Please Wait
32015
Pertanyaan di atas memiliki dua bagian yang berlainan. Karena itu kami akan menjawabnya secara terpisah.
Pertama, dalam banyak riwayat telah ditegaskan bahwa penciptaan Rasulullah Saw berasal dari cahaya. Namun harus diketahui bahwa yang dimaksud dalam riwayat-riwayat tersebut adalah hakikat cahaya Muhammad Saw bukan entitas materialnya meski Rasulullah Saw pada tingkatan material dan jasmani terlahir sebagai manusia sebagaimana manusia lainnya serta hidup seperti masyarakat pada umumnya.
Oleh karena itu, Nabi Muhammad Saw memiliki dua hakikat. Pertama, hakikat cahaya yang bersumber dari cahaya dan pada tingkatan selanjutnya adalah wujud jasmaninya sebagaimana masyarakat pada umumnya.
Kedua, makhluk-makhluk diciptakan berkat wujud Nabi Muhammad Saw (sebagaimana sebagian riwayat telah menjelaskan hal ini). Dari sisi lain, Nabi Muhammad Saw sampai pada maqam kenabian untuk memberikan petunjuk dan menyampaikan umat manusia ke jenjang kesempurnaan. Dengan demikian, dari sudut pandang eksistensial, umat manusia diciptakan demi Rasulullah Saw dan dari sudut pandang petunjuk dan panduan, Rasulullah Saw diciptakan supaya mengantarkan makhluk-makhluk lainnya meraih kesempurnaan.
Pertanyaan di atas mengandung dua persoalan. Pertama, apakah Rasulullah Muhammad Saw diciptakan dari cahaya Tuhan atau seperti manusia lainnya diciptakan dari tanah liat?
Pertanyaan kedua apakah seluruh makhluk diciptakan demi Rasulullah Saw atau sebaliknya, Rasulullah Saw diciptakan untuk makhluk-makhluk?
Mengkaji Pertanyaan Pertama
Dalam beberapa riwayat dijelaskan secara ekstensif bahwa penciptaan Rasulullah Saw bersumber dari cahaya. Pada awal pembahasan, di sini kami akan menyuguhkan sebagian riwayat tersebut sebagaimana berikut:
· Rasulullah Saw bersabda, “Yang pertama diciptakan Allah Swt adalah cahayaku.”[1]
· Diriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Yang pertama diciptakan adalah cahayaku yang bersumber dari cahaya Allah Swt.”[2]
· Jabir bin Abdullah berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah Saw, “Siapakah yang pertama kali diciptakan Allah Swt?” Rasulullah Saw menjawab, “Cahaya nabimu.”[3]
· Jabir bin Abdullah meriwayatkan dari Imam Muhammad Baqir As bahwa beliau bersabda, “Allah Swt menciptakan empat belas cahaya dari cahaya agung-Nya empat belas ribu tahun sebelum penciptaan Adam. Empat belas cahaya itu adalah ruh-ruh kami.” Jabir berkata, “Saya bertanya kepada Imam Baqir As ihwal nama-nama empat belas cahaya tersebut.” Imam As menjawab, “Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan, Husain dan sembilan orang dari keturunan Husain As dan yang kesembilannya adalah qâim mereka.”[4]
· Imam Baqir As bersabda, “Wahai Jabir, makhluk pertama yang diciptakan Allah Swt adalah Muhammad dan keluarga Nabi yang mendapatkan petunjuk. Mereka adalah asybah cahaya di hadapan Tuhan.” Jabir berkata, “Saya bertanya, apakah gerangan asybah itu?” Imam Baqir As menjawab, “Bayangan cahaya. Badan-badan cahaya tanpa ruh yang ditopang satu ruh tunggal dan ruh itu adalah ruh al-qudus.”[5]
Dari sekumpulan riwayat yang diuraikan di atas dapat dipahami bahwa Rasulullah Saw memiliki entitas cahaya sebelum penciptaan segala sesuatu. Karena itu dapat disimpulkan, sesuai dengan penegasan sebagian riwayat, bahwa Rasulullah Saw diciptakan dari cahaya. Dari sisi lain, sejarah mencatat bahwa Rasulullah Saw dilahirkan pada tahun Gajah, hari Jum’at tanggal 17 Rabiul Awwal. Sekarang pertanyaan yang mengedepan adalah bagaimana hal ini dapat dipertemukan dengan riwayat-riwayat yang menyebutkan penciptaan Rasulullah Saw dari cahaya (sebelum diciptakannya makhluk-makhluk lainnya)?
