Please Wait
12126
Apabila sesuatu yang najis dicuci di bawah keran air yang bersambung dengan air kurr kemudian air yang menetes tersebut bersambung dengan air kurr dan tidak memiliki bau atau tidak berwarna atau rasanya tidak berubah maka air tersebut suci.[1]
Sebagian marja taklid berkata, “(Hukum air tersebut adalah) Suci, sepanjang air itu tidak berbau, tidak berwarna dan tidak terasa lain dan juga dengan syarat barang najis itu sendiri (ain najasat) telah disingkirkan.[2]
Namun apabila sesuatu yang najis itu dicuci dengan air qalil maka air yang menetes darinya adalah najis. Demikian juga mengikut aqwâ (pendapat yang lebih kuat) harus menghindar menggunakan air qalil meski barang najisnya (ain najâsah) telah disingkirkan dan digunakan itu untuk menyiram sesuatu yang najis di atasnya.
Adapun air yang digunakan untuk mencuci tempat keluar air seni dan air besar (dubur) adalah suci dengan lima syarat sebagai berikut:[3]
1. Air tersebut tidak berubah bau, warna dan rasanya.
2. Tidak terkena najis dari tempat lain.
3. Najis lainnya seperti darah tidak keluar bersama air seni dan air besar.
4. Secuil pun kotoran tidak ditemukan pada air tersebut.
5. Najis yang melebih batasan normal tidak mengenai sekeliling tempat buang air seni dan air besar.