Please Wait
Hits
25946
25946
Tanggal Dimuat:
2013/11/27
Ringkasan Pertanyaan
Apa makna dan hakikat sabar itu?
Pertanyaan
hakekat sabar dan pengertian nya serta hakekat ikhlas dan pengertian nya
Jawaban Global
Sabar dalam bahasa berarti mengurung dan meletakkan jiwa dalam keterbatasan dan kesempitan.[1] Begitu pula sabar memiliki arti menahan diri dari menunjukkan kepanikan dan ketidaktenangan.[2]
Dalam ilmu Akhlak, tentang kesabaran banyak makna yang dijelaskan:
1. Sabar adalah mendorong diri untuk melakukan amal perbuatan yang dituntut oleh akal dan syariat dan mencegah diri dari melakukan amal perbuatan yang dilarang akal serta syariat.[3]
2. Sabar yakni ketenangan diri dan jiwa saat tertimpa kesulitan dan musibah, kekuatan dan ketegaran dalam menghadapinya, tetap merasa bahagia sebagaimana sebelum kejadian pahit tersebut terjadi, menjaga lidah dari mengeluh dan anggota tubuh lainnya dari melakukan perbuatan yang tidak patut.[4]
3. Sabar adalah kekuatan motivasi religius di hadapan dorongan-dorongan nafsu setani.[5] Dengan kata lain, sabar adalah suatu daya yang membuat manusia tetap teguh dalam menjalankan tugas-tugas agamanya meskipun hawa nafsu dan godaan setan terus mendorong serta menyelewengkannya. Diri manusia dalam keadan tersebut bagaikan medan tempur antara pasukan akal dan kebodohan.[6]
Dengan memperhatikan beberapa makna di atas, jelas bahwa sabar adalah suatu sifat bagi jiwa yang dapat mencegah, yang mana di satu sisi kesabaran mengurung nafsu dan dorongan setan lalu mengarahkan manusia untuk berjalan di jalan yang benar, dan juga mencegah diri manusia agar tak lari dari tanggung jawab terhadap akal dan agamanya lalu mendorongnya untuk mengerjakan amal perbuatan yang diwajibkan Ilahi meski seperti apapun susahnya. Jika kekuatan tersebut dimiliki oleh seseorang dan dengan mudah digunakan olehnya, orang tersebut dikatakan sebagai orang yang penyabar.[7]
Ulama akhlak mengkategorikan sabar menjadi tiga macam, yang mana pembagian tersebut berdasarkan beberapa riwayat. Dalam sebuah riwayat dari Imam Ali As dinukil bahwa Rasulullah Saw berkata: “Sabar ada empat bagian: sabar saat musibah, sabar dalam mentaati Tuhan dan sabar dalam meninggalkan dosa.”[8]
Sabar dalam menghadapi masalah, musibah dan seterusnya adalah salah satu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, yang sangat ditekankan dalam al-Quran dan riwayat. Karena itu dalam al-Quran disebutkan bahwa orang-orang yang sabar adalah kecintaan Tuhan. Allah Swt berfirman: “Dan sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang sabar” (QS. Ali Imran [3]: 146)
Dengan menelaah berbagai riwayat, hasil dari sabar adalah kelapangan dan kemudahan dalam urusan.[9] Imam Shadiq As menukil dari perkataan ayahnya, Imam Baqir As, bersabda: “...Sesungguhnya orang yang bersabar (dalam menghadapi kesusahan), akan mencapai derajat seorang yang rajin salat malam dan berpuasa, bahkan derajat seorang sahabat yang mati di bawah komando Rasulullah Saw saat berperang.”[10] [iQuest]
Dalam ilmu Akhlak, tentang kesabaran banyak makna yang dijelaskan:
1. Sabar adalah mendorong diri untuk melakukan amal perbuatan yang dituntut oleh akal dan syariat dan mencegah diri dari melakukan amal perbuatan yang dilarang akal serta syariat.[3]
2. Sabar yakni ketenangan diri dan jiwa saat tertimpa kesulitan dan musibah, kekuatan dan ketegaran dalam menghadapinya, tetap merasa bahagia sebagaimana sebelum kejadian pahit tersebut terjadi, menjaga lidah dari mengeluh dan anggota tubuh lainnya dari melakukan perbuatan yang tidak patut.[4]
3. Sabar adalah kekuatan motivasi religius di hadapan dorongan-dorongan nafsu setani.[5] Dengan kata lain, sabar adalah suatu daya yang membuat manusia tetap teguh dalam menjalankan tugas-tugas agamanya meskipun hawa nafsu dan godaan setan terus mendorong serta menyelewengkannya. Diri manusia dalam keadan tersebut bagaikan medan tempur antara pasukan akal dan kebodohan.[6]
Dengan memperhatikan beberapa makna di atas, jelas bahwa sabar adalah suatu sifat bagi jiwa yang dapat mencegah, yang mana di satu sisi kesabaran mengurung nafsu dan dorongan setan lalu mengarahkan manusia untuk berjalan di jalan yang benar, dan juga mencegah diri manusia agar tak lari dari tanggung jawab terhadap akal dan agamanya lalu mendorongnya untuk mengerjakan amal perbuatan yang diwajibkan Ilahi meski seperti apapun susahnya. Jika kekuatan tersebut dimiliki oleh seseorang dan dengan mudah digunakan olehnya, orang tersebut dikatakan sebagai orang yang penyabar.[7]
Ulama akhlak mengkategorikan sabar menjadi tiga macam, yang mana pembagian tersebut berdasarkan beberapa riwayat. Dalam sebuah riwayat dari Imam Ali As dinukil bahwa Rasulullah Saw berkata: “Sabar ada empat bagian: sabar saat musibah, sabar dalam mentaati Tuhan dan sabar dalam meninggalkan dosa.”[8]
Sabar dalam menghadapi masalah, musibah dan seterusnya adalah salah satu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, yang sangat ditekankan dalam al-Quran dan riwayat. Karena itu dalam al-Quran disebutkan bahwa orang-orang yang sabar adalah kecintaan Tuhan. Allah Swt berfirman: “Dan sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang sabar” (QS. Ali Imran [3]: 146)
Dengan menelaah berbagai riwayat, hasil dari sabar adalah kelapangan dan kemudahan dalam urusan.[9] Imam Shadiq As menukil dari perkataan ayahnya, Imam Baqir As, bersabda: “...Sesungguhnya orang yang bersabar (dalam menghadapi kesusahan), akan mencapai derajat seorang yang rajin salat malam dan berpuasa, bahkan derajat seorang sahabat yang mati di bawah komando Rasulullah Saw saat berperang.”[10] [iQuest]
[1]. Wasithi, Zabidi, Muhibbuddin Sayid Muhammad Murtadha, Tâj al-‘Arus min Jawâhir al-Qâmus, Riset dan edit oleh Shiri, Ali, jil. 7, hal. 71, Darul Fikr lil Thaba’ah wa al-Nashr wa al-Tawzi’, Beirut, Cetakan Pertama, 1414 H; Raghib Isfahani, Husain bin Muhammad, al-Mufradât fi Gharib al-Qur’ân, Riset oleh Dawudi, Shafwan Adnan, hal. 474, Dar al-Qalam, al-Dar al-Syamiyah, Damaskus, Beirut, Cetakan Pertama, 1412 H; Ibnu Manzhur, Muhammad bin Mukram, Lisân al-‘Arab, Riset dan edit oleh Ahmad Faris, jil. 4, hal. 438, Darul Fikr lil Thaba’ah wa Al-Nashr wa Al-Tawzi’, Dar Shadir, Beirut, Cetakan Ketiga, 1414 H.Q.
[2]. Jauhari, Ismail bin Hamad, al-Shihâh (Tâj al-Lughah wa Shihâh al-‘Arabiyah), muhaqiq dan mushahih: Aththar, Ahmad Abdul Ghafur, jil. 2, hal. 706, Darul ‘ilm lil Malayin, Beirut, Cetakan Pertama, 1410 H; Thuraihi, Fakhruddin, Majma’ al-Bahrain, Riset oleh Husaini, Sayid Ahmad, jil. 3, hal. 358, Kitab Forusyi Morthadawi, Teheran, Cetakan Ketiga, 1375 S.
[3]. Al-Mufradât fi Gharib al-Qur’ân, hal. 474.
[4]. Naraqi, Mula Muhammad Mahdi, Jâmi’ al-Sa’âdat, jil. 3, hal. 280, A’lami, Beirut, Cetakan Keempat.
[5]. Ghazali, Muhammad bin Muhammad, Kimiyâ Sa’âdat, jil. 2, hal. 345-346, Sherkat e Entesharat e Elmi va Farhanggi, Tehran, cetakan kesebelas, 1383 H.S.
[6]. Dawudi, Muhammad, Akhlâq Islâmi, hal. 92, Daftar e Nasyr Ma’arif, 1390 H.S.
[7]. Dailami, Ahmad, Akhlâq Islâmi, hal. 155, Daftar Nasyr Ma’arif, Qum, Cetakan Kedua, 1380 S.
[8]. Kulaini, Muhammad bin Ya’qub, al-Kâfi, Riset dan edit oleh Ghaffari, Ali Akbar dan Muhammad Akhundi, jil. 2, hal. 91, Darul Kutub Al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Keempat, 1407 H.
[9]. Rasulullah Saw bersabda: “Dengan kesebaran kemudahan dan kebahagiaan akan datang.” Dailami, Husain bin Muhammad, Irsyâd al-Qulub ila al-Shawwab, jil. 1, hal. 150, al-Syarif al-Radhi, Qum, Cetakan Pertama, 1412 H.
[10]. Syaikh al-Shaduq, Tsawâb Al-A’mâl wa ‘Iqâb al-A’mâl, hal. 198, Darul Syarif Al-Radhi lil Nashr, Qum, Cetakan Kedua, 1406 H.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar