Please Wait
Hits
21434
21434
Tanggal Dimuat:
2014/09/27
Ringkasan Pertanyaan
Mengapa ajaran Yahudi dan Kristen mengalami penyimpangan dan distorsi?
Pertanyaan
Apa alasan agama Kristen dan kitabnya sudah mengalami distorsi ?
Jawaban Global
Manusia pada beberapa kondisi, sampai pada level pembangkang dan penentang sehingga berdiri di hadapan Tuhan dan berusaha semaksimal mungkin untuk melenyapkan agama Ilahi sehingga kepentingan dan kemaslahatan pribadinya dapat terjaga.
Kitab-kitab Ilahi yang membawa pesan para nabi juga menghadapi situasi yang sama dan mereka berusaha untuk menyimpangkan pesan-pesan ini. Adapun terkait dengan faktor-faktor penyebab adanya penyimpangan kitab-kitab ini, faktor utamanya adalah mengikuti hawa nafsu dan setan. Faktor-faktor lainnya akan disebutkan selanjutnya pada jawaban detil.
Kitab-kitab Ilahi yang membawa pesan para nabi juga menghadapi situasi yang sama dan mereka berusaha untuk menyimpangkan pesan-pesan ini. Adapun terkait dengan faktor-faktor penyebab adanya penyimpangan kitab-kitab ini, faktor utamanya adalah mengikuti hawa nafsu dan setan. Faktor-faktor lainnya akan disebutkan selanjutnya pada jawaban detil.
Jawaban Detil
Agama merupakan sekumpulan instruksi dan hukum Ilahi yang dibawa oleh para nabi kepada manusia. Faktor-faktor yang menyebabkan manusia beriman dan mendapatkan petunjuk sebagai orang yang beragama sangatlah banyak. Faktor-faktor internal yang membuat manusia beragama semenjak fitrah hingga faktor-faktor eksternal yang mencakup janji dan ancaman!
Faktor-faktor ini dapat menjadi hujjah yang tuntas bagi manusia sehingga Allah Swt dapat menghukum mereka di dunia lainnya akibat dari amalan-amalannya.
Namun sebaliknya, terdapat faktor-faktor eksternal dan internal yang menyerukan manusia untuk meninggalkan agama dan menurutkan hawa nafsu dan tentu saja manusia akan kewalahan dalam melawan seruan-seruan eksternal dan internal ini
Manusia disebabkan oleh beragam faktor akan memilih beragam jalan untuk dirinya. Namun sebagian dari mereka yang menjadi pembangkang dan pada saat yang sama memiliki kekuasaan, sampai pada tingkat sehingga ia berdiri berhadap-hadapan dengan agama Tuhan dan berusaha semaksimal mungkin untuk melenyapkan agama Ilahi sehingga kepentingan dan kemaslahatan pribadinya dapat tetap terjaga.
Al-Quran menjelaskan pada satu ayat bahwa sebagian dari pembangkang Bani Israil tidak mampu mentolerir para nabi dan mendustakan mereka bahkan membunuh sebagian dari nabi. Al-Quran menyatakan:
«لَقَدْ أَخَذْنا میثاقَ بَنی إِسْرائیلَ وَ أَرْسَلْنا إِلَیْهِمْ رُسُلاً کُلَّما جاءَهُمْ رَسُولٌ بِما لا تَهْوى
أَنْفُسُهُمْ فَریقاً کَذَّبُوا وَ فَریقاً یَقْتُلُونَ»
“Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Isra’il, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap kali seorang rasul datang kepada mereka dengan membawa apa yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh.” (Qs. al-Maidah [5]:70)
Pendustaan seperti ini juga dapat ditemukan terkait dengan Nabi Muhammad Saw:
«وَ عَجِبُوا أَنْ جاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ وَ قالَ الْکافِرُونَ هذا ساحِرٌ کَذَّابٌ»
“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka sendiri; dan orang-orang kafir berkata, “Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta.” (Qs. Shad [38]:4)
Akan tetapi jenis perlakuan tidak hanya terbatas pada para nabi Ilahi. Kitab-kitab Ilahi yang mencakup pesan-pesan para nabi juga menghadapi perlakuan yang sama dimana mereka berusaha untuk menyimpangkan pesan-pesan samawi itu. Namun al-Quran tetap terjaga dari penyimpangan. [1]Tidak seperti dengan kitab-kitab samawi lainnya. Atas dasar itu, Allah Swt sendiri yang mengambil tanggung jawab untuk menjaga al-Quran:
«إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّکْرَ وَ إِنَّا لَهُ لَحافِظُونَ»
