu adalah, “Dengan adanya aturan seperti gravitasi, alam semesta dapat menciptakan sesuatu dari tiada menjadi ada. Dengan dalil penciptaan spontan, sesuatu yang tadinya tiada kemudian menjadi ada. Dunia ada dan kita juga ada. Kita tidak perlu bersandar kepada Tuhan untuk memulai segalanya dan menggerakan alam semesta.”
Apabila kita mencermati alinea kalimat ini akan kita jumpai bahwa berbeda dengan kesimpulan umum (sengaja atau tidak sengaja) alinea ini tidak berkata-kata tentang keberadaan Tuhan.
Kedua, usaha Hawking untuk menemukan satu teori tunggal yang menjelaskan seluruh fenomena semesta nampaknya sebuah usaha yang sangat ambisius. Namun bagaimanapun kelanjutan metode Einstein untuk mewujudkan mimpinya sejatinya adalah sebuah gerakan dari jamak (katsrat) menuju tunggal (wahdat) yang disebutkan dalam filsafat Islam.
Pertanyaan ini dapat dijawab dalam dua bagian. Pada bagian pertama kami akan mengemukakan pandangan-pandangan Hawking kemudian melontarkan kritikan atasnya. Dan pada bagian kedua, kami akan memberikan ulasan atas pandangan-pandangan dalam masalah ini yang disuguhkan oleh para filosof Islam.
A. Ihwal Hawking dan Pandangannya:
1. Mengenal Hawking lebih dekat:
Stephen William Hawking lahir tanggal 8 Januari 1942. Hawking adalah seorang fisikawan teoritis berkebangsaan Inggris. Ia menekuni aktifitas-aktifitas ilmiah selama empat puluh tahun lamanya. Orang-orang memandang Stephen Hawking sebagai fisikawan teoritis terbesar di abad kontemporer. Bahkan sebagian ilmuan berpendapat bahwa Hawking merupakan fisikawan terunggul pasca Einstein. Buku-bukunya banyak diminati warga dunia dan seminar-seminarnya ramai dihadiri oleh banyak orang. Bidang riset utamanya pada kosmologi dan teori kuantum. Ia digelari sebagai Einstein Kedua karena berupaya menyempurnakan teori relativitas Einstein. Dengan menggabungkan teori-teori kuantum, ia menyodorkan sebuah formula tunggal yang menjustifikasi seluruh perubahan yang terjadi di alam kosmos, semenjak butiran atom hingga planet-planet. Einstein meyakini bahwa formula seperti ini atau aturan tunggal pasti ada dan di akhir-akhir usianya ia tetap menghabiskan waktunya untuk mencari formula ini namun hingga akhirnya hayatnya belum kunjung menuai keberhasilan.
2. Pandangan-pandangan ilmiah Hawking:
Hawking dalam buku “A Brief History of Time” yang terbit pada tahun 1988 memberikan ulasan atas sumber dan asal-muasal alam semesta. Hawking menjadi terkenal dengan pelbagai riset dan aktivitasnya yang berkisar pada lubang hitam (black hole), kosmologi dan gravitasi kuantum. Pemikiran yang senantiasa mendominasi pemikiran manusia adalah bahwa tiada satu pun yang dapat menghindar lari dari lubang hitam-lubang hitam ini, namun Hawking untuk pertama kalinnya mengemukakan bahwa pada suatu kondisi tertentu, satu lubang hitam dapat meradiasikan partikel. Fenomena ini dikenal sebagai radiasi Hawking (Hawking radiation) dewasa ini. Ia melanjutkan teori asal-muasal alam semesta dan kelanjutan dari kegiatan ini menghasilkan jalan-jalan hubungan relativitas (gravitasi) dengan mekanika kuantum (performa internal atom). Aktifitas-aktifitas Hawking memberikan banyak kontribusi terhadap apa yang disebut sebagai teori