Please Wait
8327
Terdapat banyak ayat dan riwayat yang menyebutkan bahwa perilaku dan perbuatan manusia sebagai dalil terpenting masuknya mereka ke dalam surga atau neraka. Dengan merujuk kepada para teolog Syiah, Anda tidak akan menyaksikan bahwa mereka yakin terhadap peran bintang-bintang dan zodiak terkait dengan kebahagiaan dan penderitaan manusia. Bahkan apabila terdapat sebuah riwayat dalam hal ini dan juga sanadnya dapat diterima maka kita tidak dapat meyakini makna lahiriahnya.
Terdapat banyak ayat dan riwayat yang menyebutkan bahwa perilaku dan perbuatan manusia sebagai dalil terpenting masuknya mereka ke dalam surga atau neraka. Allah Swt dalam al-Qur’an berfirman, Itulah surga yang diwariskan kepadamu disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan (QS. Al-A’raf [7]:34); Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan. (QS. Al-Zukhruf [43]:72) Berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an, manusia dengan melihat catatan amalannya, ia dapat menilai dengan baik tentang dirinya.[1] Tentu saja hal ini tidak sesuai dengan peran zodiak dan bintang-bintang dalam menentukan kebahagiaan dan penderitaan manusia.
Allah Swt menukil sebuah ucapan penghuni neraka mengadu kepada Tuhan, Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan kami adalah orang-orang yang sesat. (karena itu kami masuk ke neraka).” (QS. Al-Mukminun [23]:106)
Mereka ingin menunjukkan bahwa takdir yang menguasai mereka dan mereka tidak patut disalahkan. Akan tetapi Imam Shadiq As, terkait dengan ayat ini, bersabda bahwa penderitaan mereka (bukanlah karena faktor keterpaksaan [determinisme] yang telah ditentukan sebelumnya) adalah sebagai hasil dari perbuatan mereka sendiri.[2]
Pada kesempatan lain Imam Shadiq As bersabda, “Allah Swt menyebut orang-orang beriman sebagai mukmin karena perbuatan mereka.”[3]
Dengan merujuk kepada para teolog Syiah, Anda tidak akan menyaksikan bahwa mereka yakin terhadap peran bintang-bintang dan zodiak terkait dengan kebahagiaan dan penderitaan manusia. Bahkan apabila terdapat sebuah riwayat dalam hal ini dan juga sanadnya dapat diterima maka kita tidak dapat meyakini makna lahiriahnya.
Meski demikian, dengan menelusuri kitab al-Kafi, kami tidak menjumpai satu riwayat seperti yang Anda nukil. Apabila maksud Anda adalah riwayat khusus maka kami meminta kepada Anda untuk mengirimkan teks Arabnya ke meja redaksi sehingga kita dapat membahasnya bersama. [IQuest]
[1]. “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.” (QS. Al-Isra [17]:14
[2]. Syaikh Shaduq, al-Tauhid, hal. 356, Intisyarat-e Jamia’ Mudarrisin, Qum, 1357 HS.
[3]. Muhammad bin al-Hasan Hurr ‘Amili, Wasâil al-Syiah, jil. 15, hal. 317, Hadis 20625, Muassasah Ali al-Bait, Qum, 1409 H.