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Qs. al-Hijr [15]:9)
Adapun kitab-kitab para nabi lainnya mengalami penyimpangan dan distorsi hingga pada level tertentu:
«فَبِما نَقْضِهِمْ میثاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَ جَعَلْنا قُلُوبَهُمْ قاسِیَةً یُحَرِّفُونَ الْکَلِمَ عَنْ مَواضِعِهِ وَ نَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُکِّرُوا بِهِ وَلا تَزالُ تَطَّلِعُ عَلى خائِنَةٍ مِنْهُمْ إِلاَّ قَلیلاً مِنْهُمْ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَ اصْفَحْ إِنَّ اللهَ یُحِبُّ الْمُحْسِنینَ»
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah firman (Allah) dari tempat-tempatnya dan (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya. Dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat). Maka maafkan dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Al-Maidah [5]:13)
Tentu saja penyimpangan ini tidak terjadi secara total dan menyeluruh sehingga tidak secuil pun mengandung nilai petunjuk (hidayah) di dalamnya melainkan penyimpangan itu terjadi pada tingkatan tertentu.[2]
Adapun faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya penyimpangan pada kitab-kitab samawi ini, secara global, faktor utamanya adalah mengikuti hawa nafsu dan secara partikular terdapat beberapa faktor yang akan dijelaskan contoh-contohnya sebagai berikut:
Faktor-faktor ini dapat menjadi hujjah yang tuntas bagi manusia sehingga Allah Swt dapat menghukum mereka di dunia lainnya akibat dari amalan-amalannya.
Namun sebaliknya, terdapat faktor-faktor eksternal dan internal yang menyerukan manusia untuk meninggalkan agama dan menurutkan hawa nafsu dan tentu saja manusia akan kewalahan dalam melawan seruan-seruan eksternal dan internal ini
Manusia disebabkan oleh beragam faktor akan memilih beragam jalan untuk dirinya. Namun sebagian dari mereka yang menjadi pembangkang dan pada saat yang sama memiliki kekuasaan, sampai pada tingkat sehingga ia berdiri berhadap-hadapan dengan agama Tuhan dan berusaha semaksimal mungkin untuk melenyapkan agama Ilahi sehingga kepentingan dan kemaslahatan pribadinya dapat tetap terjaga.
Al-Quran menjelaskan pada satu ayat bahwa sebagian dari pembangkang Bani Israil tidak mampu mentolerir para nabi dan mendustakan mereka bahkan membunuh sebagian dari nabi. Al-Quran menyatakan:
«لَقَدْ أَخَذْنا میثاقَ بَنی إِسْرائیلَ وَ أَرْسَلْنا إِلَیْهِمْ رُسُلاً کُلَّما جاءَهُمْ رَسُولٌ بِما لا تَهْوى
أَنْفُسُهُمْ فَریقاً کَذَّبُوا وَ فَریقاً یَقْتُلُونَ»
“Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Isra’il, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap kali seorang rasul datang kepada mereka dengan membawa apa yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh.” (Qs. al-Maidah [5]:70)
Pendustaan seperti ini juga dapat ditemukan terkait dengan Nabi Muhammad Saw:
«وَ عَجِبُوا أَنْ جاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ وَ قالَ الْکافِرُونَ هذا ساحِرٌ کَذَّابٌ»
“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka sendiri; dan orang-orang kafir berkata, “Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta.” (Qs. Shad [38]:4)
Akan tetapi jenis perlakuan tidak hanya terbatas pada para nabi Ilahi. Kitab-kitab Ilahi yang mencakup pesan-pesan para nabi juga menghadapi perlakuan yang sama dimana mereka berusaha untuk menyimpangkan pesan-pesan samawi itu. Namun al-Quran tetap terjaga dari penyimpangan. [1]Tidak seperti dengan kitab-kitab samawi lainnya. Atas dasar itu, Allah Swt sendiri yang mengambil tanggung jawab untuk menjaga al-Quran:
«إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّکْرَ وَ إِنَّا لَهُ لَحافِظُونَ»
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Qs. al-Hijr [15]:9)
Adapun kitab-kitab para nabi lainnya mengalami penyimpangan dan distorsi hingga pada level tertentu:
