Please Wait
9468
Pertanyaan ini dapat dijawab dengan dua tinjauan. Pertama tinjauan teoritis dan kedua tinjauan praktis.
A. Dari sudut pandang teoritis, jawaban yang kami suguhkan bersifat ringkas bahwa manusia memiliki dua dimensi; dimensi material dan dimensi spiritual. Dimensi jasmani dan dimensi ruhani. Segala perubahan yang terjadi di dunia, lebih banyak berkaitan dengan dimensi material manusia. Adapun kebutuhan-kebutuhan spiritual dan ruhani adalah kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki manusia selama berabad-abad dan millennium. Dan mengingat bahwa agama menyoroti dimensi ruhani manusia, maka ia menyodorkan konsep-konsepnya, pada setiap kondisi dan pada seluruh situasi. Konsep yang ditawarkan agama adalah konsep yang berguna bagi manusia di setiap masa.
B. Adapun tinjauan praktisnya harus dikatakan bahwa tantangan modernitas dan agama bukan sebuah persoalan yang hanya dihadapi oleh Islam (ansich)! Seluruh agama berhadapan dengan persoalan ini. Pengalaman Republik Islam Iran menunjukkan bahwa rakyat Iran selama tiga puluh dua tahun menyodorkan sebuah pemerintahan modern yang berdasarkan pada konsep-konsep agama. Kita tidak berkata bahwa pemerintahan ini tidak memiliki cela, dan pada impelementasi pemerintahan tidak terjadi pelanggaran syariat, tidak seorang pun yang mengklaim demikian. Namun apa yang mengemuka adalah bahwa asas pemerintahan ini dan kriteria-kriterianya berpijak pada konsep-konsep agama; artinya rakyat Iran menjadikan sumber kekuasaannya berdasarkan konsep-konsep agama. Dalam filsafat politik Republik Islam Iran, kami jelaskan peran rakyat berdasarkan sebuah penafsiran tentang kedudukan rakyat dalam pandangan agama.
Sebelum menjelaskan inti jawaban kiranya kami perlu mengingatkan bahwa pertanyaan ini tidak semata-mata terbatas pada Iran, melainkan pada kenyataannya bahwa setelah hidupnya pemikiran-pemikiran agama di dunia – yang bermula berkat Revolusi Islam – pertanyaan ini telah berubah menjadi pertanyaan global.
Pada tahun 2008, bertempat di Davos Swiss, pada World Economic Forum yang membahas tentang agama dan modernitas, pertanyaan utama yang mengemuka pada forum tersebut adalah apakah agama masih memiliki tempat pada dunia modern?
Chairman pertemuan itu adalah Toni Blair. Partisipan lainnya adalah Abdullah Badawi, Perdana Menteri Malaysia dan beberapa figur terkenal dari Amerika. Pertanyaan tersebut telah dijawab[1] bahwa kita dapat membahas persoalan ini dalam dua tinjauan: Pertama, tinjauan teoritis. Kedua tinjauan praktis.
A. Dari sudut pandang teoritis, jawaban yang kami suguhkan bersifat ringkas. Namun jawaban ini juga tetap memerlukan perincian bahwa manusia memiliki dua dimensi; dimensi material dan dimensi spiritual. Dimensi jasmani dan dimensi ruhani. Segala perubahan yang terjadi di dunia, lebih banyak berkaitan dengan dimensi material manusia. Dan kebutuhan-kebutuhan ruhani adalah kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki manusia selama berabad-abad dan millennium. Mengingat bahwa agama menyoroti dimensi ruhani manusia, maka ia menyodorkan konsep-konsepnya, pada setiap kondisi dan pada seluruh situasi. Konsep yang ditawarkan agama adalah konsep yang berguna bagi manusia di setiap masa. Namun tipologi dan karakteristik Islam di antara agama-agama dan mazhab Ahlulbait As di antara ragam penafsiran yang terdapat dalam Islam menyatakan bahwa Islam tidak hanya berkutat pada dimensi ruhani saja, melainkan juga mengurusi dimensi jasmani manusia. Islam memandang tautan antara dimensi jasmani dan ruhani adalah memiliki satu tautan yang sangat dekat, bahkan berkelindan satu dengan yang lain. Apabila manusia pada dimensi jasmani berhadapan dengan seabrek persoalan, hal itu boleh jadi akan memberikan pukulan berarti pada dimensi ruhani manusia, sebagaimana meningkat atau menurunnnya berpengaruh penting dalam kehidupan material manusia. Ajaran-ajaran agama Islam menegaskan bahwa apabila manusia kuat imannya maka rezekinya akan melimpah. Dalam Islam ditegaskan hubungan antara urusan jasmani dan ruhani. “Kada al-faqru an yakuna kufran” apabila manusia terpotong rezekinya maka boleh jadi ia akan menjadi kafir.”[2] Demikianlah hubungan antara jasmani dan ruhani. Islam dengan pandangan “Al-Dunyâ mazra’at al-Akhira”[3] menghendaki kita menata dunia sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan akhirat kita. Demikianlah tinjauan teoritis masalah ini. Masalah ini menuntut pembahasan yang lebih jeluk dan luas yang tentu saja mengingat ruang dan waktu yang terbatas tidak akan kita bahas di sini.
Harap diperhatikan bahwa sebagaimana yang telah kami sampaikan[4] bahwa agama adalah sebuah hakikat yang akan menyampaikan manusia dari sumber tempat manusia diciptakan kepada tujuan dan maksud penciptaannya. Hakikat ini menyoroti seluruh dimensi eksistensial manusia dalam pelbagai situasi dan kondisi. Namun naskah pamungkas hakikat ini yaitu agama terakhir (Islam) terdapat pada madrasah Ahlulbait As yang mencakup seluruh dimensi manusia pada setiap situasi dan kondisi.
