Advanced Search
Hits
36109
Tanggal Dimuat: 2009/07/07
Ringkasan Pertanyaan
Jika seseorang mempunyai niat dalam perbuatannya akan melakukan suatu pekerjaan untuk keridhaan Allah, namun ia kehilangan niat ikhlasnya begitu melakukan keajiban tersebut, apakah dengan keadaan seperti ini ia memiliki pahala di sisi-Nya?
Pertanyaan
Jika seseorang mempunyai niat untuk mencari keridhaan Allah dalam pekerjaannya, akan tetapi ia kehilangan keikhlasannya begitu melakukan kewajibannya tersebut, apakah dalam keadaan seperti ini ia memiliki pahala di sisi Tuhan? Mohon jelaskan secara sempurna mengenai pengertian dari niat ikhlas. Bagaimana kita bisa memisahkan riya dari niat ini?
Jawaban Global

Dalam budaya Islam, tidak hanya husnu al-fi’l (kebaikan dalam beramal) saja yang penting, melainkan husnu al-fa’il (keberadaan niat ikhlas dalam melakukannya) pun menjadi syarat dalam dikabulkannya sebuah amalan. Lebih dari itu, hanya melakukan amal-amal secara ikhlas saja tidaklah cukup. Senantiasa berniat ikhlas, menjadi syarat lain dari keterkabulan amal. Allah Swt berfirman, “Barang siapa membawa perbuatan baik, maka pahalanya adalah sepuluh kali lipat, dan barang siapa membawa perbuatan buruk, maka ia tidak akan dihukum kecuali sepertinya, dan Allah tidak akan bertindak zalim.” Sebagaimana yang Anda lihat pada ayat di atas, Allah tidak berfirman, “Barang siapa melakukan perbuatan baik”, melainkan “Barang siapa seseorang membawa perbuatan baik dalam dirinya.” Makna ayat ini adalah bahwa manusia setelah melakukan perbuatan baik harus mengkondisikan supaya mampu membawa amal shaleh ini dengan dirinya hingga akhir.

Jawaban Detil

Salah satu dari hal yang paling sulit adalah senantiasa ikhlas dalam setiap amal yang dilakukan oleh manusia untuk Tuhan. Biasanya, ikhlas dalam beramal dan senantiasa dalam keikhlasan adalah lebih sulit dari melakukan asli amalan itu sendiri. Imam Shadiq As bersabda, “Tetap berada dalam amal yang ikhlas adalah lebih sulit dari melaksanakan amalan itu sendiri.”[1]

Oleh karena itu, dalam budaya Islam, bukan hanya husnu al-fi’l (kebaikan dalam amal) saja lah yang penting, melainkan husnu al-fa’il (melakukan dengan niat ikhlas) juga menjadi syarat dalam keterkabulan amal. Selain itu, hanya melakukan secara ikhlas juga tidak mencukupi. Kontinuitas niat ikhlas, merupakan syarat lain bagi keterkabulan amal. Allah Swt dalam al-Quran dengan sangat indah telah menjelaskan masalah ini; dalam masalah sedekah-sedekah (kebaikan-kebaikan), Allah Swt berfirman, Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan mengungkit-ungkit dan tindak menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan ia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaannya adalah seperti batu licin yang di atasnya terdapat tanah, lalu hujan lebat menimpanya, dan ia menjadi bersih nan licin (tak bertanah). Mereka tidak mampu (mendapatkan) sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” [2]

Ayat ini menjelaskan keadaan mereka yang melakukan perbuatan dan amal-amal baiknya dengan niat ikhlas, kemudian membatalkan amalannya tersebut karena adanya keinginan di balik sesuatu dan karena gangguan yang diciptakannya (dimana hal ini menunjukkan pada niatnya yang tidak ikhlas). Allah Swt menyerupakan orang-orang seperti ini dengan mereka yang suka melakukan riya dimana seluruh perbuatannya sejak awal menjadi batal dikarenakan riya.

Dengan demikian, sebagaimana melakukan amalan baik telah dianjurkan, menjaganya pun juga dianggap sebagai sebuah masalah yang penting. Melakukan perbuatan yang terpuji seperti memperoleh permata yang berharga. Saat seseorang memperoleh permata seperti ini, maka ia pun harus berusaha untuk menjaganya dengan baik supaya bisa menyerahkannya di pasar kiamat. Allah Swt berfirman, “Barang siapa yang mempunyai amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya, dan barang siapa yang mempunyai perbuatan yang jahat, maka ia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).”[3] Sebagaimana yang terlihat dari ayat, Allah Swt tidak berfirman, “Barang siapa melakukan perbuatan yang baik”, melain berfirman, “Barang siapa mempunyai perbuatan yang baik dalam dirinya.” Oleh karena itu, makna ayat adalah bahwa manusia setelah melakukan perbuatan yang baik, harus menyiapkan kondisi supaya mampu mengabadikan perbuatan saleh ini dalam dirinya.[4] Oleh karena itu, ia harus menghindarkan dari segala bentuk riya, keinginan dan ... yang akan menyebabkan hilangnya kebaikan-kebaikan.

Dari sebagian riwayat bisa disimpulkan bahwa jika seseorang melakukan perbuatannya dengan sedikit untuk selain Allah, maka hal seperti ini tidak akan dikabulkan. Imam Shadiq As bersabda, “Allah berfirman, Aku adalah partner terbaik. Ketika seseorang melakukan sesuatu dengan niat untukKu dan untuk selain-Ku, maka selama ia tidak melakukannya dengan ikhlas, tidak akan Aku kabulkan. (Dan Aku akan memberikan seluruh amalan tersebut kepada sekutu-Ku)”[5] [iQuest]

 

 

 

Pembahasan penting lainnya dan berkaitan dengan ikhlas dan bagaimana menjaganya, dapat Anda telaah pada link terkait berikut:

  1. Pertanyaan 738 (Site: 1038), Memperoleh niat Ikhlas.
  2. Pertanyaan 5073 (Site: 5295), Penyembuhan Riya.
  3. Pertanyaan 1320 (Site: 1320), Kesesuaian antara Pahala dan Amal.

 


[1]. Kulaini, Kâfî, jil. 2, hlm. 16.

[2]. (Qs. Al-Baqarah [2]: 264)

[3]. (Qs. Al-An’am [6]: 160)

[4]. Disarikan dari pelajaran-pelajaran tafsir Ayatullah Jawadi Amuli.

[5]. Kulaini, Kâfî, jil. 2, hlm. 295, Bab ar-riba.

 

 

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    259828 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    245597 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    229502 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214290 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    175597 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    170978 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    167397 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    157458 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140309 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133538 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...