Please Wait
33808
- Share
Uwais bin ‘Amir Muradi al-Qarni, memiliki julukan Abu ‘Amru. Ia salah seorang pembesar tabi’in[i] dan tergolong zahid (orang yang zuhud). Uwais al-Qarni menjadi bahan perbincangan di tengah masyarakat Syiah dan Sunni, karena kezuhudan, takwa dan akhlaknya yang terpuji.
Ia menerima Islam pada masa Rasulullah Saw, namun tidak pernah berhasil berjumpa dan menemui Rasulullah Saw. Demi menaati perintah ibunya, ia meninggalkan Madinah. Ia itu berasal dari Yaman, namun pada masa khalifah Umar memilih tinggal di Kufah. Uwais al-Qarna termasuk salah satu sahabat setia Amirul Mukminin Ali As dan berbaiat dan membela wilayah Imam Ali As sampai titik darah penghabisan dan bahkan ia sama sekali tidak pernah mundur dari peperangan demi membela Imam Ali As.
Tentunya peritiwa mengenai gigi patah yang dinisbatkan dan disandarkan kepadanya merupakan hal yang masih diragukan kebenarannya dan tidak seorang pun yang menyebutkan akan hal itu kecuali beberapa orang dari para sejarawan abad pertengahan.
[i] . Ibnu ‘Atsam al-Kufi, Abu Muhammad Ahmad bin ‘Atsam, al-Futuh, diriset oleh: Syiri, Ali, jil. 2, hal. 544 dan 545, Darul Adhwa’ Beirut, cet. 1, 1411 H; Tarikh al Islam, jil. 3, hal. 555; Siyar A’lâm al-Nubâlâ’, jil. 5, hal. 34 dinukil dari Nazhim Zadeh Qumi, Sayid Asghar, Ashhâb Imâm Ali As, jil. 1, Uwais al Qarani; Usd al-Ghabah, jil. 1, hal. 179.
Sebelum kita membahas mengenai benar atau ketidaknya hal yang disebutkan di atas, terlebih dahulu kita akan menelusuri sepintas mengenai biografi dan kepribadian Uwais al-Qarni dalam beberapa bagian:
- Uwais bin ‘Amir Muradi al-Qarni, memiliki julukan Abu ‘Amru.[1] Ia salah seorang pembesar tabi’in[2] dan tergolong zahid (orang yang zuhud).[3] Uwais al-Qarni menjadi bahan perbincangan di tengah masyarakat Syiah dan Sunni, karena kezuhudan, takwa dan akhlaknya yang terpuji.
Ia menerima Islam pada masa Rasulullah Saw, namun tidak pernah berhasil berjumpa dan menemui Rasulullah Saw. Ia meninggalkan kota Madinah demi menaati perintah ibunya.[4] Ia itu berasal dari Yaman, namun pada masa khalifah Umar memilih tinggal di Kufah.[5]
Ia termasuk salah satu sahabat setia Amirul Mukminin Ali As. Ia berbaiat dan membela wilayah Imam Ali As sampai titik darah penghabisan. Ia senantiasa berperang bersama Imam Ali As dan tidak pernah meninggalkan Imam Ali As.[6]
Diceritakan bahwa ketika Imam Ali As melihatnya untuk pertama kali, beliau mengetahui dari pancaran cahaya wajahnya dan berkata: Anda pasti adalah Uwais? Ia berkata: Iya, saya adalah Uwais, Imam As berkata: Anda pasti adalah al-Qarni? Ia berkata: Iya, saya adalah Uwais al-Qarni.”[7]
- Mengenai makam dan kedudukan spiritual Uwais al-Qarni di sisi Rasulullah Saw, akan disebutkan beberapa riwayat berikut ini:
- Rasulullah Saw sungguh rindu untuk berjumpa dengannya dan bersabda:”Telah berhembus angin-angin surga dari diri al-Qaran, betapa rindunya diri ini berjumpa denganmu duhai Uwais al-Qarni, ketahuilah, barangsiapa yang berjumpa dengannya, maka hendaknya menyampaikan salamku padanya.”[8]
- Seseorang bertanya: “Siapa gerangan Uwais al-Qarni itu?” Rasulullah Saw bersabda: ”Ia adalah pribadi yang tidak dikenal tatkala ia jauh dari kalian, maka kalian tidak pada posisi mencarinya dan jika ia ada bersama kalian maka kalian tidak akan menganggapnya, namun ketahuilah bahwa dengan syafaatnya sejumlah orang (sejumlah dua kabilah Rabi’ah dan Mudhar) akan masuk ke Surga, ia tidak melihat dan menyaksikanku, namun ia beriman kepadaku dan kelak ia akan meraih kesyahidan di barisan khalifahku (Imam Ali As) pada peristiwa perang Shiffin.”[9]
