Please Wait
12021
Eksistensi Imam Zaman Ajf dan imâmahnya merupakan pembahasan imâmah khusus yang untuk menetapkannya kita tidak dapat menggunakan dalil-dalil rasional secara langsung, melainkan dengan memberdayakan dalil-dalil rasional dalam pembahasan imâmah secara umum. Pembahasan imâmah secara umum berkisar tentang kemestian adanya imam pada setiap masa serta dengan bersandar pada riwayat-riwayat dan nukilan-nukilan sejarah yang menandaskan bahwa pada zaman ini, imam hanya terbatas pada wujud Imam Mahdi Ajf, dengan demikian kita dapat sampai pada maksud kita yaitu membeberkan dalil-dalil rasional ihwal wujud Imam Zaman Ajf.
Kemestian adanya seorang maksum dan hujjat Tuhan pada setiap zaman dengan bersandar banyak dalil rasional dalam pembahasan imâmah secara umum misalnya kenabian dan imâmah merupakan satu emanasi spiritual dari sisi Tuhan yang berdasarkan kaidah lutfh bahwa Tuhan harus senantiasa berlaku luthf seperti ini.
Terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan bahwa manusia maksum dan insan kamil terbatas pada wujud Imam Zaman Ajf. Riwayat tersebut sedemikian banyak sehingga tidak dapat diingkari keberadaanya. Banyak ulama ternama Ahlusunnah menerima dan menyebutkan dalam kitab-kitab mereka bahwa Mahdi Mau’ud (yang Dijanjikan) adalah putra Imam Hasan Askari dan lahir di Samarrah pada tahun 255 Hijriah dan kini berada di balik tirai kegaiban dan kelak suatu hari akan muncul sesuai dengan izin dan perintah Allah Swt.
Menerima usia panjang Imam Mahdi Ajf juga bukan suatu hal yang mustahil. Karena dengan pengetahuan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya dan dengan memanfaatkan pelbagai metode natural dan ilmiah dapat hidup dan menjalani usia yang sangat panjang tanpa adanya kekerutan dan ketuaan pada dirinya. Di samping bukan merupakan suatu hal yang mustahil, Tuhan dapat saja melakukan pengecualian bagi seorang hujjah-Nya sebagai cadangan Tuhan dan penyokong utama tegaknya keadilan dan mengeliminir pelbagai tirani dan kezaliman. Pengecualian ini lebih tinggi dari faktor-faktor natural dan faktor-faktor lahiriah.
Imâmah Imam Zaman Ajf dan eksistensinya merupakan bagian dari pembahasan imâmah secara umum. Dalam pembahasan imâmah secara khusus kita tidak dapat secara langsung memanfaatkan dalil-dalil rasional.[1] Pembahasan imâmah secara khusus (khassa) dapat ditetapkan dengan memberdayakan dalil-dalil rasional pembahasan imâmah secara umum (‘amma) dan kemestian hadirnya seorang imam pada setiap masa.
Dalam pembahasan imâmah secara umum disodorkan argumen-argumen rasional atas kemestian adanya seorang manusia maksum dan hujjah Tuhan di muka bumi. Apabila dalil-dalil historis dan referensial menunjukkan telah lahirnya dan hidupnya Imam Mahdi Ajf kemudian dilampirkan menjadi premis minor maka akan ditetapkan bahwa pada masa kini hanyalah Imam Mahdi Ajf yang menjadi media emanasi Tuhan di muka bumi dan juga hidup.[2]
Evaluasi Dua Asas Argumentasi
1. Argumen rasional atas keharusan adanya imam pada setiap masa:
Pertama, Burhan lutfh (kemurahan): Kenabian dan imâmah merupakan satu faidh (emanasi, anugerah) spiritual dari sisi Allah Swt. Kaidah lutfh menyatakan bahwa seorang nabi atau seorang imam harus senantiasa ada pada setiap masa. Kaidah lutfh meniscayakan bahwa di antara masyarakat Islam harus ada seorang imam yang menjadi poros kebenaran dan menjaga masyarakat dari penyimpangan dan kesalahan. Sabda Imam Shadiq As yang menandaskan bahwa “Sesungguhnya Allah Swt lebih agung dan mulia untuk tidak membiarkan bumi tanpa imam.”[3] Hadis Imam Shadiq As ini boleh jadi menyinggung argumen dan burhan lutfh ini. Kemurahan-kemurahan (althâf, plural dari luthf) adanya imam gaib dapat diurutkan sebagaimana berikut ini:
A. Penjagaan agama Allah Swt pada tataran universal.[4]
B. Membina jiwa-jiwa yang siap.
C. Kelestarian mazhab.
D. Adanya teladan hidup yang dapat menjadi pemimpin masyarakat.[5]
Kedua, argumen sebab tujuan (burhan illat ghai): Dalam ilmu Teologi ditetapkan bahwa Allah Swt memiliki maksud dan tujuan dari segala perbuatan-Nya. Mengingat Allah Swt adalah kesempurnaan mutlak dan tiada sedikit pun kekurangan pada-Nya maka tujuan perbuatan-perbuatan Ilahi kembali kepada seluruh makhluk dan tujuan keberadaan manusia adalah manusia sempurna artinya manusia laksana pohon yang buahnya adalah manusia sempurna.[6]
Ketiga, argumen imkan asyraf (burhan-e imkan-e asyraf): Dalam ranah filsafat ada sebuah kaidah yang disebut sebagai kaidah imkan asyraf. Yang dimaksud dengan imkan asyraf adalah bahwa mumkin asyraf (kontingen yang lebih tinggi dan mulia) harus lebih terdahulu dan terunggul derajatnya daripada mumkin akhas…[7]
Di alam eksistensi manusia termulia (asyraf) adalah bahwa entitas dan wujud, hidup, ilmu, kudrat, keindahan dan sebagainya mustahil sampai kepada manusia sebelum sampai kepada seorang manusia sempurna yang merupakan hujjah di muka bumi.
