Please Wait
16111
Khatam bermakna mengakhiri segala pekerjaan yang memiliki awal dan akhir. Khatam shalawat juga bermakna sedemikian yaitu membaca semenjak awal dan akhir sebuah amalan shalawat. Apabila seseorang membaca al-Qur’an semenjak awal hingga akhir maka perbuatannya itu disebut sebagai menamatkan al-Qur’an atau dengan ungkapan lain mengkhatamkan al-Qur’an.
Salah satu masalah yang mengemuka dalam Islam adalah masalah doa yang terkadang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Namun harus diketahui bahwa terdapat beberapa syarat untuk sampai pada tujuan dengan cara berdoa. Terkadang salah satu syaratnya adalah bahwa dzikir atau doa khusus harus dilakukan dengan bilangan angka tertentu sehingga memperoleh hasil yang diidamkan. Bilangan angka ini umumnya disebut sebagai instruksi nominal (dastur ‘adadi).
Harap diperhatikan bahwa kendati amalan-amalan ini hukumnya mustahab (dianjurkan) namun untuk sampai pada apa yang diidamkan maka dilarang untuk menyepelekan angka-angka yang telah ditentukan. Mengignat bahwa Imam Shadiq As dalam sebuah riwayat bersabda, “Ketauhilah! Nama-nama Allah adalah laksana khazanah dan angka-angka adalah laksana bilangannya. Apabila sedikit lebih atau kurang Anda menjejakkan kaki (di atasnya) maka Anda tidak akan menemukan harta pusaka tersebut.[1]
Shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad Saw memiliki banyak keutamaan. Dan keutamaannya yang tertinggi cukuplah Allah Swt menilainya sebagai perbuatan-perbuatannya yang senantiasa dilakukan demikian juga para malaikat, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk nabi.” (Qs. Al-Azhab [33]:56) Dan juga Allah Swt menginstruksikan kepada orang-orang beriman untuk menjadikannya sebagai agenda hidupnya, “Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Qs. Al-Azhab [33]:56)
Di antara peran penting shalawat adalah sangat berpengaruh dalam terkabulkannya doa seseorang sedemikian sehingga disebutkan bahwa menyampaikan shalawat ke atas Muhammad dan keluarganya pada awal dan akhir doa akan menjadikan doa diijabah dan terkabulkan.[2] Disebutkan dari para Imam Maksum As bahwa tiada yang lebih berat dari shalawat ke atas Muhammad Saw dan keluarganya pada timbangan amal.[3]
Terkadang pengaruh shalawat dalam memuluskan sampainya hajat manusia sebagaimana beberapa poin berikut ini:
1. Shalawat dengan format dan bentuk khusus: Misalnya apabila seseorang memutuskan bahwa sebelum ia meninggal dunia ia mendapatkan taufik untuk bersua dengan Imam Mahdi As maka ia dianjurkan membaca shalawat sedemikian, “Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Ali Muhammad wa Ajjil Farajahum.”[4]
2. Terkadang disampaikan dengan bilangan-bilangan tertentu: Misalnya apabila seseorang ingin untuk sampai pada enam puluh hajat, tiga puluhnya adalah hajat duniawi dan tiga puluh lainnya adalah hajat ukhrawi maka ia harus menyampaikan seratus kali shalawat yang disebutkan di atas. Artinya shalawat yang disampaikan tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih.[5]
Di sinilah makna kalimat “khatam shalawat” memiliki arti; yaitu mengirimkan shalawat dan mengerjakan khatam shalawat ketika ia menyampaikan satu putaran seratus kali shalawat.
Bagaimanapun berdasarkan beberapa riwayat bershalawat memiliki banyak hasil dan pengaruh yang pada sebagian riwayat disebutkan angka khusus namun pada tidak disebutkan angkat khusus tersebut pada kebanyakan riwayat dan menentukan bilangannya diserahkan kepada setiap orang yang boleh jadi dalam bentuk nadzar atau qasam (sumpah) yaitu mewajibkan dirinya untuk menyampaikan shalawat hingga sekian kali atau tanpa nadzar atau qasam, yaitu dalam bentuk istihbab (anjuran) untuk memudahkan sampai pada apa yang diinginkan maka ia memilih bilangan tertentu atau untuk menyebarkan budaya shalawat di tengah masyarakat maka ia mengusulkan dalam bentuk sebuah majelis atau semisalnya kepada orang lain.
Namun poin penting yang harus diperhatikan adalah bahwa usulan seperti ini tidak boleh menyebabkan jatuh atan turunnya nilai shalawat atau menyebabkan munculnya bid’ah di tengah masyarakat. Artinya kita tidak boleh berlaku sedemikian sehingga masalah-masalah yang lebih penting (aham) dan wajib diabaikan dan menghabiskan banyak biaya-biaya sosial yang tidak perlu. [IQuest]
[1]. Hasan Zadeh, Nur ‘ala Nur dar Dzikr wa Dzakir wa Madzkur, hal. 52, Dar Tasyayyu’, Cetakan Keenam, 1376 S.
[2]. Mirza Jawad Agha Tabrizi, terjemahan Persia al-Murâqabât, hal. 243, penerjemah, Ibrahim Muhaddits Bandar Riki, Dar al-Akhlaq, Tahun 1376.