grand unified theory (GUT) oleh para fisikawan. Sesuai dengan pandangan ini seluruh aturan-aturan fisika dijelaskan dalam sebuah aturan atau yang ekual. Dan para fisikawan pengikut pandangan ideal Einstein berupaya untuk mendapatkan ekuasi ini. Einstein dengan usaha keras dalam bidang matematika tidak mampu mendamaikan dan mensinergikan himpunan ragam aturan tabiat (nature), namun ia memiliki iman dalam hatinya bahwa di balik alam semesta terdapat kekuatan-kekuatan simple dan mudah yang di dalamnya seluruh kekuatan dan aturan-aturannya dijelaskan dengan satu aturan tunggal. Keyakinan ini, menurutnya, semata-mata bersandar pada sejenis estetika. Harap diperhatikan bahwa Einstein adalah seorang monotheis dan memiliki keyakinan yang kokoh kepada Tuhan Esa. Melalui satu jalan ia sangat menaruh minat yang mendalam terhadap keindahan matematika. Karena itu, ia meyakini bahwa Tuhan Penciptalah yang menata dengan estetik dan apik alam semesta dengan rekayasa dan matematika indah dalam satu format sederhana dan simpel. Setelah itu, Hawking memandang dirinya harus berusaha menemukan ekuasi (persamaan) indah dan simpel ini. Meski demikian seluruh fisikawan tidak meyakini adanya kesatuan ini. Misalnya, Wolfgang Ernst Pauli, seorang fisikawan terkemuka Austria, terkait dengan penolakan utamanya tentang pengadaan unsur-unsur tabel Mendeleev dan mengenal lebih jauh unsur-unsur tersebut telah menciptakan sebuah perubahan besar. Sekali waktu ia sambil bercanda berkata, “Apa yang dipisahkan Tuhan maka tiada yang mampu menyatukannya.” Kritikan-kritikan ini tidak membuat Hawking putus harapan. Buah kerjasa sama dengan Roger Penrose fisikawan dan matematikawan kawakan Oxford dengan memanfaatkan teori relativitas Einstein, Hawking sampai pada kesimpulan bahwa ruang angkasa – bermula masa pada detik-detik Big-Bang (Dentuman Hebat) dan permulaan ini terjadi pada sebuah lubang kecil (black hole). Kesimpulan ini menjadikan adanya kemestian kesatuan relativitas umum dan mekanika kuantum yang kemudian memunculkan gelombang dahsyat dalam bidang sains pada pertengahan abad kedua. Salah satu kesimpulan teori ini adalah bahwa lubang kecil-lubang kecil tidak boleh benar-benar hitam melainkan setelah melancarkan radiasinya ia akan sirna. Anggapan lainnya adalah bahwa alam semesta pada detik-detik asumtif yang tak bertepi.
3. Hawking dan iman kepada Tuhan:
Sebelum peluncuran (launching) buku barunya yang berjudul “The Grand Design” pada tanggal 7 September 2010, Hawking meyakini adanya Pencipta bagi alam semesta selaras dengan pandangan-pandangan sains terkait dengan masalah kemunculannya.
4. Pandangan Hawking dalam buku barunya:
Hawking menulis buku “The Grand Design” bekerja sama dengan Leonard Mlodinow. Bantam Dell, penerbit yang berkedudukan di Amerika, menyatakan bahwa buku “The Grand Design” adalah hasil 40 tahun riset pribadi Hawking dan merupakan kumpulan pelbagai penyaksian bintang yang menakjubkan dan demikian juga pelbagai kemajuan teori yang ada. Hawking dan Mlodinow menguji bukti-bukti adanya “ A Unifier Theory” (sebuah teori penyatu). Dalam anggapan mereka, teori ini merupakan satu-satunya teori yang mampu menjelaskan seluruh energi-energi tabiat (nature).