B. Adapun tinjauan praktis, poin yang ditegaskan juga pada Forum Davos bahwa tantangan modernitas dan agama bukanlah sebuah persoalan yang hanya dihadapi oleh Islam! Melainkan seluruh agama berhadapan dengan persoalan ini.
Namun pengalaman Republik Islam Iran menunjukkan bahwa rakyat Iran selama tiga puluh dua tahun telah menyodorkan sebuah pemerintahan modern berdasarkan konsep-konsep agama. Kita tidak berkata bahwa pemerintahan ini tidak memiliki cela, dan pada impelementasi pemerintahan tidak terjadi pelanggaran syariat, tidak seorang pun yang mengklaim demikian. Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib As, terdapat beberapa pejabat pemerintahan juga melakukan pelanggaran! Terkadang mereka melakukan pelanggaran syariat. Bahkan pemerintahan Imam Ali As sekali pun, meski beliau adalah seorang yang maksum, karena organ pemerintahannya tidak maksum, maka pemerintahannya tidak terlepas dari cacat dan cela. Namun apa yang mengemuka di sini adalah bahwa asas pemerintahan dan kriteria-kriterianya berpijak di atas konsep-konsep agama; artinya rakyat Iran menjadikan sumber kekuasaan berdasarkan konsep-konsep agama. Dalam filsafat politik Republik Islam Iran, kami jelaskan peran rakyat yang berdasarkan sebuah penafsiran tentang kedudukan rakyat dalam pandangan agama.
Peran lembaga-lembaga dan tanggung jawab mereka kami suguhkan berdasarkan penafsiran atas tugas-tugas yang ditentukan agama bagi pemerintahan Islam; atas dasar ini, apabila kita ingin menunjukkan satu model dewasa ini pemerintahan yang berasaskan agama yang tentu saja telah dilaksanakan dan teruji dan berkata bahwa agama ini mampu mengatur dunia – meski terdapat selaksa persoalan dan kekurangan – pemerintahan Republik Islam Iran yang menjadi teladan bagi performa dan kinerja agama di dunia modern yang terjelma dalam sistem wilayah fakih. Tatkala kita melihat apa yang dimiliki Revolusi Islam dengan segala kelebihan dan kekuragannya serta segala kesulitan yang telah berhasil diatasi, kita saksikan bahwa rakyat telah mencicipi lezatnya nilai-nilai agama dan hal ini telah menyebabkan tatkala Pemimpin Agung melakukan lawatan resmi ke Qum, beliau disambut dengan meriah dan penuh pengohormatan. Sambutan meriah dan luas warga Qum, menunjukkan bahwa Revolusi Islam ini sangat bernilai dan masyarakat masih merasa bahwa kriteria-kriteria dan nilai-nilai revolusi yang mereka anut masih terjaga. Dengan segala kekurangan dan kritikan yang ada. Pada dasarnya, kekurangan dan probelma seperti ini adalah suatu hal yang wajar. Kita tidak menggambarkan bahwa tatkala kita berkata tentang pemerintahan Islam adalah sebuah pemerintahan yang tanpa cela dan cacat di dalamnya, melainkan apa yang penting adalah bahwa pemerintahan ini mampu memvisualisasikan nilai-nilai Islam yang menegaskan perbedaan mendasar dengan penguasa dan pemerintahan-pemerintahan lainnya, bahwa penguasa Islam adalah seorang penguasa spiritual dan kedudukan utamanya pada spiritualitasnya. Kedudukan ini tidak dapat dijumpai yang serupa dengannya dimanapun. Bahkan pada pemerintahan-pemerintahan so-called agama; seperti pemerintahan Vatikan yang tentu saja memiliki kedudukan khusus namun alih-alih menjadi pemerintahan spiritual dan alih-alih menjadi pemerintahan yang berdasarkan konsep dan nilai-nilai, menyitir Pemimpin Agung, sejatinya merupakan sebuah pemerintahan kasta dan satu kasta yang memerintah. Namun dalam pemerintahan Republik Islam Iran, pemerintahan adalah pemerintahan berdasarkan kriteria-kriteria; pemerintahan adalah pemerintahan yang berdasarkan konsep; pemerintahan adalah pemerintahan nilai-nilai dan yang berkuasa bukan satu kasta tertentu. Sesuai dengan tuturan Pemimpin Agung, kaum ruhani bukanlah penguasa, benar bahwa kaum ruhaniawan berada pada pucuk pimpinan dan penguasa kita adalah seorang ruhaniawan; karena konsep-konsep ini menjelma pada kaum ruhani. [IQuest]
Indeks-indeks Terkait:
Hubungan antara Agama dan Spiritualitas, 1593 (Site: 1588)
Kinerja Agama pada Dunia Moderen, 765 (Site: 809)
[1]. Yang menjawab pertanyaan utama forum tersebut adalah Hadhrat Ayatullah Hadawi Tehrani.
[2]. Kulaini, al-Kâfi, jil. 2, hal. 307, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1365.
[3]. Warram bin Abi Firas, jil. 1, hal. 183, Maktabat al-Faqiyyah, Qum.
[4]. Pada jawaban-jawaban Agama dan tujuannya, 10444 (Site: 10369). Yang dimaksud dengan “Inna al-din ‘indaLlâhi al-Islâm” terdapat pada site ini, 10466 (Site: 10370).