Please Wait
Hits
22625
22625
Tanggal Dimuat:
2015/07/23
Ringkasan Pertanyaan
Apakah yang dimaksud dengan manusia diuji dengan kekurangan harta (kekurangan hasil panen)?
Pertanyaan
Apakah yang dimaksud dengan kekurangan harta dalam surah al-Baqarah ayat 155? Mohon Anda jelaskan!
Jawaban Global
Sebagian mufassir berkeyakinan bahwa yang dimaksud dengan kekurangan harta adalah hilangnya buah-buahan, kekurangan lahan pertanian dan pohon-pohonan. Kaum Mukminin dikarenakan sibuk dalam berperang dan berjihad dengan musuh maka mereka kewalahan dalam mengurus lahan pertanian dan kebunnya atau karena adanya hama atau bencana alam sehingga menyebabkan tiadanya hasil panen mereka.
Sebagian yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kekurangan harta dalam ayat ini adalah tidak memiliki keturunan karena anak adalah buah hati manusia, atau juga kekurangan anak dan kaum laki-laki dan para pemuda karena adanya peperangan sebagaimana telah diisyaratkan dalam ayat sebelumnya, lebih cocok dari pada kekurangan buah-buahan.
Sebagian yang lainnya berpendapat bahwa kekurangan harta meliputi kekurangan nikmat dalam semua sisi kehidupan apakah itu lahan pertanian ataukah buah-buahan ataukah anak-anak karena tidak adanya keamanan secara umum atau karena adanya mobilisasi masa untuk berjihad dan mempertahankan diri.
Sebagian yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kekurangan harta dalam ayat ini adalah tidak memiliki keturunan karena anak adalah buah hati manusia, atau juga kekurangan anak dan kaum laki-laki dan para pemuda karena adanya peperangan sebagaimana telah diisyaratkan dalam ayat sebelumnya, lebih cocok dari pada kekurangan buah-buahan.
Sebagian yang lainnya berpendapat bahwa kekurangan harta meliputi kekurangan nikmat dalam semua sisi kehidupan apakah itu lahan pertanian ataukah buah-buahan ataukah anak-anak karena tidak adanya keamanan secara umum atau karena adanya mobilisasi masa untuk berjihad dan mempertahankan diri.
Jawaban Detil
- Salah satu sunatullah Tuhan yang berkaitan dengan manusia adalah manusia selalu diuji. Hakekat ini dapat kita pahami dari berbagai ayat al-Quran, misalnya:
«وَ لَنَبْلُوَنَّکُمْ بِشَیْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَ الْجُوعِ وَ نَقْصٍ مِنَ الْأَمْوالِ وَ الْأَنْفُسِ وَ الثَّمَراتِ وَ بَشِّرِ الصَّابِرینَ»
“Dan sungguh Kami akan berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Qs Al-Baqarah [2]: 155)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah memberikan rasa ketakutan secukupnya saja bukan ketakutan yang berkelanjutan, demikian juga kelaparan dalam beberapa waktu dan kekurangan harta dalam ukuran tertentu dan kekurangan jiwa-jiwa dan buah-buahan. Tuhan mengingatkan akan hal ini karena seorang mukmin harus menyiapkan diri supaya bersabar dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan rintangan-rintangan yang akan dihadapi untuk menolong perjuangan Nabi Muhammad Saw karena para musuh yaitu kaum musyrikin selalu berkeinginan untuk mengganggu jalan dakwah Nabi Saw. Keterlibatan kaum Muslimin dalam berjihad di jalan Allah akan mengakibatkan penderitaan mereka dari sisi mata pencaharian dan perekonomian. Disamping itu, mereka juga harus siap untuk menyisihkan dana jihad dari kekayaan pribadinya. [1]
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah memberikan rasa ketakutan secukupnya saja bukan ketakutan yang berkelanjutan, demikian juga kelaparan dalam beberapa waktu dan kekurangan harta dalam ukuran tertentu dan kekurangan jiwa-jiwa dan buah-buahan. Tuhan mengingatkan akan hal ini karena seorang mukmin harus menyiapkan diri supaya bersabar dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan rintangan-rintangan yang akan dihadapi untuk menolong perjuangan Nabi Muhammad Saw karena para musuh yaitu kaum musyrikin selalu berkeinginan untuk mengganggu jalan dakwah Nabi Saw. Keterlibatan kaum Muslimin dalam berjihad di jalan Allah akan mengakibatkan penderitaan mereka dari sisi mata pencaharian dan perekonomian. Disamping itu, mereka juga harus siap untuk menyisihkan dana jihad dari kekayaan pribadinya. [1]
- Tentang maslahat cobaan ini terdapat dua pandangan:
- Orang-orang yang datang setelah mereka, ketika mereka terkena musibah seperti ini, mereka akan mengetahui bahwa permasalahan-permasalahan ini bukanlah dalil atas rendahnya kedudukan mereka karena permasalahan ini juga menimpa orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi seperti sahabat Nabi.