Fisikawan terkemuka Inggris ini, dalam buku barunya mengemukakan argumentasi dan penalaran bahwa bukan Tuhan yang menciptakan semesta dan “Big Bang” (Dentuman Hebat) merupakan konsekuensi tidak terhindarkan dari hukum Fisika. Ia dalam “Grand Design” menulis, “Dengan adanya aturan seperti gravitasi, alam semesta dapat menciptakan sesuatu dari tiada menjadi ada. Dengan dalil penciptaan spontan, sesuatu yang tadinya tiada kemudian menjadi ada. Dunia ada dan kita juga ada. Kita tidak perlu bersandar kepada Tuhan untuk memulai segalanya dan menggerakan alam semesta.”
Teori terakhir yang diusulkan Hawking mematahkan pandangan sebelumnya tentang agama. Belakangan, ia menulis bahwa hukum-hukum fisika tidak bermakna bahwa kita harus meyakini bahwa Tuhan memiliki campur tangan dalam “big bang.” Ia dalam bukunya yang terakhir berkata bahwa penemuan-penemuan (discovery) tahun 1992 tentang rotasi bintang-bintang mengelilingi sebuah bintang selain matahari, untuk menentang pandangan bapak Fisika, Isaac Newton yang berkata bahwa alam semesta tidak dapat terwujud dari kondisi anarki dan telah diciptakan oleh Tuhan. Ia menulis, “Alasan yang membuat kondisi bintang-bintang kita selaras dan sistemik adalah matahari tunggal, - rangkapannya yang baik dengan bumi – jarak matahari dan materi (cahaya) matahari sangat dekat dan dengan demikian terdapat bukti-bukti yang lebih dekat dan meyakinkan yang menyatakan bahwa bumi ditata sebagai bentuk kepemurahan kepada manusia.”
5. Kritik atas pandangan baru Hawking
Pertama-tama ilmu yang bermakna sains tiada satu pun proposisi yang seratus per seratus mengandung kebenaran atau definitif (qath’i). Pendapat yang belakangan dilontarkan oleh Hawking tidak terkecuali dalam masalah ini. Berbeda dengan blow up yang dilakukan media, para ilmuan sendiri belum sampai pada kesimpulan final dan definitif terhadap masalah ini. Barangkali yang paling menggemparkan dari alinea buku Grand Design, karya Hawking, adalah, “Dengan adanya aturan seperti gravitasi bumi dapat menciptakan sesuatu dari tiada menjadi ada. Dengan dalil otomatis, sesuatu yang tadinya tiada kemudian menjadi ada. Dunia ada dan kita juga ada. Kita tidak perlu bersandar kepada Tuhan yang memancarkan air untuk menggerakan dunia”
Apabila Anda mencermati alinea di atas akan kita saksikan bahwa berbeda dengan kesimpulan umum yang dibuat (sengaja atau lalai), alinea ini tidak berbicara tentang keberadaan Tuhan.Barangkali yang serupa dengan alinea ini dapat ditulis seperti ini, “Bersandar kepada Tuhan untuk mencari tahu siapa pencipta alam yang fisikal ini bukanlah merupakan sebuah urusan yang urgen.” Meski alinea ini merupakan kesimpulan teologis dan bahkan para dosen fakultas teologi Universitas Cambridge juga bereaksi atas kalimat ini namun mereka tidak keluar dari domain ilmu-ilmu empirik dan sama sekali tidak memiliki kelayakan untuk mengekspresikan pandangan filosofis atau agamis.
Gagasan seperti ini menyinggung masalah “Big Bang” ihwal titik pertama padat dan panas bagaimana dapat terwujud? Sebagian meyakini bahwa pastilah sebuah kekuatan super natural yang mengadakan semua ini. Akan tetapi dalam buku ini disebutkan bahwa terdapat probabilitas fisikal dengan bersandar pada hukum-hukum gravitasi untuk masalah ini.
Menurut fisikawan, terdapat teori medan tunggal (Unified Field Theory) dan juga teori M (M-Theory). Para ilmuan juga masih berhadapan dengan kesulitan bagaimana menggandengkan mekanika kuantum (Quantum Mechanics) dan teori relativitas (Theory of Relativity). Artinya bahwa mereka belum sampai pada sebuah kesimpulan final dan definitif.
