Please Wait
13419
Akhbariya adalah ahli hadis yang disebut dalam Syiah sebagai Akhbari. Kelompok ini memandang batil adanya ijtihad dan hanya mengikuti akhbar (riwayat-riwayat dan hadis-hadis).
Ushuliyyun adalah sebagai kebalikan Akhbariyyun sebuah kelompok yang banyak diikuti oleh para juris (fukaha) Islam yang disebut dalam Syiah sebagai Ushuli. Mereka meyakini bahwa dalam melakukan istinbâth hukum-hukum syariat Islam kita dapat beramal berdasarkan dalil-dalil detil dari al-Qur’an, Sunnah, Akal dan Ijma. Mereka memanfaatkan ilmu Ushul Fikih dan juga kaidah-kaidahnya seperti, ashl barâ’at, istishâb dan takhyyir.
Sebagian perbedaan pendapat kaum Ushuliyyun dan Akhbariyyun terletak pada masalah ijtihad yang diyakini oleh kaum Ushuliyyun dan orang yang bukan mujtahid harus mengikut kepada seorang mujtahid dan spesialis yang secara terminologis disebut sebagai taklid. Namun Akhbariyyun melarang adanya ijtihad dan bertaklid kepada mujtahid. Kaum Ushuliyyun tidak membolehkan para pemula untuk bertaklid kepada mujtahid yang telah meninggal. Namun Akhbariyyun berkata, mati dan hidupnya dalam merujuk kepada seorang spesialis dan ahli atau marja taklid sama saja dan tidak ada bedanya. Kaum Akhbariyyun beranggapan bahwa Kutub al-Arba’ah Syiah adalah sahih semua. Karena orang-orang yang mengumpulkan riwayat-riwayat ini menghimpun riwayat-riwayat sahih dan menghapus riwayat-riwayat yang tidak sahih. Namun kaum Ushuliyyun berbeda pendapat dengan mereka dalam masalah ini.
Orang-orang Akhbari dan Ushluli keduanya merupakan kelompok dalam mazhab Syiah Dua Belas Imam yang memiliki metodologi dan pendekatan yang berbeda dalam memahami hukum-hukum syariat.
1. Akhbariyah: Akhbariyah adalah ahli hadis yang disebut dalam Syiah sebagai Akhbari. Kelompok ini memandang batil adanya ijtihad dan hanya mengikuti akhbâr (riwayat-riwayat dan hadis-hadis). Orang yang pertama kali memunculkan kelompok ini adalah Mullah Muhammad Amin bin Muhammad Syarif Astarabadi (1033 M). Ia tampaknya yang menjadi pendiri firkah ini dalam mazhab Syiah yang muncul belakangan dan juga menjadi orang pertama yang mencela para mujtahid Syiah. Dalam kitab “Fawâid al-Madaniyah” Mullah Astarabadi dengan keras mengkritisi dan menyalahkan para mujtahid serta menuding mereka telah melakukan penodaan agama hak.
Ia meyakini bahwa ijtihad yang kini dilakukan oleh ulama Syiah tidak berasaskan pada ijtihad ulama Syiah terdahulu. Katanya bahwa al-Qur’an memiliki ayat-ayat muhkamah dan mutasyabih, nasikh dan mansukh, dan tidak mungkin kita dengan mudah melalukan inferensi hukum darinya. Karena itu, ia meyakini bahwa kita harus merujuk kepada akhbâr (riwayat-riwayat). Mengingat ijtihad berdiri di atas asumsi dan dugaan maka hukumnya batil, tegasnya. Namun akhbâr (riwayat-riwayat) dinukil dari para Imam Maksum merupakan dalil-dalil qat’hi (definitif) dan pelbagai dugaan dan terkaan tidak dapat dihadapkan dengan dalil-dalil qath'i.
2. Ushuliyyah: Ushuliyyun adalah sebagai kebalikan Akhbariyyun sebuah kelompok yang banyak diikuti oleh para juris Islam yang disebut dalam Syiah sebagai Ushuli. Mereka meyakini bahwa dalam melakukan istinbath hukum-hukum syariat Islam kita dapat beramal berdasarkan dalil-dalil detil dari al-Qur’an, Sunnah, Akal dan Ijma. Mereka memanfaatkan ilmu Ushul Fikih dan juga kaidah-kaidahnya seperti, ashl barâ’at, istishâb dan takhyyir. Kaum Ushuliyyun berpandangan bahwa ijtihad hukumnya adalah wajib kifâyah. Dan apabila terdapat orang yang memiliki kelaikan dalam hal ini maka hukumnya adalah wajib aini.[1]
Pokok perbedaan dua kelompok ini hanya terdapat pada metode dan pendekatan serta jalan untuk sampai pada hukum syariat.
Terkait dengan cara untuk sampai pada hukum syariat masing-masing berbeda dalam metode dan pendekatan. Adapun perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Ijtihad dan taklid: Kaum Ushuliyyun meyakini ijtihad dan mereka yang bukan mujtahid harus merujuk kepada seorang mujtahid dan pakar dalam masalah hukum agama yang secara teknis disebut sebagai taklid. Namun Akhbariyyun melarang adanya ijtihad dan taklid.
2. Taklid permulaan: Kaum Ushuliyyun memandang tidak boleh bertaklid kepada mujtahid yang telah meninggal bagi mereka yang baru mau bertaklid. Namun kaum Akhbariyun berkata, “Hidup dan mati tidak menimbulkan perbedaan dalam merujuk kepada seorang spesialis dan marja taklid.”
3. Kaum Akhbariyyun beranggapan bahwa Kutub al-Arba’ah Syiah semuanya adalah sahih. Lantaran orang-orang yang mengumpulkan akhbar (riwayat-riwayat ini) telah menghimpun riwayat-riwayat sahih dan telah menghapus riwayat-riwayat yang tidak sahih. Mereka tidak menerima pembagian empat jenis hadis-hadis (sahih, hasan, muattsaq, dha’if) namun kaum Ushuliyyun menentang pandangan ini.
4. Kaum Ushuliyyun menerima perkara-perkara seperti qubh taklif bimâ la yuthaq (tercelanya pemberian taklif yang tidak bisa dipikul dan diemban manusia), qubh iqab belâ bayân (tercelanya adanya hukuman tanpa adanya penjelasan terlebih dahulu) adalah tercela dan seterusnya namun kaum Akhbariyyun menolak dan tidak menerima perkara-perkara rasional ini.
5. Argumentatifnya Lahiriyah Al-Qur’an: Kaum Akhbariyyun berkata kita tidak dapat beramal berdasarkan lahiriyah al-Qur’an kecuali melalui jalan riwayat-riwayat dan hadis-hadis yang telah menafsirkan ayat-ayat tersebut. Namun kaum Ushuliyyun memandang lahiriyah al-Qur’an sebagai hujjah sepanjang tidak ada riwayat tentangnya.[2] Selama dua abad lamanya ulama Ushuliyyun dan Akhbariyyun berbeda pendapat secara sengit, kaum Akhbariyyun mendominasi kaum Ushuliyyun hingga muncul Muhammad Baqir Wahid Bahbahani (1208 H) yang banyak melancarkan kritikan tajam kepada kaum Akhbariyyun dan semenjak masanya para mujtahid kemudian mendominasi kaum Akhbariyyun hingga masa sekarang ini dan dewasa ini orang-orang yang menganut paham Akhbariya sangat minim jumlahnya.[3] [IQuest]