- Ketika orang-orang kafir menyaksikan kaum Muslimin yang menolong Nabi dalam keadaan kesusahan dengan permasalahan dan kesulitan yang dihadapi, mereka tetap mau menolong Nabi, bahkan mereka tetap menolong Nabi dengan segenap jiwa dan raganya, maka hal ini akan memuat orang-orang kafir menjadi yakin terhadap kebenaran agama Islam dan memiliki ma’rifat sempurna yang pada akhirnya mereka akan menjadi seorang Muslim.[2]
- Perlu diketahui bahwa:
Pertama: Ujian Ilahi terdapat dua bentuk:
Kadang-kadang dengan kekurangan dan kadang-kadang dengan kelebihan nikmat dan kebaikan-kebaikan, sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Quran:
Kadang-kadang dengan kekurangan dan kadang-kadang dengan kelebihan nikmat dan kebaikan-kebaikan, sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Quran:
«وَ نَبْلُوکُمْ بِالشَّرِّ وَ الْخَیْرِ فِتْنَةً»
“Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya).” (Qs Al-Anbiya [21]: 35)
Yang dimaksud dengan syarr adalah musibah dan ketidaksenangan-ketidaksenagan dimana contohnya ada dalam ayat itu. Dan yang dimaksud dengan kebaikan adalah nikmat yang melimpah ruah seperti ilmu, harta, kekuatan dan lainnya.
Kedua, Selama hidupnya, ujian Ilahi tidaklah hanya sekali saja, namun akan berulang terus selama kehidupannya.
Yang dimaksud dengan syarr adalah musibah dan ketidaksenangan-ketidaksenagan dimana contohnya ada dalam ayat itu. Dan yang dimaksud dengan kebaikan adalah nikmat yang melimpah ruah seperti ilmu, harta, kekuatan dan lainnya.
Kedua, Selama hidupnya, ujian Ilahi tidaklah hanya sekali saja, namun akan berulang terus selama kehidupannya.
