Advanced Search
Hits
9308
Tanggal Dimuat: 2012/04/15
Ringkasan Pertanyaan
Bagaimana saya dapat mengingatkan perilaku istri yang tidak benar?
Pertanyaan
Salam. Saya adalah seorang gadis berusia 27 tahun. Saya telah bertunangan selama sebulan. Kami saling mencintai satu sama lain. Belakangan ini saya berhadapan dengan sebuah masalah. Bagaimanapun saya telah berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi istri yang baik baginya namun ia tetap belum merasa puas. Saya merasa bahwa saya tidak boleh memprotes perilakunya yang tidak benar. Saya harus diam saja tatkala saya bersedih atas perbuatannya. Saya harus menyimpan rasa marah saya dalam hati dan bersikap riang dan gembira di hadapannya. Saya benar-benar tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Tolong bantu saya. Saya tidak tahu siapa yang harus saya hubungi untuk membantu memecahkan persoalan yang saya hadapi. Terima kasih.
Jawaban Global

Poin yang Anda kemukakan dalam pertanyaan adalah bahwa Anda saling mencintai satu sama lain dan Anda ingin menjadi istri terbaik bagi suami Anda, Anda harus senantiasa berlaku demikian sehingga urusan-urusan lainnya mengikut nantinya.

Dalam kehidupan rumah tangga, atmosfer yang mendominasi haruslah ketenangan, ketulusan, persahabatan, kecintaan, bukan ego dan merasa lebih superior. Karena itu banyak hal yang nampak sebagai sebuah masalah sebenarnya dapat dengan mudah dipecahkan.

Boleh jadi kita memandang sesuatu sebagai aib tapi sebenarnya bukan aib. Karena itu kita harus terlebih dahulu mengenal aib dan merasa yakin bahwa apa yang kita pandang aib benar-benar aib untuk kemudian diobati.

Nampaknya sebaik-baik kriteria untuk mengingatkan orang lain adalah bahwa kita menempatkan diri kita pada tempat orang lain, kita berpikir bahwa apabila seseorang ingin memprotes pekerjaan kita dan bagaimana baiknya bagaimana hal itu dikomunikasikan maka kita juga melakukan hal yang sama.

Mengingat  bahwa usia pernikahan Anda masih  tergolong belia dan masih banyak hal-hal misalnya tipologi moral yang Anda dan pasangan Anda belum lagi kenali! Karena itu janganlah terburu-buru untuk menilai karakter moral masing-masing. Dengan demikian, Anda dapat memperoleh apa yang Anda inginkan tanpa menimbulkan ketegangan yang tidak perlu.

Jawaban Detil

Terdapat  poin postif pada pertanyaan Anda bahwa Anda masing-masing mencintai satu sama lain dan menginginkan istri Anda sebagai istri yang terbaik bagi Anda. Sepanjang perjalanan hidup Anda harus senantiasa menonjolkan tipologi ini untuk dapat membantu Anda menemukan jawaban yang Anda cari. Nampaknya untuk memperoleh jawaban tepat pertama-tama kita harus mengajukan beberapa pertanyaan kemudian mendapatkan jawabannya.

  1. Pertama kita harus melihat bagaimana kita dapat menjadi istri  yang baik?
  2. Kriteria-kriteria yang dijelaskan Islam terkait dengan istri  yang baik?
  3. Harap diperhatikan apakah yang kita pandang sebagai sebuah aib benar-benar merupakan sebuah aib?
  4. Anggaplah ia merupakan aiib tapi apakah kita dapat seenaknya menyampaikan aib tersebut atau ia memiliki syarat-syarat?

 

Atas dasar itu mari kita jawab pertanyaan di atas secara runut sebagai berikut:

Pertama: Dengan memperhatikan ajaran-ajaran Islam dan teladan dari para imam kita dapat disimpulkan bahwa dalam kehidupan rumah tangga yang harus bertakhta pada lingkungan keluarga adalah kemesraan, ketulusan, kecintaan dan kebersamaan bukan keakuan, egoisme, memandang diri yang paling unggul. Karena itu, apabila suami dan istri satu sama lain adalah sahabat karib maka kebanyakan urusan yang sepintas terlihat rumit dapat dipecahkan dengan mudah. Namun patut untuk diingat bahwa manajemen rumah tangga berada di pundak suami – bukan sebagai keunggulan – yang harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap anggota keluarga karena akan mengukuhkan dan menguatkan fondasi rumah tangga.

Kedua: Untuk menerima jawaban ini kami persilahkan Anda menelaah indeks “Kriteria-kriteria Istri Idaman” No. 7980 yang terdapat pada site ini.

Ketiga: Sehubungan dengan mengenal aib dan cela pertama-tama kita harus melihat bahwa aib tersebut dianggap aib dari sisi mana? Apakah bersumber dari syariat atau tradisi dan sosial atau semata-mata pandangan pribadi? Dua bagian pertama harus dicari jawabannya dari para pakar agama dan sosilogi. Benar kita juga menerima bahwa dalam masalah ini terkadang memandang sesuatu sebagai aib merupakan hal yang jelas dan gamblang yang diketahui oleh semua orang. Namun biasanya  tidaklah demikian. Boleh jadi kita menganggap sesuatu sebagai aib namun pada hakikatnya bukanlah aib.[1]

Poin keempat: Anggaplah kita menerima terdapat sesuatu yang benar-benar mengandung aib dan memang termasuk sebagai aib. Dalam kondisi seperti ini, apakah kita boleh menyampaiknya pada setiap saat, setiap tempat dan terlepas apa pun kondisinya?

Boleh jadi apabila peringatan yang didasari oleh keinginan luhur namun ketika menyampaikan masalah tersebut syarat-syaratnya tidak dijalankan mungkin usaha kita tidak akan membuahkan hasil bahkan berberda dari apa yang diharapkan. Yang terjadi malah sebaliknya! Sepertinya jalan terbaik untuk menjaga syarat-syarat ideal adalah kita menempatkan diri kita sebagai orang tersebut, kita mengkritisi diri kita sebagaimana kita ingin menyampaik kritikan terhadapnya!  Dan kita memberikan nasihat kepadanya sebagiamana kita memberikan nasihat kepada diri kita sendiri. Artinya kita memberikan peringatan dengan memperhatikan perbedaan kepribadian setiap orang, kapasitas dan daya tahan seseorang.

Mengingat  bahwa usia pernikahan Anda masih  tergolong belia dan masih banyak hal-hal misalnya tipologi moral yang Anda dan pasangan Anda belum lagi kenali! Karena itu janganlah terburu-buru menilai karakter moral masing-masing. Dengan demikian, Anda dapat memperoleh apa yang Anda inginkan tanpa menimbulkan ketegangan yang tidak perlu.

Akhir kata, kami ingin menyudahi pembahasan ini dengan sebuah hadis dari Imam Ali As sebagai berikut:

Imam Ali As dalam wasiatnya kepada Imam Hasan As bersabda, “Anakku! Bandingkanlah dirimu dengan orang lain. Engkau harus menghasratkan bagi orang lain apa yang engkau hasratkan bagi dirimu sendiri, dan bencikanlah untuk orang lain apa yang engkau bencikan untuk dirimu sendiri. Janganlah menindas sebagaimana engkau tak suka ditindas. Berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana engkau menghendaki perlakuan baik kepada dirimu sendiri. Pandanglah yang buruk bagi dirimu buruk bagi orang lain. Terimalah (perlakuan) dari orang lain yang engkau suka orang lain menerima darimu. Jangan berbicara tentang apa yang tidak engkau ketahui, sekalipun apa yang engkau ketahui sangat sedikit. Jangan katakan kepada orang lain apa yang engkau tak mau dikatakan kepadamu.”[2]

 

 


[1]. Dalam hal ini untuk telaah lebih jauh kami persilahkan Anda untuk membaca syarat-syarat amar makruf dan nahi mungkar yang dijelaskan dalam buku-buku fikih. Apa yang kami kutip berikut ini sini bersumber dari Taudhih al-Masail (al-Muhassya lil Imam al-Khomeini), jil. 2, hal. 765, di samping itu Risalah-risalah Ayatullah Agung Gulpaigani dan Shafi.

Syarat-syarat amar makruf dan nahi mungkar terdiri dari lima:

Pertama: Orang yang beramar (menyeru) dan bernahi (melarang) mengenal dengan baik yang makruf dan yang mungkar serta yakin terhadap kewajiban makruf dan keharamana mungkar di samping itu mengetahui kesalahan orang yang diseru atau yang dilarang.

Kedua: Memberikan kemungkinan bahwa amar makruf dan nahi mungkarnya memberikan pengaruh pada orang yang diserunya atau dilarangnya. Karena itu apabila ia memberikan kemungkinan secara rasional bahwa amar makruf dan nahi mungkarnya tidak akan memberikan pengaruh kepada orang tersebut maka kewajiban amar makruf dan nahi mungkar ini gugur.

Ketiga: Orang yang meninggalkan kewajiban atau mengerjakan perbuatan haram adalah orang yang getol dan bersikeras melakukan hal tersebut. Karena itu apabila ia mengetahui bahwa ia telah kembali dan kemudian tidak lagi melakukan perbuatan itu maka kewajiban amar makruf dan nahi mungkarnya gugur.

Keempat: Kewajiban makruf dan keharaman mungkar harus jelas bagi pelaku dan dalam meninggalkan kewajiban dan melakukan perbuatan haram ia tidak memiliki alasan syar’i. Karena itu apabila pelaku meyakini perbuatan haram sebagai mubah atau boleh meninggalkan wajib maka kewajiban amar makruf dan nahi mungkar gugur darinya. Demikian juga pada setiap hal, orang yang meninggalkan kewajiban dan mengerjakan perbuatan haram memiliki alasan (syar’i) maka dengan cara mengingatkan orang lalai dan membimbing orang jahil, peringatan dan bimbingan akan menjadi wajib baginya.

Kelima: Apa yang diperintahkan dan dilarang hendaknya tidak merugikan dirinya. Karena itu apabila terdapat kemungkinan secara rasional mengandung kerugian dan mafsadah, maka kewajiban amar makruf dan nahi mungkar akan gugur.

[2]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 72, hal. 29, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1404 H.

 

 

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261260 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246375 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230165 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    215028 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176359 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171651 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168138 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158233 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140992 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134078 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...