Keempat, argumen manifestasi sempurna (burhan-e mazhhar jâmi’): Identitas mutlak Tuhan pada tataran manifestasi (zhuhur) didominasi oleh hukum-hukum kesatuan. Dan pada kesatuan esensial (wahdat dzati) tiada ruang bagi nama-nama (Tuhan) secara detil. Dari sisi lainnya tatkala manifestasi-manifestasi rinci mengejewantah di alam luaran maka hukum-hukum kejamakan (katsrat) mendominasi hukum-hukum kesatuan (wahdat). Di sinilah firman Ilahi meniscayakan keseimbangan dimana kesatuan esensial atau kejamakan wujud kontingen tidak mendominasi satu dengan yang lainnya sehingga sebuah memanifestasi sebuah jelmaan Tuhan (mazhhar) dari sisi nama-nama rinci (asma tafsili) dan kesatuan hakiki serta bentuk keseimbangan ini adalah manusia sempurna (insan kamil).[8]
Di sini kami akan mencukupkan argumen-argumen rasional hingga di sini dan kami mengajak para pembaca untuk merujuk dan menelaah kitab-kitab detil yang berkaitan dengan pembahasan ini.[9]
2. Dalil-dalil historis dan referensial atas kelahiran dan hidupnya Imam Mahdi Ajf tersedia cukup banyak; di sini kami akan menyinggung beberapa bukti-bukti sejarah sekaitan dengan kelahiran dan hidupnya Imam Mahdi Ajf:
A. Kebanyakan ulama ternama Ahlusunnah menerima[10] dan menyebutkan dalam kitab-kitab mereka bahwa Mahdi Ma’ud (Yang Dijanjikan) adalah putra Imam Hasan Askari As yang lahir pada tahun 255 H dan sekarang menjalani masa gaib dan kelak suatu hari akan muncul sesuai dengan perintah Ilahi.[11]
B. Imam Hasam Askari As sebelum lahirnya putranya Imam Mahdi Ajf telah memberikan berita tentang kelahirannya. Di antaranya kepada bibinya Hakimah Khatun, Imam Askari bersabda: “Pada malam 15 Sya’ban putraku Mahdi lahir dari ibunya Narges.”[12] Ahmad bin Ishaq As berkata, “Aku mendengar dari Imam Abu Muhammad Hasan Askari bersabda, “Segala puji bagi Tuhan yang tidak membawaku meninggalkan dunia hingga Dia menunjukkan padaku penggantiku dan Mahdi Mau’ud. Ia dari sisi tipologi jasmani, akhlak dan perilaku adalah manusia yang paling mirip dengan Rasulullah Saw. Allah Swt akan menjaganya dalam kondisi ghaiba dan kemudian akan muncul dan akan memenuhi semesta dengan keadilan.”[13] Demikian juga Imam Hasan Askari mewartakan kepada orang-orang terdekatnya ihwal kehaliran putranya Imam Mahdi Ajf.
Muhammad bin Ali bin Hamzah berkata, “Aku mendengar dari Imam Askari As: Hujjah Tuhan atas hamba-hamba dan Imam serta khalifahku telah lahir tatkala terbitnya fajar pada 15 Sya’ban tahun 255.”[14]
Ahmad bin Hasan bin Ishak Qummi berkata, “Tatkala Imam Mahdi Ajf lahir surat dari Imam Hasan Askari sampai kepadaku yang menyatakan, “Anakku telah lahir. Sembunyikanlah hal ini. Karena aku hanya akan menyampaikan hal ini kepada sahabat dan orang-orang terdekatku.”[15]
Ibrahim bin Idris berkata: Imam Abu Muhammad Askari mengirimkan seekor kambing kepadaku dan bersabda, “Kambing ini engkau potong untuk akikah kelahiran putraku “Mahdi” dan makanlah bersama keluargamu.”[16]
3. Imam Askari di samping memberikan berita gembira sebelum kelahiran Imam Mahdi Ajf dan mengabarkan kepada orang-orang khusus bahwa Mahdi Mau’ud telah lahir, mengambil langkah lainya dan langkah itu adalah untuk menambah dan meningkatkan keimanan dan kemantapan hati orang-orang Syiah, Imam Hasan Askari menunjukkan putranya Imam Mahdi Ajf kepada sebagian orang tertentu.
Ahmad bin Ishak berkata, Imam Hasan Askari menunjukkan kepadaku bocah tiga tahun dan bersabda,”Wahai Ahmad! Apabila engkau tidak mulia di sisi Allah Swt dan para Imam maka aku tidak akan menunjukkan putraku kepadamu. Ketahuilah bahwa anak ini sama nama dan julukannya dengan Rasulullah Saw. Dia adalah orang yang memenuhi semesta dengan keadilan.[17]
Muawiyah bin Hakim, Muhammad bin Ayyub dan Muhammad bin Usman bin Said Amri berkata, “Kami sekelompok orang berjumlah empat puluh orang berkumpul di kediaman Imam Hasan Askari, beliau memperlihatkan kepada kami putranya Imam Mahdi Ajf dan bersabda, “Ini adalah Imam kalian dan penggantiku.”[18]
Ali bin Bilal, Ahmad bin Bilal, Muhammad bin Muawiyah bin Hakim dan Hasan bin Ayyub berkata, “Kami sekelompok Syiah berkumpul di kediaman Imam Hasan Askari dan bertanya kepada Imam ihwal penggantinya. Setelah beberapa saat Imam Hasan Askari menunjukkan kepada kami seorang bocah dan berkata, “Inilah Imam kalian setelahku.”[19] Umar Ahwazi berkata, “Imam Hasan Askari menujukkan putranya kepadaku dan bersabda, “Setelahku putraku ini yang menjadi imam kalian.”[20] Ibrahim bin Muhammad berkata, “Aku melihat seorang bocah tampan di kediaman Askari. Aku bertanya kepadanya, "Wahai Putra Rasulullah! Siapakah bocah ini? Imam bersabda, “(Dia) ini adalah putraku. Ini adalah penggantiku.”[21]
Ya’qub bin Manfus berkata, “Aku datang kepada Imam Askari As dan bertanya ihwal imam dan pemimpin selanjutnya kepadanya. Imam Askari bersabda, “Sibaklah tirai itu. Aku menyibak tirai. Saat itu aku melihat bocah lima tahunan yang datang ke arah kami. Ia datang dan duduk di pangkuan Imam Askari As. Imam Askari bersabda, “Ini (dia) imam kalian.”[22]
4. Setelah pelbagai berita gembira yang diberikan Imam Askari dan penampakan putra mulianya Imam Mahdi Ajf kepada orang-orang tertentu dan orang-orang yang dapat dipercaya, sekarang giliran orang-orang khusus untuk bertindak dan menyampaikan kehadiran Imam Mahdi Ajf kepada Syiah yang lain sehingga mereka selamat dari keraguan dan kesangsian.
Orang-orang seperti Hakimah Khatun, putri Muhammad bin Ali bin Musa al-Ridha As, Usman bin Said Amri, Hasan bin Husain Alawi, Abdullah bin Abbas Alawi, Hasan bin Mundzir, Hamza bin Abi al-Fath, Muhammad bin Usman Said Amri, Muawiyah bin Hakim, Muhammad bin Muawiyah bin Hakim, Muhammad bin Ayyub bin Nuh, Hasan bin Ayyub bin Nuh, Ali bin Bilal, Ahmad bin Hilal, Muhammad bin Ismail bin Musa bin Ja’far, Ya’qub bin Manfus, Umar Ahwazi, Khadim Farsi, Abu Ali bin Muthahhar, Abi Nashr Tharif Khadim, Kamil bin Ibrahim, Ahmad bin Ishaq, Abdullah Masturi, Abdullah Ja’far Humairi, Ali bin Ibrahim Mahziyar, Abu Ghanim Khadim berusaha menyampaikan ihwal kelahiran Imam Mahdi Ajf kepada orang-orang Syiah.
Kiranya Anda menyimak sebuah hadir dari Hakimah bin Khatun: Imam Hasan Askari As mengutus seseorang kepadaku untuk datang kepadanya berbuka puasa (malam pertengahan bulan Sya’ban), lantaran Allah Swt akan menerangkan hujjah-Nya pada malam hari ini. Aku bertanya, putra (Anda) ini dari siapa? Imam Askari berkata, “Dari Narges.” Aku berkata, “(Namun) tidak tampak tanda-tanda kehamilan pada diri Narges.” Imam Askari berkata, “Demikianlah seperti yang aku katakan.” Tatkala aku duduk, Narges datang dan membuka sepatuku lalu berkata, “Puanku bagaimana kabarmu?” Aku berkata, “Andalah yang menjadi puan dan keluargaku.” Ia takjub mendengar ucapanku dan bersedih lalu berkata, “Apa yang Anda katakan ini? Aku berkata, “Tuhan akan menganugerahkan kepadamu putra malam ini yang akan menjadi pemimpin dunia dan akhirat. Narges merasa malu dari ucapanku itu. Kemudian setelah buka puasa (ifhtar), aku menunaikan shalat Isya dan menuju ke pembaringan. Setelah pertengahan malam aku bangun dan mengerjakan shalat malam. Setelah membaca wirid-wirid shalat aku kembali pergi tidur dan bangun kembali. Aku melihat Narges juga terjaga dan mengerjakan shalat malam.