«أَ وَ لا یَرَوْنَ أَنَّهُمْ یُفْتَنُونَ فِی کُلِّ عامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَیْنِ»
“Dan tidakkah mereka memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun.” (Qs Al-Taubah [9]: 126)
Ketiga: Ujian Ilahi adalah hal-hal yang bersifat umum dan meliputi seluruh manusia. Aturan ini merupakan aturan umum yang tidak memiliki perkecualian, oleh itu semua manusia akan diuji dengan cara yang berbeda-beda. Bahkan Allah juga menguji Nabinya secara berulang, dimana ujian yang ada pada Nabi lebih susah dari pada ujian yang menimpa manusia biasa seperti dibakarnya Nabi Ibrahim dalam api, perintah untuk menyembelih putranya sendiri, Nabi Ismaildan lainnya. Al-Quran menerangkan:
Ketiga: Ujian Ilahi adalah hal-hal yang bersifat umum dan meliputi seluruh manusia. Aturan ini merupakan aturan umum yang tidak memiliki perkecualian, oleh itu semua manusia akan diuji dengan cara yang berbeda-beda. Bahkan Allah juga menguji Nabinya secara berulang, dimana ujian yang ada pada Nabi lebih susah dari pada ujian yang menimpa manusia biasa seperti dibakarnya Nabi Ibrahim dalam api, perintah untuk menyembelih putranya sendiri, Nabi Ismaildan lainnya. Al-Quran menerangkan:
«وَ لَقَدْ فَتَنَّا سُلَیْمانَ»
“Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman.” (Qs Al-Shad [38]: 34)
Keempat: Diutusnya Nabi untuk semua manusia apakah mereka yang beriman atau mereka yang tidak beriman akan menjadi sarana untuk menguji manusia namun orang-orang yang beriman akan diuji dengan ujian yang lain. Sebagaimana yang diterangkan dalam al-Quran:
Keempat: Diutusnya Nabi untuk semua manusia apakah mereka yang beriman atau mereka yang tidak beriman akan menjadi sarana untuk menguji manusia namun orang-orang yang beriman akan diuji dengan ujian yang lain. Sebagaimana yang diterangkan dalam al-Quran:
«أَ حَسِبَ النَّاسُ أَنْ یُتْرَکُوا أَنْ یَقُولُوا آمَنَّا وَ هُمْ لا یُفْتَنُونَ»
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Qs Al-Ankabut [29]: 2)
- Dengan memperhatikan apa-apa yang telah dijelaskan di atas, berdasarkan ayat-ayat yang dibahas, Allah akan menguji hamba-Nya dengan 5 perkara: ketakutan, kelaparan, kekurangan dalam harta, kekurangan dalam jiwa dan kekurangan dalam buah-buahan.[3]
Allah Swt dalam ayat ini, menjadikan kaum Mukminin sebagai audiens dan menjelaskan bahwa kalian akan Kami uji dengan 5 perkara, dengan penjelasan bahwa ujian yang ditimpakan kepada kaum Mukminin ini demi mempersiapkan mereka dalam menghadapi persoalan-persoalan yang akan mereka hadapi untuk menolong Nabi ketika agama Islam berada dalam keadaan bahaya dimana hal ini semua merupakan ujian dan cobaan dari Allah Swt.
Kemudian pada akhir ayat adanya anjuran bersabar dalam meniti jalan ini dan akan diberikan ganjaran yang baik serta bagaimana cara menghadapi musibah ini jika menimpa mereka.[4]
Kemudian pada akhir ayat adanya anjuran bersabar dalam meniti jalan ini dan akan diberikan ganjaran yang baik serta bagaimana cara menghadapi musibah ini jika menimpa mereka.[4]
- Boleh jadi rahasia pemberitahuan bahwa hal pertama kali yang membuat manusia takut misalnya takut dari kekurangan salah satu dari tiga perkara (jiwa, harta dan anak) sebelum hal itu terjadi adalah karena manusia sudah takut terlebih dahulu jangan-jangan hal itu menimpa mereka.
Pada tingkatan kedua, kelaparan yang disebabkan karena kefakiran.
Tingkatan yang ketiga adalah kekurangan harta, dan tentu saja tidak memiliki harta sangatlah susah khususnya bagi seseorang yang kaya kemudian menjadi miskin.
Pada tingkatan keempat, kekurangan jiwa karena pergi ke medan peperangan dan jihad di jalan Allah Swt sehingga terserang penyakit.[5]
Namun terkait dengan perkara kelima yang merupakan kekurangan buah-buahan, apakah maksudnya, para mufassir menjelaskan adanya beberapa kemungkinan:
Tingkatan yang ketiga adalah kekurangan harta, dan tentu saja tidak memiliki harta sangatlah susah khususnya bagi seseorang yang kaya kemudian menjadi miskin.