Kedua, upaya Hawking untuk menemukan teori tunggal yang menjelaskan seluruh fenomena semesta nampaknya merupakan sebuah upaya yang sangat ambisius. Namun bagaimanapun kelanjutan jalan Einstein untuk mewujudkan mimpinya, sejatinya adalah gerakan dari jamak (katsrat) kepada tunggal (wahdat) yang mengemuka dalam Filsafat Islam. Dengan asumsi, kita menerima bahwa Hawking mengingkari keberadaan Tuhan, fisikawan ini sebenarnya sedang mengingkari keberadaan tuhan imaginal dan mitologikal, bukan Tuhan hakiki, irfani dan filosofis. Sejatinya, tuhan yang diingkari Hawking adalah tuhan yang diklaim telah mati oleh filosof German, Nietzshce, yaitu tuhan dalam benak.
Ketiga, bahkan apabila dengan teori ini, dalam anggapan Hawking, mengingkari keberadaan pencipta bagi semesta toh tetap tidak dapat menciderai keyakinan-keyakinan agama seorang mukmin. Mukmin sejati, yang tidak terkontaminasi oleh noda-noda kemunafikan secara khusus hipokritas ilmiah, yang merupakan seburuk-buruk hipokrasi, berada dalam kondisi aman dari penyembahan ilmu dan teknologi. Para pemikir yang memandang penemuan-penemuan ilmiah dunia Barat sebagai pokok dan berada pada tataran ingin mencocokkan secara total keyakinan-keyakinan agamanya dengan penemuan-penemuan ini, sejatinya pada tataran mengamalkan agama yang ternodai dengan kemusyrikan dan kemunafikan yang menjustifikasi, menghambah dan mengikut pandangan-pandangan yang berubah dan hampa keniscayaan sains Barat yang setiap hari mengalami perubahan. Sebagai contoh, Hawking pada tahun 2004, yang merubah pandangan populernya ihwal masalah lubang hitam-lubang hitam. Pandangan yang sebelum-sebelumnya telah dianggap benar. Banyak lagi contoh seperti hal ini dalam sejarah sains dan yang paling masyhur adalah pandangan Galileo terkait dengan rotasi bumi.
Kesimpulan:
Apabila kita menyimak persoalan ini dan membuat kesimpulan, maka kita akan menyaksikan bahwa pelbagai penalaran yang ada (tentang keberadaan Tuhan) tidak akan terkoyak dan terciderai dengan asumsi-asumsi seperti ini. Sebagaimana tiada satu pun yang bersandar pada uraian metafisis Big Bang terkait dengan sebab-sebab keberadaan Tuhan.
B. Pandangan filosof Islam ihwal Kemunculan Semesta:
Menurut pandangan Islam Tuhanlah yang menciptakan semesta dari ketiadaan. Para filosof dan arif Islam menyebut masalah ini dengan ragam tuturan. Misalnya Ibnu Sina menyebut bahwa kemunculan alam semesta ini adalah buah dari cinta. Dalam literatur-literatur filosof Islam yang hidup seratus tahun lalu tentu saja karena tidak semasa dengan kita maka kita tidak dapat menemukan teori yang menjelaskan kemunculan ilmu dengan pendekatan sains dan pengetahuan moderen hari ini. Pada masa kiwari, sebagian filosof Islam mampu merumuskan teori dalam masalah ini. Di antaranya adalah karya Abbas Ma’arif dalam artikel “Matrogen atau Dzarre Muj-e Bunyadi” (Fundamental Particle Physics) yang meminjam kaidah fisika kuantum, teori relativitas, teori kontstata Plank, dan dengan menyimak teori atom dalam filsafat Islam, mampu menembus masalah ini dan menjelaskan penciptaan sesuatu dari ketiadaan dengan penjelasan filosofis dan saintis.[1]
[1]. Amat disayangkan Risalah Matrogen ini belum lagi dicetak untuk dikonsumsi oleh publik secara umum.