Aku keluar dari kamar sehingga aku memperoleh kabar hingga terbitnya fajar. Aku melihat fajar pertama telah terbit dan Narges masih tidur. Saat itu sebuah pertanyaan melintas dalam benakku bagaimana mungkin hujjah Tuhan belum lagi lahir? Tiba-tiba Imam Askari memanggil dari kamar sebelah. Bibi. Janganlah tergesa-gesa janji sudah dekat. Aku duduk dan membaca al-Qur’an. Tatkala aku sibuk membaca al-Qur’an tiba-tiba terjaga dari tidur dengan bersedih. Segera aku menuju kepadanya dan bertanya, “Apakah Anda merasakan sesuatu?” “Iya.” Jawabnya. Aku berkata, sebutlah nama Allah. Inilah yang aku kabarkan kepadamu pada awal malam. Santai saja. Tenangkan hatimu. Saat itu tirai cahaya membentang membatasi antara aku dan dia, tiba-tiba aku sadar seorang bayi telah lahir. Tatkala aku mengangkat jubah Narges, aku melihat bayi sedang sujud dan sibuk berdzikir. Saat itu, Imam Hasan Askari berseru, “Bibi! Bawalah putraku itu kemari.” Aku membawa bocah itu ke hadapan Imam Askari. Imam Hasan Askari menggendong dan mengelus tangan, mata, pergelangan kaki dan tangan bocah tersebut. Beliau membacakan azan pada telinga sebelah kanannya dan iqamah pada telinga sebelah kirinya. Beliau bersabda, “Putraku, berbicaralah.” Bocah tersebut berbicara dan menyampaikan dua kalimat syahadat (syahadatain) dan menyampaikan salam masing-masing kepada Imam Ali dan para Imam lainnya hingga sampai pada nama ayahnya dan menyampaikan salam kepadanya. Kemudian Imam Askari berkata kepadaku, “Bibi antarkan putraku ini ke bundanya supaya ia menyampaikan salam kepadaku dan kemudian kembalikan kepadaku.” Aku membawa bocah tersebut ke bundanya dan menyampaikan salam kepadanya. Kemudian setelah itu mengembalikan bocah tersebut ke ayahnya. Imam Askari berkata, “Datanglah kemari hari ketujuh.” Aku datang pada hari ketujuh. Imam Askari berkata, “Bibi bawalah putraku kemari. Aku membawa bocah tersebut ke hadapan Imam Askari. Sebagaimana hari pertama, bocah tersebut mengucapkan syahadatain dan memberikan salam kepada para imam. Kemudian membaca ayat ini, “Wa nurid annamunna ‘alalladzinastud’ifhu fi al-ardh wa naja’alahum aimmatan wa naja’alahum al-waritsin.”[23]
Hakimah Khatun berkata, “Setelah itu, aku datang kembali kepada Imam Askari. Aku menyingkirkan tirai dan tidak melihat Imam Mahdi. Aku berkata, “Semoga aku menjadi tebusanmu! Apa gerangan yang terjadi pada Imam Mahdi?” Imam Askari menjawab, “Bibi, ia sebagaimana Nabi Musa akan dijaga dalam persembunyian.”[24]
5. Pasca syahadah Imam Askari As, dengan menunjukkan pelbagai keramat dan bukti-bukti (mukjizat atau semisalnya) Imam Mahdi menunjukkan keberadaan dan imâmahnya kepada para Syiah dan menuntaskan hujjah bagi mereka. Pada awal-awal ghaiba sughra, terdapat beberapa deputi yang telah dibangun oleh Imam Shadiq pada masanya, dan tugas terpenting mereka adalah menghilangkan rasa ragu dan sangsi orang-orang Syiah dan meyakinkan mereka terhadap imam yang ghaib dan perwakilan empat deputi. Para deputi dan wakil Imam Mahdi Ajf dengan menunjukkan bukti-bukti, kebenaran, pelbagai keramat dan ilmu adi luhung yang merupakan anugerah dari Allah Swt.
Pelbagai keramat dan bukti-bukti pada sebagian hal langsung oleh Imam Mahdi Ajf dan pada sebagian hal lainnya oleh para duta kepada orang-orang Syiah. Supaya orang-orang Syiah di samping meyakini akan adanya (telah lahirnya) Imam Mahdi dan juga mantap hati terhadap perwakilan empat deputi. Menunjukkan pelbagai keramat dan bukti-bukti benar secara asasi pada masa deputi pertama, Usman bin Said Amri. Lantaran pada masa-masa ini orang-orang Syiah masih berada dalam kesangsian dan juga kurang memahami keberadaan Imam Zaman Ajf.
Sayid bin Thawus menulis, “Banyak sahabat ayahnya Imam Hasan Askari telah melihat Imam Zaman Ajf dan meriwayatkan berita dan hukum-hukum syar’i. Terlepas dari itu, Imam Mahdi memiliki wakil yang nama, keturunan dan negerinya jelas. Wakil-wakil tersebut meriwayatkan pelbagai keramat, jawaban atas pelbagai problema dan kebanyakan berita-berita ghaib yang dinukil dari datuknya Rasulullah Saw.”[25]
Beberapa Contoh:
Kami akan mencukupkan pembahasan ini hingga di sini dengan menyebut beberapa contoh:
- Riwayat Sa’ad bin Abdullah Asy’ari Qummi. Ia berkata, “Hasan bin Nadhr yang memiliki kedudukan khusus di kalangan Syiah Qum berada dalam kondisi bingung bingung pasca wafatnya Imam Askari As. Ia dan Abu Shaddam beserta yang lainnya memutuskan mencari tahu imam setelahnya. Hasan bin Nadhr pergi ke Abu Shaddam dan berkata, “Tahun ini aku ingin menunaikan ibadah haji.” Abu Shaddam menasihatkan untuk menunda perjalanan itu. Namun Hasan bin Nadhr berkata, “Tidak. Aku bermimpi dan takut. Oleh itu aku harus pergi. Sebelum berangkat ia berwasiat kepada Ahmad bin Ya’la bin Himad tentang harta yang merupakan milik imam untuk dijaga hingga pengganti Imam Askari menjadi jelas. Hasan bin Nadhr bertolak ke Baghdad dan menerima sepucuk surat yang bertanda tangan dari Imam Zaman dan ia telah merasa mantap dengan imâmah Imam Mahdi Ajf dan perwakilan (wikâlah) khusus Usman bin Said Amri.
- Riwayat Muhammad bin Ibrahim bin Mahziyar: Ia berkata bahwa setelah wafatnya Imam Hasan Askari As aku menjadi sangsi terkait dengan siapa gerangan yang menjadi pengganti beliau. Ayahku adalah wakil Imam Askari dan banyak menghabiskan waktu di sisinya. Ayahku mengambil harta dan memintaku untuk menemaninya. Aku ikut bersamanya dan di tengah perjalanan ayahku sakit dan mewasiatkan kepadaku tentang harta tersebut. Ia berkata, “Takutlah kepada Tuhan! Kembalikanlah harta ini kepada pemiliknya. Barang siapa yang menyebutkan tanda-tanda ini serahkanlah harta tersebut kepadanya.” Kemudian ia meninggal dunia. Beberapa hari aku tinggal di Irak, lalu aku menerima sepucuk surat dari Usman bin Said yang menjelaskan seluruh tanda-tanda dan alamat-alamat harta tersebut. Tanda-tanda yang hanya diketahui oleh aku dan ayahku.”[26]
Muhammad bin Ibrahim bin Mahziyar dengan keramat dan bukti benar ini menjadi mantap hatinya kepada imâmah Imam Mahdi Ajfa dan juga perwakilan Usman bin Said.
- Riwayat Ahmad Dainawari Siraj. Ia berkata bahwa satu atau dua tahun pasca wafatnya Imam Hasan Askari aku bermaksud menunaikan ibadah haji. Aku bertolak dari Ardebil dan sampai di Dainawar. Orang-orang merasa kebingungan terkait dengan pengganti Imam Askari As. Orang-orang Dainawar merasa gembira dengan kedatanganku. Orang-orang Syiah di tempat itu memberikan kepadaku tiga belas ribu Dinar saham Imam untuk dibawa ke Samarra dan menyerahkannya kepada pengganti Imam Askari As. Aku berkata, “Pengganti Imam Askari bahkan untuk kami masih belum jelas.” Katanya, “Engkau adalah orang kepercayaan kami. Kapan saja engkau menemukan pengganti Imam Askari maka serahkanlah kepadanya.” Aku mengambil uang tiga belas ribu Dinar tersebut dan membawanya pergi. Di Kermansyah aku bersua dengan Ahmad bin Hasan bin Hasan. Ia juga menyerahkan seribu Dinar dan beberapa lembar kain untuk diserahkan kepada “Sang Imam Pengganti.” Di Baghdad aku mencari pengganti Imam Askari. Orang-orang berkata kepadaku bahwa terdapat tiga orang yang mengklaim sebagai deputi. Salah seorang dari mereka adalah Baqthani. Aku pergi kepadanya dan mengujinya dan meminta bukti darinya. Ia tidak memiliki sesuatu yang dapat membuatku puas. Kemudian aku pergi kepada orang kedua yang mengklaim sebagai deputi bernama Ishak Ahmar. Aku tidak menemukan kebenaran (klaim) itu padanya. Aku pergi kepada orang ketiga, Abu Ja’far atau Usman bin Said Amri, setelah berbasa-basi aku berkata kepadanya, Aku menerima uang dan harta dari masyarakat dan harus aku serahkan kepada pengganti Imam Askari. Aku bingung dan tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Ia berkata, “Pergilah ke Samarra ke rumah Ibnu al-Ridha (Imam Hasan Askari As) di sana engkau akan menjumpai wakil Imam (Mahdi Ajf). Aku bertolak ke Samarra dan mencari wakil imam di rumah Imam Askari. Penjaga berkata, “Sabarlah menanti. Beliau akan keluar.” Beberapa saat kemudian keluar seorang dan menggamit tanganku lalu membawaku masuk ke dalam rumah. Setelah menanyakan kabar aku berkata kepadanya, “Aku membawa uang dari Jabal dan aku mencari dalil (petunjuk). Mau tidak mau kapan saja aku mendapatkan dalil untuk menetapkan perwakilan tersebut maka akan aku serahkan uang ini kepadanya.” Kala itu mereka membawakan makanan untukku. Orang itu berkata silahkan santap makanan Anda dan beristirahatlah sejenak. Kemudian urusan Anda segera akan diselesaikan. Setelah sebagian malam berlalu pria itu menyerahkan sebuah nama kepadaku yang bertuliskan, “Ahmad bin Muhammad Dainawari datang dan menyerahkan uang ini. Ia membawa kantung dan bundelan. Di dalam bundelan itu terdapat sejumlah uang. Ia menjelaskan seluruh hal-hal kecil tentang uang tersebut. Tulisnya lagi, “Dalam kantung putra fulan pembuat emas terdapat enam belas Dinar. Sebuah kantung juga berasal dari Kermansyah. Bundelan dari Ahmad bin Hasan dari seorang ibu yang saudaranya adalah penjual kapas. Dan seterusnya. Dengan adanya surat ini keraguan dan kebingungan yang menghantui diriku telah sirna. Dan menjadi jelas bahwa Usman bin Said Amri adalah deputi Imam Mahdi Ajf. Imam Mahdi Ajf dalam surat ini memerintahkan kepadaku untuk membawa uang tersebut ke Baghdad dan menyerahkannya kepada orang yang sama yang aku jumpai.[27]
- Riwayat Muhammad bin Ali Aswad: Ia berkata, “Pada permulaan ghaibat sughra seorang wanita renta menyerahkan sepotong kain supaya disampaikan kepada Imam Zaman Ajf. Aku membawa kain tersebut dan banyak kain lainnya. Ketika aku sampai di Baghdad dan pergi ke Usman bin Said. Ia berkata, seluruh harta yang engkau bawa diserahkan kepada Muhammad bin Abbas Qummi. Aku menyerahkan seluruh harta kepadanya kecuali sepotong kain miliki wanita tua itu. Setelah itu, Usman bin Said menyampaikan pesan ini kepada Imam Zaman dan jawabnya, “Sepotong kain wanita tua tersebut juga harus kau serahkan....””[28]
- Riwayat Ishak bin Ya’qub: Katanya, Aku mendengar dari Usman bin Said bahwa ia berkata, “Seorang pria dari Irak datang kepadaku dan membawa uang untuk Imam Zaman Ajf. Imam As menyerakan uang itu kepadaku dan bersabda, “Hak putra pamanmu yaitu empat ratus Dirham kamu kurangi dari uang tersebut! Orang itu kaget dan terkejut dan mengkalkulasi kembali uangnya dan menjadi jelas bahwa ia berutang pada putra pamannya. Ia mengembalikan empat ratus Dirham itu kemudian sisa uang yang ada diserahkan kepada Imam As dan Imam As menerima uang tersebut.[29]
- Riwayat Muhammad bin Ali bin Syazan. Katanya, “Uang masyarakat diserahkan kepadaku untuk aku sampaikan kepada Imam Zaman As. Jumlahnya empat ratus delapan puluh Dirham.[30] Aku menggenapkan jumlah uang itu (menjadi lima ratus Dirham) dan mengirim surat kepada Usman bin Said Amri deputi Imam Mahdi Ajf. Aku tidak menulis sesuatu yang lain dalam surat tersebut. Usman bin Said Amri dalam menjawab surat itu menulis, “Lima ratus Dirham telah sampai. Dua puluh Dirham dari lima ratus Dirham itu adalah kepunyaanmu.”[31]
Pelbagai riwayat ini menunjukkan keunggulan, keramat dan bukti-bukti kebenaran Imam Mahdi Ajf pada permulaan ghaibat sughra. Orang-orang Syiah Imam Hasan Askari seluruhnya telah memahami imâmah Imam Mahdi As dan perwakilan Usman bin Said Amri. Kebingungan dan kesangsian orang-orang Syiah dalam masalah imâmah yang bersumber dari tersembunyinya proses kelahiran dan gaibnya Imam Mahdi, dengan pelbagai usaha para pembantu Imam Mahdi Ajf dalam institusi perwakilan, selama beberapa tahun bermulanya masa ghaibat sughra telah sirna.
Orang-orang Syiah dengan memanfaatkan pelbagai keramat dan ilmu ghaib Imam Mahdi Ajf memahami dua poin penting: Bahwa kisah perjalanan utama imâmah telah dicanangkan semenjak masa Rasulullah Saw dan Ali As, yang telah melalui perjalanan dengan baik, hingga imâmah Imam Askari As dan kemudian berpindah kepada putranya Imam Mahdi Ajf. Pada masa ghaibat sughra ini, Imam Mahdi Ajf memimpin orang-orang Syiah di balik tirai ghaibat.
Kedua, bahwa institusi perwakilan sebelumnya telah memulai tugasnya di bawah pimpinan para Imam Maksum As. Sekarang pada masa ghaibat sughra juga tetap berlaku aktif. Dan Usman bin Said Amri yang diangkat oleh Imam Zaman Ajf memikul tugas dan tanggung jawab untuk memimpin institusi ini. Oleh itu, orang-orang Syiah juga telah mengerti imâmah Imam Mahdi Ajf dan juga telah mantap hatinya terhadap perwakilan khusus Usman bin Said Amri.
Setelah wafatnya Usman bin Said Amri, sesuai dengan titah Imam Mahdi Ajf, putranya Muhammad bin Usman yang mengemban tugas sebagai deputi menggantikan ayahnya. Pada masa-masa ini, sebagian orang Syiah meragukan perwakilan Muhammad bin Usman bukan pada keberadaan Imam Mahdi Ajf. Imam mengajarkan sebagian keramat dan bukti-bukti benar kepada Muhammad bin Usman telah membuat orang-orang Syiah menjadi mantap hatinya pada perwakilan Muhammad bin Usman bin Said Amri. Dan terdapat segelintir orang kecil lantaran cinta kekuasaan dan mengikuti hawa nafsu menentang perwakilan Muhammad bin Usman. Segelintir orang tersebut mengklaim bahwa mereka juga menerima perwakilan dari Imam Zaman Ajf. Muhammad bin Usman dengan memanfaatkan pelbagai keramat dan bukti-bukti benar telah menggugurkan klaim-klaim mereka. Dengan demikian, orang-orang Syiah semakin memahami kebenaran perwakilan Muhammad bin Usman.[32] Kemudian pada masa perwakilan Husain bin Ruh juga sebagian orang-orang tertentu menentangnya namun dengan menyaksikan keramat Husain bin Ruh maka penentangan mereka surut dan meminta maaf.[33]
Setelah Husain bin Ruh tiba masa perwakilan Abul Hasan Ali bin Muhammad Samarri. Tanda tangan terakhir pada masa ghaibat sughra keluar, juga termasuk sebagai keramat yang lain. Imam Mahdi Ajf pada tanggal 9 Sya’ban tahun 329 H mengeluarkan sebuah tanda tangan dan mengingatkan Abul Hasan Ali bin Muhammad Samarri, “Engkau akan wafat enam hari lagi. Selesaikanlah urusan perwakilan dan kembalikanlah uang masyarakat. Setelah itu maka perwakilan khusus akan berakhir.” Periwayat berkata, “Aku pergi ke Abul Hasan Ali bin Muhammad Samarri. Ia memperlihatkan surat itu kepadaku. Pada hari yang dijanjikan aku pergi dan menyaksikan Abul Hasan Ali bin Muhammad Samarri sedang meregang nyawa.[34] Surat ini merupakan dalil yang lain atas kebenaran Syiah dan keberadaan Imam Zaman Ajf.
Usia Panjang Imam Zaman Ajf
Masalah panjangnya usia merupakan cabang dari masalah “kehidupan.” Hakikat dan esensi kehidupan masih merupakan suatu hal yang misterius bagi manusia. Dan boleh jadi manusia tidak akan mengenal hakikat dan esensi kehidupan. Apabila ketuaan kita pandang sebagai sifat bagi kehidupan atau kita pandang sebagai aturan hidup yang menimpa setiap makhluk hidup dan seiring berlalunya waktu akan membawa kepada ketuaan dan kerentaan maka hal itu tidak bermakna bahwa fenomena ini tidak bersifat fleksibel dan sebagai hasilnya adanya penundaan. Atas dasar itu, pengetahuan manusia semakin bertambah terkait dengan bagaimana caranya mengobati ketuaan. Pada akhir abad 19, sebagai hasil dari kemajuan sains, manusia semakin berharap untuk hidup lebih tua. Dan boleh jadi di masa-masa mendatang harapan ini semakin menjadi nyata.
Terkait dengan usia panjang Imam Mahdi Ajf tidak tersisa lagi keanehan dan kemungkinan teoritis dan ilmiahnya bukan merupakan suatu hal yang mustahil. Imam Mahdi Ajf dengan pengetahuan yang dianugerahkan Tuhan dan dengan memanfaatkan metode-metode natural dan ilmiah dapat hidup lebih lama di dunia dan efek ketuaan dan kerentaan tidak terjadi padanya.
Dari sisi lain, apabila masalah usia pendek kita pandang sebagai aturan umum atau aturan yang dominan yang berlaku pada seluruh manusia maka terdapat pengecualian pada setiap urusan. Di antaranya adalah usia natural alam semesta merupakan masalah yang jelas dan tidak dapat diingkari. Seperti tumbuh-tumbuhan, pepohonan dan makhluk hidup yang telah hidup ratusan tahun. Lantas apa yang mustahil apabila kita meyakini bahwa di alam semesta terdapat seorang manusia yang menjadi hujjah Tuhan dan sebagai cadangan dan penyokong terselenggaranya keadilan dan memberangus tirani orang-orang tiran. Dan hujjah Tuhan ini adalah entitas yang lebih tinggi dari faktor-faktor natural dan hukum kausalitas.
Masalah ini adalah suatu hal yang mungkin. Kendati tidak berlaku secara wajar dan biasa. Sesuai dengan tuturan Allamah Thabathabai, “Jenis kehidupan Imam Ghaib dapat diterima melalui jalan adikodrati (mukjizat). Namun jalan adikodrati tersebut bukan suatu hal yang mustahil dan kita tidak dapat menafikan adikodrati melalui jalan ilmu. Lantaran kita sekali-kali tidak dapat menetapkan dan menerima bahwa sebab-sebab dan faktor-faktor yang bekerja di dunia ini satu-satunya adalah yang kita saksikan dan kita kenal lantas kemudian menyatakan bahwa sebab-sebab lainnya yang tidak kita ketahui atau efek-efek yang tidak kita lihat dan tidak pahami itu tidak ada. Karena itu, mungkin terdapat sebab-sebab dan faktor-faktor pada seseorang atau orang-orang yang membuat usianya sangat panjang, seribu atau ribuan tahun.[35]
Dari sisi lain, terdapat banyak konstruktor sepanjang perjalanan sejarah dan yang paling memiliki sandaran adalah kisah Nabi Nuh As. Al-Qur’an menandaskan bahwa 950 tahun menjalankan tugas sebagai seorang nabi[36] dan tentu saja usianya lebih panjang dari itu. Usia panjang Nabi Khidir juga merupakan salah satu contoh manusia-manusia yang berusia sangat panjang.[37] Atas dasar itu, kita dapat menerima usia panjang Imam Mahdi Ajf dan sama sekali bukan suatu hal yang mustahil dari sudut pandang akal.[38]
[1]. Lantaran burhan dan dalil rasional tidak dapat memperkenalkan seseorang.
[2]. Silahkan lihat, Nahj al-Wilâyah, Ayatullah Hasan Zadeh Amuli, hal. 7 & 8.
[3]. Bashâir al-Darâjat, hal. 485, bab 10, hadis 3.
[4]. Kasyf al-Qinâ’, Syarif al-‘Ulama, hal. 148.
[5]. Silahkan lihat, Indeks: Dasar-dasar Teologis Mahdawiyat, Pertanyaan 1363.
[6]. Silahkan lihat, Indeks: Dasar-dasar Filosofis Mahdawiyat, Pertanyaan 1362.
[7]. Nihâyat al-Hikmah, hal 319 & 320.
[8]. Silahkan lihat, Tamhid al-Qawâid, hal. 172. Tahrir Tamhid al-Qawaid, Ayatullah Jawadi Amuli, hal-hal. 548-555.
[9]. Ada baiknya pembaca menelaah kitab Mau’ud Syinâsi, Ali Ashgar Ridhwani, hal-hal. 267-283.
[10]. Sebagian peneliti menyebutkan nama seratus orang ulama Ahlusunnah yang menyebutkan kelahiran Imam Mahdi Ajf dalam kitab-kitab mereka.
[11]. Muhammad bin Thalha Syafi’i dalam Mathâlib al-Su’ul. Ibnu Shibagh Maliki dalam al-Fushul al-Muhimmah. Ibnu Hajar Syafi’i dalam al-Shawaiq al-Muhriqah. Ibnu Khallaqan dalam Wafâyat al-‘Ayân.
[12]. Muntakhab al-Âtsar, hal. 398 & 399.
[13]. Bihâr al-Anwâr, jil. 51, hal. 161 dan hal. 397
[14]. Ibid, hal. 397..
[15]. Itsbât al-Hudat, jil. 6, hal. 436. Dâdgastari-ye Jahân, hal. 103
[16]. Bihâr al-Anwâr, jil. 52, hal. 22.
[17]. Bihâr al-Anwâr, jil. 52, hal. 22, 23, dan 24.
[18]. Yanâbi’ al-Mawaddah, hal. 460. Bihâr al-Anwâr, jil. 52, hal. 26.
[19]. Itsbât al-Huda, jil. 6, hal. 311. Dadgâstari-ye Jahân, hal. 107
[20]. Yanâbi’ al-Mawaddah, hal. 46.
[21]. Dadgâstari-ye Jahân, hal. 107.
[22]. Bihâr al-Anwar, jil. 52, hal. 25.
[23]. “Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi itu, hendak menjadikan mereka pemimpin, dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi).” (Qs. Al-Qashash [28]:5)
[24]. Yanâbi’ al-Mawaddah, hal. 449-450.
[25]. Al-Tharâif fi Ma’rifat Madzhab al-Thawâif, jil. 1, hal. 183-184. Zendegâni-ye Nuwâb Khâs-e Imâm Zamân Ajf, hal. 93 & 94.
[26]. Ibid, hal. 518, hadis 5. Rijâl Kasysyi, jil. 2, hal. 813.
[27]. Bihâr al-Anwâr, jil. 51, hal. 300-302.
[28]. Ibid, hal. 335.
[29]. Ibid, hal. 326.
[30]. Redaksi riwayat adalah lima ratus Dirham minus dua puluh Dirham.
[31]. Kulaini, Kâfi, jil. 1, hal. 523 & 524.
[32]. Silahkan lihat, Bihâr al-Anwâr, jil. 51, hal. 316 dan 336. Kamâluddin, hal. 398.
[33]. Silahkan lihat, Târikh Siyâsi Ghaibat Imâm Dauzdahum Ajf, Jasim Husaini, ha. 197.
[34]. Kamâluddin, hal. 516. Bihâr al-Anwâr, jil. 51, hal. 361.
[35]. Syieh dar Islâm, Allamah Thabathabai, hal. 151.
[36]. “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, laly ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (Qs. Al-Ankabut [29]:14 )
[37]. Kamâluddin, jil. 2, hal. 385. Majalleh-ye Hauzeh, No. 70-71, Wizye-ye Baqiyatullah al-‘Azham As, hal. 46 dan seterusnya.
[38]. Diadaptasi dari Pertanyaan 582, Indeks: Dalil-dalil Rasional atas Hidupnya Imam Zaman Ajf.