«فَبِما نَقْضِهِمْ میثاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَ جَعَلْنا قُلُوبَهُمْ قاسِیَةً یُحَرِّفُونَ الْکَلِمَ عَنْ مَواضِعِهِ وَ نَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُکِّرُوا بِهِ وَلا تَزالُ تَطَّلِعُ عَلى خائِنَةٍ مِنْهُمْ إِلاَّ قَلیلاً مِنْهُمْ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَ اصْفَحْ إِنَّ اللهَ یُحِبُّ الْمُحْسِنینَ»
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah firman (Allah) dari tempat-tempatnya dan (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya. Dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat). Maka maafkan dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Al-Maidah [5]:13)
Tentu saja penyimpangan ini tidak terjadi secara total dan menyeluruh sehingga tidak secuil pun mengandung nilai petunjuk (hidayah) di dalamnya melainkan penyimpangan itu terjadi pada tingkatan tertentu.[2]
Adapun faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya penyimpangan pada kitab-kitab samawi ini, secara global, faktor utamanya adalah mengikuti hawa nafsu dan secara partikular terdapat beberapa faktor yang akan dijelaskan contoh-contohnya sebagai berikut:
- Untuk menumpuk kekayaan: Pada kebanyakan ayat disebutkan secara lugas bahwa mereka melakukan penyimpangan demi memperoleh uang dan kekayaan:
«فَوَیْلٌ لِّلَّذِیْنَ یَکْتُبُوْنَ الْکِتَابَ بِأَیْدِیْهِمْ ثُمَّ یَقُوْلُوْنَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللهِ لِیَشْتَرُوْا بِهِ ثَمَناً قَلِیْلاً
فَوَیْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا کَتَبَتْ أَیْدِیْهِمْ وَوَیْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا یَکْسِبُوْنَ»
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu mereka berkata, “Kitab ini berasal dari sisi Allah,” (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka akibat apa yang mereka kerjakan.” (Qs. al-Baqarah [2]:79)
«وَإِذْ أَخَذَ اللهُ میثاقَ الَّذینَ أُوتُوا الْکِتابَ لَتُبَیِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلا تَکْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ
وَراءَ ظُهُورِهِمْ وَ اشْتَرَوْا بِهِ ثَمَناً قَلیلاً فَبِئْسَ ما یَشْتَرُونَ»
“Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu), “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya”, lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.” (Qs. Ali Imran [3]:187)
Banyak dari orang-orang seperti Abu Hurairah dan Ka’ab al-Ahbar untuk memperoleh restu (ABS) dari para penguasa di zamannya membuat hadis-hadis palsu. Pada agama lainnya juga terdapat cerita yang sama dimana demi untuk memperoleh uang melakukan penyimpangan dan pemalsuan teks-teks suci.
فَوَیْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا کَتَبَتْ أَیْدِیْهِمْ وَوَیْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا یَکْسِبُوْنَ»
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu mereka berkata, “Kitab ini berasal dari sisi Allah,” (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka akibat apa yang mereka kerjakan.” (Qs. al-Baqarah [2]:79)
«وَإِذْ أَخَذَ اللهُ میثاقَ الَّذینَ أُوتُوا الْکِتابَ لَتُبَیِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلا تَکْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ
وَراءَ ظُهُورِهِمْ وَ اشْتَرَوْا بِهِ ثَمَناً قَلیلاً فَبِئْسَ ما یَشْتَرُونَ»
“Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu), “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya”, lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.” (Qs. Ali Imran [3]:187)
Banyak dari orang-orang seperti Abu Hurairah dan Ka’ab al-Ahbar untuk memperoleh restu (ABS) dari para penguasa di zamannya membuat hadis-hadis palsu. Pada agama lainnya juga terdapat cerita yang sama dimana demi untuk memperoleh uang melakukan penyimpangan dan pemalsuan teks-teks suci.
- Untuk melestarikan kekuasaan: Setiap agama dalam kelanjutanya menyebarkan ajaran-ajarannya mencakup beragam kelompok dimana semuanya berusaha untuk menetapkan kebenaran ajaran agamanya. Demikian juga mereka berusaha menunjukkan kebesarannya dan kebenaran berada di pihaknya dalam berhadapan dengan agama lainnya sehingga dapat bertahan sebagai penguasa dan melestarikan pelbagai kekuasaannya. Jelas bahwa mereka yang berusaha untuk menyembunyikan atau memberikan penafsiran yang bertentangan dengan teks kitab suci sehingga pamor teks-teks asli itu tergerusi di hadapan para pengikutnya dan dengan cara seperti ini ia mampu melestarikan kekuasaannya dan tetap menjabat sebagai pemimpin agama. Salah satu contoh bagaimana mereka menyembunyikan kenabian dan sifat-sifat Rasulullah Saw sebagaimana yang dinyatakan Allah Swt dalam firman-Nya:
«یا أَهْلَ الْکِتابِ لِمَ تَلْبِسُونَ الْحَقَّ بِالْباطِلِ وَ تَکْتُمُونَ الْحَقَّ وَ أَنْتُمْ تَعْلَمُونَ»
“Hai ahli kitab, mengapa kamu mencampuradukkan yang hak dengan yang batil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui?” (Qs. Ali Imran [3]:71)
Kebanyakan dari ahli tafsir Syiah[3] dan Sunni menafsirkan ayat ini sebagai upaya orang-orang Yahudi dan Kristen dalam menyembunyikan kenabian dan sifat-sifat mulia Rasulullah Saw. Karena itu, ingin melestarikan kekuasaan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan pada teks-teks kitab suci.
“Hai ahli kitab, mengapa kamu mencampuradukkan yang hak dengan yang batil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui?” (Qs. Ali Imran [3]:71)
Kebanyakan dari ahli tafsir Syiah[3] dan Sunni menafsirkan ayat ini sebagai upaya orang-orang Yahudi dan Kristen dalam menyembunyikan kenabian dan sifat-sifat mulia Rasulullah Saw. Karena itu, ingin melestarikan kekuasaan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan pada teks-teks kitab suci.
- Taklid dan sikap fanatik buta: Terdapat sebagian amalan para pendahulu yang tetap kita usahakan supaya tetap lestari. Tradisi ini apabila benar adanya, tidak hanya sebagai penghalang dalam mengamalkanya bahkan akal sehat menghukumi bahwa kita harus menyebarkannya. Namun terddapat sebagian tradisi yang tidak ditopang oleh dalil dan logika namun sebagian manusia berusaha untuk melestarikan dan tetap setia pada amalan-amalan nenek moyang mereka.
Orang-orang yang menentang para nabi dalam membenarkan penyembahan berhala dan menolak penyembahan Allah berdalih bahwa mereka hanya mengikuti tradisi dan agama nenek moyang mereka.[4]
«وَ إِذَا قِیْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مَا أَنْزَلَ اللهُ قَالُوْا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَیْنَا عَلَیْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ کَانَ
آبَاؤُهُمْ لاَ یَعْقِلُوْنَ شَیْئًا وَلاَ یَهْتَدُوْنَ»
“Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan oleh Allah”, mereka menjawab, “(Tidak)! Tetapi, kami hanya mengikuti apa yang telah kami temukan dari (perbuatan-perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga) meskipun nenek moyang mereka itu tidak memahami suatu apa pun dan tidak mendapat petunjuk?" (Qs. al-Baqarah [2]:170)
Sikap taklid seperti ini dapat ditemukan pada para pengikut agama-agama semenjak dulu hingga sekarang. Dari sebagian ayat al-Quran dapat disimpulkan bahwa sekelompok dari mereka sedemikian loyal kepada tradisi-tradisi nenek moyannya sehingga bersedia menyimpangkan dan memberikan penafsiran yang bertentangan dengan agamanya sendiri demi untuk menjaga tradisi tersebut:
«قُلْ یا أَهْلَ الْکِتابِ لا تَغْلُوا فی دینِکُمْ غَیْرَ الْحَقِّ وَلا تَتَّبِعُوا أَهْواءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَ أَضَلُّوا کَثیراً وَ ضَلُّوا عَنْ سَواءِ السَّبیلِ»
“Katakanlah, “Hai ahli kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat sebelum (kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (Qs. al-Maidah [5]:77)
«وَ إِذَا قِیْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مَا أَنْزَلَ اللهُ قَالُوْا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَیْنَا عَلَیْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ کَانَ
آبَاؤُهُمْ لاَ یَعْقِلُوْنَ شَیْئًا وَلاَ یَهْتَدُوْنَ»
“Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan oleh Allah”, mereka menjawab, “(Tidak)! Tetapi, kami hanya mengikuti apa yang telah kami temukan dari (perbuatan-perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga) meskipun nenek moyang mereka itu tidak memahami suatu apa pun dan tidak mendapat petunjuk?" (Qs. al-Baqarah [2]:170)
Sikap taklid seperti ini dapat ditemukan pada para pengikut agama-agama semenjak dulu hingga sekarang. Dari sebagian ayat al-Quran dapat disimpulkan bahwa sekelompok dari mereka sedemikian loyal kepada tradisi-tradisi nenek moyannya sehingga bersedia menyimpangkan dan memberikan penafsiran yang bertentangan dengan agamanya sendiri demi untuk menjaga tradisi tersebut:
«قُلْ یا أَهْلَ الْکِتابِ لا تَغْلُوا فی دینِکُمْ غَیْرَ الْحَقِّ وَلا تَتَّبِعُوا أَهْواءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَ أَضَلُّوا کَثیراً وَ ضَلُّوا عَنْ سَواءِ السَّبیلِ»
“Katakanlah, “Hai ahli kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat sebelum (kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (Qs. al-Maidah [5]:77)
- Hasud: Kebanyakan ahli tafsir menafsirkan bugha pada ayat:
«وَ مَا اخْتَلَفَ فِیْهِ إِلاَّ الَّذِیْنَ أُوْتُوْهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءتْهُمُ الْبَیِّنَاتُ بَغْیًا بَیْنَهُمْ فَهَدَى اللهُ الَّذِیْنَ آمَنُوْا لِمَا اخْتَلَفُوْا فِیْهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَ اللهُ یَهْدِی مَن یَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِیْمٍ»
“Dan tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang-orang yang telah didatangkan kitab kepada mereka, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman dengan izin-Nya kepada (hakikat) kebenaran yang telah mereka perselisihkan itu. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (Qs. al-Baqarah [2]:213)
Sebagai bermakna hasud dan juga zalim.[5] Karena itu hasud dan kezaliman juga merupakan faktor lainya yang menyebabkan munculnya penyimpangan dan distoris dalam agama. [iQuest]
“Dan tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang-orang yang telah didatangkan kitab kepada mereka, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman dengan izin-Nya kepada (hakikat) kebenaran yang telah mereka perselisihkan itu. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (Qs. al-Baqarah [2]:213)
Sebagai bermakna hasud dan juga zalim.[5] Karena itu hasud dan kezaliman juga merupakan faktor lainya yang menyebabkan munculnya penyimpangan dan distoris dalam agama. [iQuest]
[1]. Untuk telaah lebih jauh terkait dengan hal ini silahkan lihat, Terjaganya al-Quran Dari Distorsi, Pertanyaan 453.
[2]. Untuk telaah lebih jauh terkait dengan hal ini silahkan lihat, Distorsi Taurat dan Injil sesuai dengan Ayat-ayat al-Quran, Pertanyaan 45674.
[3]. Muhammad bin Hasan, Syaikh Thusi, al-Tibyân fi Tafsir al-Qur’ân, Mukaddimah, Syaikh Agha Buzurgh Tehrani, Riset oleh Ahmad Qashir Amili, jil. 2, hal. 498, Beirut, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, Tanpa Tahun; Muhammad Jawad Mughniyah, Tafsir al-Kasyif, jil. 2, hal. 85, Tehran, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Cetakan Pertama, 1424 H.
[4]. Ismail bin Amru Ibnu Katsir Dimasyqi, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, Riset oleh Muhammad Husain Syamsuddin, jil. 2, hal. 50, Beirut, Dar al-Kitab al-‘Ilmiyah, Mansyurat Muhammad Ali Baidhun, Cetakan Pertama 1419 H.
[5]. Fadhl bin Hasan Thabarsi, Majma’ al-Bayân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 2, hal. 544, Mukaddimah Muhammad Jawad Balaghi, Nasir Khusruw, Tehran, Cetakan Ketiga, 1372 S; Sayid Mahmud Alusi, Ruh al-Ma’âni fi Tafsir al-Qur’ân al-‘Azhim, Riset oleh Ali Abdul Bari ‘Athiyyah, jil. 1, hal. 496, Beirut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Cetakan Pertama, 1415 H.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar