Please Wait
Hits
33040
33040
Tanggal Dimuat:
2013/01/23
Ringkasan Pertanyaan
Tolong jelaskan apa itu dirayah hadis dan riwayat hadis dengan menyebutkan contoh-contohnya?
Pertanyaan
Tolong jelaskan apa itu dirayah hadis dan riwayat hadis dengan menyebutkan contoh-contohnya?
Jawaban Global
- Riwayat hadis: Bermakna menukil, mengutip atau menyebutkan ucapan, perbuatan atau ketetapan maksum;[1] artinya bahwa seseorang mendengar sebuah riwayat dari orang lain dan menyimpannya kemudian mengutipnya untuk orang lain. Tingkatan riwayat hadis ini uratannya lebih terdahulu atas tingkatan dirâyat hadis.
Kebanyakan hadis-hadis yang disebutkan dalam sumber-sumber riwayat, dikutip oleh para perawinya secara langsung atau tidak langsung dari Rasulullah Saw dan para Imam Maksum AS. Para perawi ini adalah pembawa riwayat tersebut.
- Dirâyat hadis: Secara leksikal, kata dirâyat derivatnya dari “da-ra-ya” bermakna memiliki ilmu dan mengetahui.[2] Secara teknikal; sebuah ilmu yang di dalamnya membahas tentang sanad dan matan hadis, dan proses pengambilan dan pemindahan hadis serta adab-adab penukilannya.[3] Tujuan pengadaan ilmu ini adalah untuk mengenal hadis-hadis yang diterima dan hadis-hadis yang tertolak. Dengan perantara ilmu ini; para pendengar atau orang-orang yang melihat riwayat, di samping menyimpan riwayat ini dalam memorinya, ia juga dapat memahami makna dan hakikat makna riwayat tersebut. Tingkatan ini, datangnya kemudian setelah tingkatan riwayat; artinya pertama-tama seseorang harus mendengarkan riwayat dari orang lain atau melihatnya pada sebuah kitab, kemudian memahami maknanya lalu dapat menemui jalan untuk sampai pada kedalaman makna riwayat tersebut. Dengan kata lain; yang dimaksud dengan ilmu hadis adalah mengenal kesusteraan dan nada riwayat, kondisi periwayatan (sya’n al-wurud), kondisi ruang (makân) dan waktu (zamân) serta tipologi perawi hadis.[4] Pelbagai penafisran dan ulasan yang ditulis atas hadis-hadis dan para ulama yang mengkaji sanad dan matan hadis-hadis semuanya merupakan bentuk dari dirâyat hadis.
Jelas bahwa signifikansi dirâyat dan memahami hadis lebih banyak dan lebih tinggi ketimbang riwayat; karena Imam Shadiq As bersabda, “Dirâyat dan memahami sebuah hadis lebih bernilai ketimbang riwayat dan menukil seribu hadis (apabila sekedar dinukil dan tidak memperhatikan maknanya).”[5] Karena itulah Imam Maksum AS memberitahu para sahabatnya untuk mencamkan hal ini dan memotivasi mereka untuk memahami riwayat-riwayat serta memperkenalkan pekerjaan ini (memahami riwayat) sebagai metode orang-orang berakal.”[6]
Di samping itu, hal ini juga dapat diterapkan pada kitab samawi al-Quran; artinya nilai memahami dan ber-tadabbur tentang al-Quran, dan tentu lebih tinggi ketimbang sekedar menghafal lafaz-lafaznya. Karena itu, Allah Swt menyeru para pemirsa-Nya untuk merenungi (tadabbur) al-Quran.[7] [iQuest]
Di samping itu, hal ini juga dapat diterapkan pada kitab samawi al-Quran; artinya nilai memahami dan ber-tadabbur tentang al-Quran, dan tentu lebih tinggi ketimbang sekedar menghafal lafaz-lafaznya. Karena itu, Allah Swt menyeru para pemirsa-Nya untuk merenungi (tadabbur) al-Quran.[7] [iQuest]
[1]. Diadaptasi dari Indeks “Makna Teknikal Riwayat dan Hadis serta Perbedaan Keduanya”, Pertanyaan No. 28026.
[2]. Khalil bin Ahmad Farahidi, Kitâb al-‘Ain, jil. 8, hal. 58, Diriset dan Disunting oleh Mahdi Makhzumi dan Ibrahim Samarai, Intisyarat Hijrat, Qum, Cetakan Kedua, 1410 H; Muhammad bin Mukarram, Ibnu Manzhur, Lisân al-‘Arab, jil. 14, hal. 254, Dar al-Fikr Lilthiba’at wa al-Nasyr wa al-Tauzi’, Beirut, Cetakan Ketiga, 1414 H.
[3]. Diadaptasi dari Indeks “Sebuah Ringkasan Sejarah Ilmu-ilmu Ijtihad, Rijal, Dirayat, dan Ushul, Pertanyaan 5582.
[4]. Nasir Makarim Syirazi, Dâirat al-Ma’ârif Fiqh Maqârin, hal. 310, Intisyarat Madrasah Imam Ali bin Abi Thalib As, Qum, Cetakan Pertama, 1427 H.
[5]. Syaikh Shaduq, Ma’âni al-Akhbâr, hal. 2, Diriset dan Disunting oleh Ali Akbar Ghaffari, Daftar Intisyarat Islami, Qum, Cetakan Pertama, 1403 H.
[6]. Muhammad bin Ya’qub Kulaini, al-Kafi, Diriset dan Disunting oleh Ali Akbar Ghaffari dan Muhammad Akhundi, jil. 1, hal. 49, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Keempat, 1407 H.
[7]. “Apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur’an ataukah hati mereka telah terkunci?” (Qs. Muhammad [47]:24)
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar