Please Wait
15984
Ber-wilâyah dan mencintai Rasulullah Saw dan keluarga suci beliau, yang berdasarkan pada sumber ajaran Al-Qur'an dan wasiat-wasiat Rasulullah Saw, merupakan salah satu dasar keyakinan Syiah yang paling penting. Tidak seorang Syiah pun yang meragukan hal ini. Sekaitan dengan hal itu, kami berkeyakinan bahwa pada hari Kiamat kelak, sebagaimana masalah shalat, puasa dan zakat akan ditanyakan, demikian pula masalah wilâyah dan kecintaan kepada Ahlulbait As juga akan ditanyakan. Bahkan masalah ini merupakan pertanyaan prioritas pada hari perhitungan kelak. Karena kecintaan kepada mereka –sesuai dengan kesaksian Al-Qur'an al-Karim- merupakan permintaan Rasulullah Saw kepada umat Islam sebagai upah atas risalah Ilahi yang telah beliau sampaikan. Yang jelas, seseorang yang mencintai Ahlulbait As, hendaknya berupaya sedapat mungkin agar menjauhkan dan meninggalkan berbagai perbuatan dosa dan berusaha mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan amal saleh dan meneladani tingkah laku para imam maksum As. Orang seperti ini mempunyai harapan besar bahwa dosa-dosa yang dilakukan karena kelalaian (bukan disengaja) akan diampuni oleh Allah Swt. Dan lantaran karena ia pun mencintai Ahlulbait As, maka tersisa secercah harapan baginya akan syafaat mereka kelak.
Teks riwayat yang Anda sampaikan yang dinukil dari kitab "'Uyunu Akhbari al-Ridha" yang terdapat di dalam kitab Biharu al Anwar adalah sebagai berikut:
"قَالَ النَّبِیُّ (ص): أَوَّلُ مَا یُسْأَلُ عَنْهُ الْعَبْدُ حُبُّنَا أَهْلَ الْبَیْت"؛
Rasulullah Saw bersabda: "Masalah yang pertama kali ditanyakan (tentangnya) dari seorang hamba adalah tentang kecintaan kepada kami Ahlulbait"[1] Sehubungan dengan masalah ini, kami meminta Anda memperhatikan beberapa poin penting berikut ini lalu kami persilahkan Anda untuk mengambil sebuah kesimpulan.
1. Ayat yang terdapat di dalam Al-Qur'an al-Karim yang berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami baha Rasulullah Saw tidak minta apa-apa atas penyampaian risalah yang beliau lakukan selain kecintaan umatnya kepada Ahlulbait As, adalah berbunyi:
: "قُلْ لا أَسْئَلُکُمْ عَلَیْهِ أَجْراً إِلاَّ الْمَوَدَّةَ فِی الْقُرْبى".
"Katakanlah (wahai Muhammad), bahwa aku tidak minta upah apa-apa dari kalian (atas risalah yang aku sampaikan), kecuali kecintaan kalian kepada keluarga suci" (Qs. Al-Syura [42]:23)
Seluruh ulama Syiah menafsirkan ayat ini dengan kecintaan kepada Ahlulbait As. Penafsiran semacam inipun banyak ditemukan dalam riwayat-riwayat Ahlusunnah, seperti riwayat yang dinukil dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas yang berkata: "Ketika ayat ini turun "Katakanlah (wahai Muhammad), bahwa aku tidak minta upah apa-apa dari kalian (atas risalah yang aku sampaikan), kecuali kecintaan kalian kepada keluarga suci", mereka (para sahabat beliau) bertanya: "Ya Rasulallah, sesungguhnya Allah telah memerintahkan agar kami mencintai Al-Qurba (keluarga), siapakah yang dimaksud Al-Qurba itu?" Rasulullah Saw menjawab: "Mereka adalah Fatimah dan putera-puteranya As."[2] Dalam hal ini, wilayah dan kecintaan kepada Ahlulbait As merupakan pilar keyakinan kaum Syiah. Permintaan Nabi Saw itu mereka terima dengan sepenuh hati.
2. Kecintaan kepada Allah Swt, Rasul-Nya dan keluarga sucinya tidak hanya cukup diucapkan dengan lisan belaka, lebih dari itu seluruh aturan dan perintah mereka harus diikuti dan ditaati. Dalam sebuah ayat Allah Swt memerintahkan Nabi Saw agar menyampaikan kepada umatnya: "Jika memang kalian mencintai Allah, maka taatilah perintahku, maka niscaya Allah akan mencintai kalian dan juga akan mengampuni seluruh dosa-dosa kalian." (Qs. Ali Imran [3]:31) Berdasarkan ayat ini, mahabbah (cinta) memestikan ketaatan kepada keduanya (Allah Swt dan Rasul-Nya saw) dan hal itu akan mendatangkan ampunan dari-Nya.
3. Imam Ja'far al-Shadiq As –sekaitan dengan hal ini- berkata: "Soal-soal utama yang akan ditanyakan pada hari Kiamat nanti adalah tentang: shalat wajib, zakat wajib, pusa wajib, haji wajib dan wilâyah kami Ahlulbait".[3] Riwayat ini dan yang serupa dengannya menunjukkan adanya keniscayaan dan hubungan erat antara dua unsur penting, yaitu "wilâyah" dan "amal saleh." Dan juga menjelaskan bahwa:
Pertama, orang-orang yang mengenal kedudukan tinggi Nabi Saw dan mengetahui tentang keharusan mencintai kelurga suci beliau yang telah dijelaskan dalam al-Qur'an dan juga dalam hadis-hadis beliau, akan tetapi mereka menaruh kedengkian dan kebencian kepada Ahlulbait As dan hati mereka kosong dari rasa cinta kepada mereka, maka amal saleh mereka tidak akan diterima oleh Allah Swt. Karena amal saleh semacam itu tidak dilakukan atas dasar hati yang suci.
Kedua, dari sisi lain bahwa orang-orang yang secara lahiriah mencintai Ahlulbait As, akan tetapi pada tataran amal perbuatan jauh dari perintah-perintah dan aturan Ahlulbait, maka mereka itu bukanlah pecinta Ahlulbait yang sesungguhnya. Karena –sebagaimana telah dijelaskan- mahabbah (kecintaan) menuntut adanya ketaatan.
Ketiga, walaupun di dalam riwayat yang terdapat pada pertanyaan Anda, mahabbah kepada Ahlulbait As merupakan masalah pertama yang akan ditanyakan pada hari Kiamat kelak, akan tetapi –dengan memperhatikan riwayat-riwayat lainnya- hal itu tidak berarti bahwa kedudukan amal-ibadah lainnya itu rendah dan tidak begitu penting. Bahkan sebaliknya, sebagaimana riwayat yang disampaikan oleh Imam Ja'far al-Shadiq As dengan jelas bahwa disamping wilayah dan mahabbah kepada Ahlulbait As, masalah shalat, puasa, zakat dan haji juga merupakan soal-soal pertama yang akan ditanyakan pada hari Kiamat nanti. Yang menarik perhatian adalah bahwa di dalam riwayat ini dan juga di dalam riwayat pada soal Anda digunakan ungkapan “awwalu ma yus’alu ‘anhu al-‘abdu.” Masalah pertama yang akan ditanyakan tentangnya kepada seorang hamba.
Kesimpulan akhir, sebagai jawaban dari pertanyaan Anda adalah bahwa pada hari Kiamat kelak, masalah wilâyah dan mahabbah Ahlulbait As termasuk dalam deretan kewajiban-kewajiban syariat yang penting seperti shalat, puasa, zakat dan lainnya yang akan ditanyakan. Bahkan masalah mahabbah dan wilâyah lebih tinggi dari itu semua. Hal ini sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah Rasul Saw. Dan kami kaum Syiah sama sekali tidak merasa ragu dan khawatir dalam menyatakan keyakinan tersebut. [IQuest]
[1] .Majlisi, Muhammad Baqir, Bihâr al-Anwâr, jil. 27 hal. 79, hadis 18, Muassasah al-Wafa', Beirut, 1404 H.
[2].Ibnu Abi Hatim, Tafsir al-Qur'ân al-'Azhim, jil. 10 hal. 3277, hadis: 18477, Maktabah: Nizar Mustafa al-Baz, Saudi Arabia, Makkah al-Mukarramah, 1419 H.
[3]. Hurr al-'Amili, Muhammad bin Hasan, Wasâ'il al-Syiah, jil. 4, hal. 134, hadis: 4688, Mu'assasah Alu al-Bait, Qum, 1409 H.