Jawaban dari pertanyaan ini adalah bahwa apa yang disebutkan dalam beberapa riwayat di atas adalah hakikat cahaya bukan jasmani. Pada tingkatan jasmani, Rasulullah Saw lahir sebagaimana khalayak lainnya. Menjalani hidup dan keseharian sebagaimaina manusia lainya. Dengan melintasi tingkatan-tingkatan hidup dan turut serta dalam pelbagai pentas kehidupan, kesabaran, jihad dan ibadah, Rasulullah Saw dengan ikhtiar dan usahanya sendiri, mampu merealisasi dan mengaktualkan berbagai kapasitas tersebut. Kemudian menjadi teladan bagi seluruh manusia.”[6]
Oleh karena itu, Nabi Muhammad Saw memiliki dua hakikat dan realitas. Pertama, hakikat bercahaya yang bersumber dari cahaya. Dan pada tingkatan kedua, entitas jasmaninya laksana manusia lainnya di alam semesta. Sebagaimana jasmani lainnya dicipta dari tanah liat, sperma dan lain sebagainya, entitas jasman Nabi juga diciptakan dengan bentuk dan format yang sama.
Mengkaji Pertanyaan Kedua
Pertanyaan kedua mengandung persoalan bahwa; apakah seluruh makhluk diciptakan demi Nabi Muhammad Saw atau sebaliknya, yaitu Nabi Muhammad Saw diciptakan untuk makhluk-makhluk lainnya?
Untuk menjelaskan pembahasan ini kami akan mengutarakan sebuah riwayat yang disebutkan Allamah Thabathabai dalam Tafsir al-Mizân sebagaimana berikut:
“Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah yang menyatakan bahwa saya berkata kepada Rasulullah Saw, “Apakah yang pertama kali diciptakan Allah Swt?” Rasulullah Saw bersabda, “Cahaya nabimu wahai Jabir. Allah Swt pertama kali menciptakan cahaya tersebut kemudian menciptakan segala sesuatu darinya. Lalu Allah Swt meletakkan cahaya tersebut di haribaan-Nya pada maqam qurb (kedekatan di sisi Allah), dan Allah Swt mengetahui berapa lama Dia menyimpan cahaya tersebut. Lalu membagi cahaya tersebut menjadi beberapa bagian. Arsy adalah salah satu bagiannya. Kursi dari satu bagian. Pemikul arsy dan penenang kursi masing-masing dari satu bagian. Bagian keempat tersimpan pada maqam hubb (kecintaan) sebagian yang Dia ketahui, kemudian membaginya lagi. Qalam dari satu bagian. Lauh dari satu bagian. Surga dari satu bagian lainnya. Dan bagian keempatnya Dia simpan seukuran yang Dia tahu pada maqam khauf (takut). Kembali Dia membagi lagi dari maqam khauf ini. Para malaikat dari satu bagian. Matahari dari satu bagian. Bulan dari satu bagian. Dan bagian keempat, Dia menyimpan seukuran yang Dia tahu pada maqam raja’ (harapan). Kemudian Dia membagi dari maqam raja’ tersebut. Akal dari satu bagian. Ilmu dan kesabaran dari satu bagian. Kemaksuman dan taufik dari satu bagian. Dan kembali bagian keempat, Dia menyimpan sekedar yang Dia tahu pada maqam haya’(sifat malu) kemudian melayangkan pandangan kekaguman pada cahayaku yang tersisa lalu cahaya tersebut mulai mengguyurkan cahaya dan akhirnya seratus dua puluh empat tetesan cahaya terpisah darinya yang masing-masing dari tetesan cahaya tersebut Allah Swt menciptakan ruh nabi dan rasul. Lalu ruh-ruh tersebut mulai menghela nafas, dan Allah Swt menciptakan ruh-ruh para wali, syahid dan orang-orang saleh.”[7]
Dalam beberapa riwayat yang lain, disebutkan sebagai berikut:
· Wahai Nabi sekiranya kalau bukan (karena) engkau Aku tidak akan menciptakan dunia.[8]
· Wahai Muhammad! Demi keagungan dan kebesaran-Ku sekiranya kalau bukan (karena) engkau Aku tidak akan menciptakan Adam.[9]
Dari dua riwayat di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Allah Swt menciptakan segala sesuatu dan kesempurnaan eksistensial dari cahaya Rasululah Muhammad Saw. Artinya eksistensi dan entitasnya adalah kebaikan. Dan segala entitas dari sisi eksistensial – terlepas dari batasan dan kekurangannya – adalah kebaikan. Atas dasar itu, seluruh makhluk dan seluruh entitas dan seluruh kesempurnaan eksistensial merupakan pancaran, manifestasi dan jelmaan makhluk dan entitas pertama dan cahaya maksum. Seluruh entitas dan makhluk lainnya dalam ragam tingkatan merupakan manifestasi dari cahaya ini.
Dengan kata lain, cahaya maksum adalah sebab adanya seluruh entitas lainnya. Entitas lainnya, merupakan efek dan bentuk-bentuk turunan dari realitas dan hakikat ini pada tingkatan yang berbeda dan beragam.”[10]
Karena itu, dapat dikatakan bahwa seluruh makhluk dan entitas yang ada diciptakan berkat entitas cahaya Rasulullah Saw. Masalah ini juga telah ditetapkan dari sudut pandang filosofis bahwa harus terdapat entitas dan makhluk yang paling mulia[11] yang menjadi perantara (mengantarai) lingkaran sambungan antara Wujud Mesti (Wâjib al-Wujud) dan seluruh kontingen (mumkinât) yang merupakan media emanasi (wâsitha al-faidh) antara Tuhan dan makhluk-makhluk. Dan entitas yang paling mulia ini adalah hakikat cahaya Muhammadiyah.
Dengan demikian, dari satu sisi, umat manusia diciptakan berkat adanya Rasulullah Saw. Hal itu bermakna bahwa tiada satu pun makhluk dan entitas yang memiliki kemungkinan untuk mengada. Karena itu, seluruh makhluk dan entitas alam (di antaranya seluruh manusia) berhutang budi pada entitas sempurna Rasulullah Saw. Dan dengan perantara penciptaannya, makhluk lainnya dapat menjejakkan kakinya di alam semesta. Dari sisi lain, Rasulullah Saw ditugaskan untuk memberikan petunjuk dan menyempurnakan akhlak mulia.”[12]
Kesimpulan finalnya adalah bahwa dari satu sisi, seluruh makhluk dan entitas diciptakan berkat keberadaan Rasulullah Saw (sebagaimana yang dijelaskan dalam beberapa riwayat di atas). Dari sisi lain, Rasulullah Saw sampai pada maqam kenabian untuk memberikan petunjuk dan mengantarkan manusia mencapai kesempurnaan. Dengan demikian, dari sudut pandang eksistensial, umat manusia diciptakan demi Rasulullah Saw dan dari sudut pandang pemberian petunjuk dan panduan, Rasulullah Saw diciptakan untuk mengantarkan entitas-entitas lainnya meraup kesempurnaan. [IQuest]
[1]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 1, hal. 97, Muasassah al-Wafa, Beirut, 1404 H.
[2]. Bihâr al-Anwâr, jil. 15, hal. 24.
[3]. Bihâr al-Anwâr, jil. 25, hal. 21.
[4]. Bihâr al-Anwâr, jil. 25, hal. 4.
[5]. Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub Razi Kulaini, Ushul al-Kâfi, jil. 1, hal. 442, Teheran, al-Maktab al-Islamiyah, Cetakan Pertama, 1388 H.
[6]. Software Pârsemân.
[7]. Muhammad Husain Thabathabai, Tafsir al-Mizân, jil. 1, hal. 185 dan 186, Sayid Muhammad Baqir Musawi Hamadani, Daftar Intisyarat-e Islami Jami’ah Mudarrisin, Hauzah Ilmiah Qum, Qum, 1374 S.
[8]. Bihâr al-Anwâr, jil. 16, hal. 406.
[9]. Bihâr al-Anwâr, jil. 40, hal. 18 – 21.
[10]. Software Pârsemân.
[11]. Sayid Muhammad Khalid Ghaffari, Farhang Isthilahât Âtsâr Syaikh Isyrâq, hal. 84, Anjuman Atsar wa Mafakhir Farhanggi.
[12]. Nuri, Mustadrak al-Wasâil, jil. 11, hal. 18, Muasassah Ali al-Bait, Qum, 1408 H.