- Pada riwayat lain, Imam Ali As bersabda:”Rasulullah Saw menceritakan kepada saya bahwa: “Ada seorang laki-laki dari umatnya yang kelak akan saya temui yang bernama Uwais al-Qarni. Ia berasal dari kelompok hizbullah (tentara Allah Swt) dan Rasul-Nya yang akan syahid di jalan Allah Swt dan dengan syafaatnya akan masuk sejumlah orang (sejumlah dua kabilah Rabi’ah dan Mudhar) ke dalam Surga.”[10]
- Uwais al-Qarni memiliki sifat zuhud dan takwa yang bisa dijadikan suri teladan dan merupakan salah satu sahabat pilihan Amirul Mukminin Ali As yang berada pada deretan awal, sebagaimana Fadhl bin Syazhan menganggapnya lebih tinggi dari pada ahli zuhud yang lain.[11]
Mengenai kezuhudan Uwais al-Qarni, Rasulullah Saw bersabda: ”Di tengah-tengah umatku terdapat orang-orang yang dikarenakan tidak punya pakaian, mereka tidak bisa hadir di Masjid untuk menunaikan salat dan keimanan mereka menghalanginya dari meminta bantuan lagi dari orang-orang, di antara orang itu adalah Uwais al-Qarni.”[12]
Ia itu adalah ahli dalam menghidupkan malam-malamnya dan juga seorang ‘abid (ahli ibadah).[13]
Yang popular dan terkenal di kalangan sejarawan[14] adalah bahwaUwais al-Qarni, menggondol gelar kehormatan sebagai syahid dalam pasukan Imam Ali As pada peristiwa perang Shiffin.[15]
Adapun mengenai peristiwa patahnya gigi Uwais tatkala mendengar gigi Rasulullah Saw dipatahkan oleh kaum kafir Quraisy yang dinisbatkan serta disandarkan kepada Uwais al-Qarni, tidak disebutkan pada kebanyakan literatur sejarah dan apa yang disinggung pada sebagian sejarah adalah bahwa ketika ia mendengar kaum kafir Quraisy mematahkan gigi mulia Rasulullah Saw, ia memutuskan untuk mematahkan seluruh giginya sehingga dengannya (mematahkan seluruh giginya) ia dapat menyerupai salah satu gigi Rasulullah Saw yang patah.”[16] Dari sisi sanad dan kandungan riwayat ini tidak dapat diandalkan alias meragukan. [iQuest]
[1]. Syamsudin Muhammad bin Ahmad Dzahabi, Târikh Islâm, Riset oleh: Umar Abdussalam Tadmari,, jil. 3, hal. 555, Dar al-Kitab al-‘Arabi, Beirut, Cetakan Kedua, 1413 H; Ibnu Atsir al-Jaziri, Izzuddin bin al Atsir Abul Hasan Ali bin Muhammad, Usd al-Ghabah, jil. 1, hal 179, Dar al-Fikr, Beirut, 1409 H; Abu Ja’far Muhammad bin Jarir, al Thabari, Târikh Thabari, Riset oleh: Muhammad Abul Fadhl Ibrahim, jil. 11, hal. 662, Dar al-Turats, Beirut, Cetakan Kedua, 1387 S.
[2]. Abu Muhammad Ahmad bin ‘Atsam Ibnu ‘Atsam al Kufi, al-Futuh, Riset oleh Ali Syiri, jil. 2, hal. 544 dan 545, Dar al-Adhwa’, Beirut, Cetakan Pertama, 1411 H; Târikh al-Islâm, jil. 3, hal. 555; Siyar A’lâm al- Nubâlâ’, jil. 5, hal. 34 dinukil dari Sayid Asghar Nazhim Zadeh Qumi, Ashhab Imam Ali As, jil. 1, Uwais al Qarni; Usd al-Ghabah, jil. 1, hal. 179.
[3]. Târikh al-Islâm, jil. 3, hal. 555; Usd al-Ghabah, jil. 1, hal. 179.
[4]. Ahmad bin ‘Ali, Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Ishâbah, Riset oleh: Abdul Maujud, Adil Ahmad dan Mu’awwadh, Ali Muhammad, jil. 1, hal. 359, Dar al-Kutub al-‘Amiyah, Beirut, Cetakan Pertama, 1415 H; Ashhâb Imâm Ali As, jil. 1.
[5]. Usd al-Ghabah, jil. 1, hal. 179; Târikh al-Islâm, jil. 3, hal. 556; al-Ishâbah, jil. 1, hal. 359; Zarkuli Khairullah, al-A’lam, jil. 2, hal. 32, Dar al-‘Ilmi lil Malayin, Beirut, Cetakan Kedua, 1989 M; Siyar A’lâm al- Nubalâ’, jil. 5, hal. 70 sesuai penukilan dari Ash-Hab Imam Ali as, jil. 1.
[6]. Silahkan lihat, Syaikh Mufid, Nabard-e Jamal, Penjermah Persia, Mahdavi Dam Ghalani, Mahmud, hal. 59, Nasyr-e Nei, Teheran, Cetakan Kedua, 1383 S.
[7]. Kasyi, Abu ‘Amru, Muhammad bin Umar bin Abdul Aziz, Rijâl al-Kasyyi, Riset oleh Dr. Mushthafawi, Hasan, hal 98, Hadis 156, Muassasah Nasyr Danesygah-e Masyhad, 1409 H.
[8]. Ibnu Syazan Qumi, Abul Fadhl Syazan bin Jibrail, al-Fadhâil, hal. 107, Nasyr Radhi, Qom, Cetakan Kedua, 1363 S; Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 42, hal. 155, Dar al-Ihya al-Turats al-‘Arabi, Beirut, Cetakan Kedua, 1403 H; Muhammad bin Hasan, Syaikh Hurr ‘Amili, Itsbat al-Huda bin Nushus wal Mu’jizat, jil. 3, hal. 46, Nasyr al-A’lami, Beirut, Cetakan Pertama, 1425 H.
[9]. Al-Fadhâil, hal. 107; Bihâr al-Anwâr, jil. 42, hal. 155.
[10]. Muhammad bin Muhammad Mufid, al-Irsyâd fi Ma’rifati Hujajillah ‘ala al-‘Ibâd, jil. 1, hal. 316, Kongres Syaikh Mufid, Qum, Cetakan Pertama, 1413 H; Fadhl bin Hasan Thabarsi, I’lâmul Warâ bi A’lâm al-Hudâ (Cetakan Lama), hal. 170, Nasyr Islamiyah, Teheran, Cetakan Ketiga, 1390 S; Bihâr al-Anwâr, jil. 42, hal. 147.
[11]. Rijâl al-Kasyyi, hal. 98; Ashhâb Imâm Ali As, jil. 1.
[12]. Al-Ishâbah, jil. 1, hal. 361; Hilyat al-Auliyâ, jil. 2, hal. 84 dan Siyar A’lâm al-Nubâlâ, jil. 5, hal. 76 berdasarkan nukilan dari Ashhâb Imam AliAas, jil. 1.
[13]. Hilyat al-Auliyâ, jil. 2, hal. 87 dan Siyar A’lâm al-Nubâlâ, jil. 5, hal. 77.
[14]. Menurut pandangan yang kurang populer adalah bahwa ia syahid pada peristiwa perang Dailam. Dan makamnya terletak di bukit lebih tinggi di Qazwin (Mustaufa Qazwini, Hamdallah bin Abi Bakr bin Ahmad, Târikh-e Guzideh, Riset oleh Abdul Husain Nawai,, hal. 630, Amir Kabir, Teheran, Cetakan Ketiga, 1364 S.
[15]. Al-Ishâbah, jil. 1, hal. 359; Usd al-Ghabah, jil. 1, hal. 180; Târikh al--Islâm, jil. 3, hal 566; Târikh Thabari, jil. 11, hal. 662; Târikh-e Guzideh, hal. 631; Nashr bin Muzahim al-Munqari,, Wâqi’ah Shiffin, Riset oleh Abdussalam Muhammad Harun, hal. 324, al-Muassasah al ‘Arabiyah al Haditsah, Kairo, Cetakan Kedua, 1382, Ofset Qum, Mansyurat-e Maktabah al-Mar’asyi al-Najafi, 1404 H; al-Tamimi al Sam’ani, Abu Sa’id Abdul Karim bin Muhammad bin Manshur, al-Ansâb, Riset: al-Mu’allimi al Yamani, Abdurrahman bin Yahya, jil. 10, hal. 392, Majlis Dairat al-Ma’ârif al-‘Utsmaniyah, Haidar Abad, Cetakan Pertama, 1382 S; Sibth bin Jauzi, Syarh-e Hal wa Fadhail-e Khandan-e Nubuwat, penerjemah Persia, Muhammad Ridha ‘Athai, hal. 115, Nasyr-e Astan-e Quds Razhavi, Masyhad, Cetakan Pertama, 1379 S..
[16]. Târikh-e Barguzideh, hal. 630.