Pada tingkatan keempat, kekurangan jiwa karena pergi ke medan peperangan dan jihad di jalan Allah Swt sehingga terserang penyakit.[5]
Namun terkait dengan perkara kelima yang merupakan kekurangan buah-buahan, apakah maksudnya, para mufassir menjelaskan adanya beberapa kemungkinan:
- Sebagian mufassir berkeyakinan bahwa yang dimaksud dengan kekurangan harta adalah hilangnya buah-buahan dan kekurangan lahan pertanian dan pohon-pohonan[6] karena sibuk dalam berperang dan berjihad dengan musuh sehingga mereka kewalahan dalam mengurus lahan pertanian dan kebunnya[7] atau maksudnya adalah karena adanya hama atau bencana alam sehingga menyebabkan tiadanya hasil panen mereka.[8]
- Sebagian juga berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kekurangan buah-buahan adalah tidak memiliki keturunan karena anak adalah buah hati manusia[9] dan dari sisi bahwa kekurangan anak dan kaum laki-laki dan para pemuda karena adanya peperangan sebagaimana telah diisyaratkan dalam ayat sebelumnya adalah lebih cocok dari pada kekurangan buah-buahan.[10]
- Sebagian yang lainnya berpendapat bahwa kekurangan harta meliputi kekurangan nikmat dalam semua sisi kehidupan apakah itu lahan pertanian ataukah buah-buahan ataukah anak-anak karena tidak adanya keamanan secara umum atau karena adanya mobilisasi masa untuk berjihad dan mempertahankan diri. Orang-orang yang harus membinasakan sistem-sistem zalim dan memutuskan rantai-rantai tawanan rakyat harus diuji dengan ujian-ujian yang berat sehingga akan memiliki mental yang kuat bagaikan baja dan harus memiliki kualitas yang berbeda dari orang lain.[11] [iQuest]
[1] Silahkan lihat: Thabarsi, Fadhl bin Hasan, Majma’ al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, Muhammad Jawad, jil. 1, hal. 435-436, Tehran, Nashir Khosro, Cet. 3, 1372.
[2] Ibid.
[3] Tentu saja bilangan ini bukan merupakan pembatasan dan hanya merupakan untuk menjelaskan contoh. Silahan lihat pertanyaan 4157
[4] Ja’fari, Yaqub, Kautsar, jil. 1, hal. 407-408, tanpa tahun, tanpa tempat.
[5] Banu Amin, Sayidah Nusrat, Mahzan al-Irfān dar Tafsir Qurān, jil. 2, hal. 142, Tehran, Nehdhat Zanan Musalman, 1361.
[6] Silahkan lihat: Majma’ al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, jil. 1, hal. 436.
[7] Ibid.
[8] Kasyani, Mula Fathullah, Tafsir Minhaj al-Shādiqin fi Al-Zām al-Mukhālifin, jil. 1, hal. 343, Tehran, Kitab Furusyi Muhammad Hasan Ilmi, 1336.
[9] Majma al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, jil. 1, hal. 436, Fahr al-Din Razi, Abu Abdillah Muhammad bin Umar, Mafātih al-Ghaib, jil. 4, hal. 130, Beirut, Dar Ihya al-Tsurats al-Arabi, cet. 3, 1420; Rasyiddin Mabidi, Ahmad bin Abi Sa’d, Kasyf al-Asrār wa Idah al-Abrār, Riset: Hikmat, Ali Asghar, jil. 1, hal. 418, Tehran, Amir Kabir, Cet. 5, 1371.
[10] Thabathabai, Sayid Muhammad Husain, Al-Mizān fi Tafsir al-Qurān, jil. 1, hal. 353, Qum, Daftar ntisyarat Islami, Cet. 5, 1417.
[11] Thaliqani Sayid Mahud, Partui az Qurān, jil. 2, hal. 23, Tehran, Syerkat Sahai Intisyar, Cet. 4, 1362.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar